Kamis, 22 Oktober 2009

PELAMINAN SUMUR SINABA

PELAMINAN SUMUR SINABA
Dunia serasa milik berdua. Kebahagiaan dua insane yang lagi dimabuk cinta. Matahari yang meradiasikan sinarnya keseluruh sudut kota Pati Ni’am dan Muna tidak menghetikan kemesraannya.
Duduk berdua di bawah pohon beringin di Alun-alun sambil menikmati Supe (Susu Tape) kesukaannya Ni’am. Telah dari kemarin liburan pondok berjalan dan baru sempat hari Minggu ini Ni’am berkunjung kerumah kekasihya yang berada didesa Plukaran. Lumayan jauh dari tempat tinggal kekasihnya yaitu perbatasan dengan kota Jepara.
Mungkin selama mereka memadu kasih baru kali pertama ini, bisa keluar berduaan. Itu pun jika bukan atas desakan dari Mbakyunya Muna mungkin kejadian ini tak akan pernah terjadi.
“Kak..besok jadi kembali kepondok?tanya Muna.
“Iya, kan hari Rabu Pak Yai sudah mulai ngajinya. Kakak tidak mungkin meninggalkan ngajinya karena sebentar lagi kakak dah hatam. Tidak apa-apa kan?”
Ni’am menatap lekat-lekat mata Muna, dan kekasihnya pun mengangguk kecil. Mereka berdua Melanjutkan meneguk es Supenya, yang segarnya sampai kehati.
ఇఇ
Besok paginya, sengaja aku berangkat kepondok pagi-pagi. menerobos dinginnya bulan Desember. Sebab perjalananku menuju pondok Pesantren Roudloh dimana aku dengan kekasihku menghafalkan Alquran. Pada sebuah desa yang terletak tidak jauh dari Lereng Muria. Didesa Piji, aku bisa mempelajari tentang berbagai hal, entah itu belajar bagaimana berlaku Qona’ah bukan sebab apa, karena di pesantren Tahafudz ini mayoritas santrinya masak sendiri, dan untuk dizaman serba instan sekarang suatu yang amat langka jika masih ada pesantren yang makannya memasak sendiri.
Selama hampir tiga tahun lebih aku nyantri dikota santri kata lain dari desa Kajen. Tidak pernah sedikit pun memasak untuk memenuhi kebutuhan setiap harinya. Makan tinggal makan, satu bulannya berapa terima bersihnya saja. Akan tetapi disini, aku tahu tentang semuanya, bahwa hidup tidak selalu enak, kadang juga harus merasakan bagaimana getir pahitnya hidup yang sesungguhnya. Ya...di pesantren ini aku tahu tentang hal itu, hingga aku dipertemukan dengan perempuan sederhana, dengan perempuan yang selalu nerima ing pandum dari pencipta, perempuan yang tidak pernah menuntut apa-apa, perempuan yang selalu berpenampilan apa adannya, perempuan yang masih suci, baik perkataanya, baik tingkah polahnya, perempuan yang selalu menghargai orang lain, perempuan yang membuatku belajar sabar untuk mendapat perhatiannya, perempuan yang bisa membutku sadar jika hidup itu tidak mudah, perempuan yang kelak bersamaku untuk menyempurnakan agama dalam satu mahligai rumah tangga.
Pertemuan yang tidak terencana, semuanya telah diatur oleh sang Pencipta dan aku pun tahu namanya dari sebuah pena yang bertuliskan abjad panggilannya. Entah kapan tepatnya, hingga benih-benih cinta yang berada dalam dada ini tumbuh. Padalahal aku sadar jika hafalan alqurannya lebih jauh ketimbang aku. Biar bagaimana pun cinta adalah urusan hati, jadi tidak bisa diperdebatkan apalagi dicari devinisinya.
Ketika sang mentari telah meninggi dan manandakan jika waktu dhuhur sebentar lagi aka datang. Aku baru saja sampai dipesantren, lumayan melelahkan perjalanan dari rumah hingga sampai di disini. Hampir empat jam lebih jika alat trasportasinya menggunakan bus lain lagi jika menggunakan kendaraan pribadi paling cuma menghabiskan waktu dua jam saja.
Baru sampai didalam kamar, belum sempat istirahat dari bawah terdengar suara montor berhenti, aku pun langsung turun dari lantai dua yang terlebih dahulu aku lihat dari teras depan kamarku siapa yang datang, teryata tukang pos. Aku tidak menyangka jika paketan itu tertuju terhadapku, aku baru menyadarinya ketika aplop warna cokelat itu aku balik mencari tahu untuk siapa? aplop coklat itu bertuliskan”Untuk Khoirun Ni’am” siapa ya yang mengirimnya, perasaan aku tidak pernah pesen buku atau pun mengirimkan resensi pada sebuah media. Rasa penasaranku pun menuntunku untuk segera membukanya. Saraf otakku terasa berhenti, diam. Termangu. Sebuah buku berjudul LOVING U, MERIT YUK! seakan tersenyum manis terhadapku. Tapi aku tidak bisa membalas senyumnya. Sungguh lidahku kelu. Apa maksudnya?ku bolak-balik buku itu, tapi tetap tidak menemukan siapa pengirimnya. Duh..kenapa hatiku tiba-tiba hambar begini dan dingin tidak karuan.
Kutaruh buku di almari, rasa capek yang menjalar di tubuhku tidak dapat lagi untuk diajak kompromi.
“Ah…nanti saja bacanya jika lelahku sudah rada mendingan”gumamku.
Sauara bising santri lain yang lagi berebut jajan yang aku bawa dari rumah, telah mengganggu ketenangan istirahatku. Akan tetapi bagaimana lagi yang namanya pesantren pastinya rame. Karena dari pesantren banyak hal yang dipelajari, biar bagaimana pun pesantren adalah lingkup terkecil masyarakat. Miniatur kehidupan masyarakat, sebab di pesantren semua yang nantinya ada dalam masyarakat paska boyongan telah ada, mulai dari santri yang bandel, santri yang rajin, bahkan santi yang badung sekali pun ada. Dari merekalah aku belajar tentang kehidupan.
ఇఇ
Bintang gemintang berbaris di awan. Bulan sabit terpancar merah kekuningan menambah damainya malam yang dingin di pesantren Roudloh. Jam wajib muroja’ah hapalan Alquran telah sendari tadi selesai. Dan aku pun sudah menyiapkan hapalan yang akan disetorkan besok pagi setelah andzan subuh berkumandang. Sekarang tinggal memanjakan badan untuk istirahat.
Piji, 23.30 am…
Ku tatap lekat-lekat, kembali, buku merah muda yang tadi siang ku taruh begitu saja didalam almari. Ada kekuatan apa dalam buku ini, mungkin memiliki kekuatan magis! Astaghfirullahhal’adzim…hatiku benar-benar jadi kacau. Sungguh ada rasa nyeri di ulu hatiku. Tidak seperti biasanya jika aku memandang sebuah buku hingga seperti ini.
Aku harus bagaimana? Buku ini, entah siapa yang menghadiahkannya untukku, telah selesai kubaca. Aku benar-benar tidak tahu, apakah ini teguran dari Allah, atau hanya intermezzo dunia yang numpang lewat? ku ambil handphone ku. Tidak peduli sudah jam berapa sekarang, aku harus menelponnya. Kucari nama Jauzatianni di phonebook, lalu kutekan OK. Tidak beberapa lama..
“Assaamualaikumm, dek. Maaf ganggu tidur adik?”
“Waalaikumsalam, kak, ada apa kok tidak seperti biasanya?”jawabnya diseberang sana dengan suara lirih sebab bangun dari tidur.
“Boleh bicara bentar” aku sendiri kaget kenapa kelakuanku begini, kenapa tidak bisa menunggu sampai besok hari. Padahal ini tengah malam.
“Ada apa kak? Sampai malam-malam telpon?ada yang penting?suara Muna.
“Emm…kakak sudah mikir lebih 1 jam yang lalu”.
“Tentang apa kak?”tanyanya dengan nada yang manja. Ya. Munawwaroh adalah perempuan bisa menyejukkan jiwa untuk kekasihnya.
“Ya tentang hubungan kita, seperti yang kakak bilang dulu jika hapalan kakak sudah selesai, maka keluarga kakak akan bersilaturrohmi kerumah adik, bagaimana dik..?”
Mungkin kurang sopan jika membicarakan tentang masalah sepenting ini tengah malam.
Aku tahu jika Muna begitu tersentak kaget dengan apa yang ku bicarakan barusan. Hening tanpa ada suara.
“Kok diam dik.. bagaimana tentang pembicaraan kakak tadi?”
“Nggg…adik hanya kaget saja kak, adik sih siap apa yang menjadi keputasan kakak, karena adik percaya keputusan kakak yang terbaik untuk kita berdua”.
“Alhamdulilah jika begitu, dik kakak minta keihklasannya bila nanti ketika adik jadi istri kakak ada hal yang kurang sempurna didalam mengayomi adik, entah itu dalam hal batiniah atau pun dhohiriayah, mau kan dik…??ikhlas kan?”
“Ya..kak.., adik bahagia jika selalu bersama kakak, adik juga minta keihklasanya kakak jika nanti adik menjadi seorang istri ada hal atau pun kesalahan yang dirasa kurang berkenan dalam hati kakak, insyaallah adik akan menjadi istri yang diridloi Allah dan mau dipimpin oleh seorang suami”jelasnya.
“Makasih ya dik…nanti jika adik jadi istri kakak, mau kan kakak ajak hidup prihatin?”
“ Ya.kak, adik akan siap hidup dengan kakak apa adanya dalam keadaan susah atau pun senang, kakak bahagia adik juga bahagia, susah senang kita jalani bersama”.
“Dik…sekarang adik wudlu sholat malam berdoa kepada Allah semoga apa yang kita bicarakan ini mendapat ridlo dari-Nya”
“Kakak juga sholat dan berdoa kepada-Nya jika semua keputasan yang kita ambil ini adalah yang terbaik untuk kita jalani bersama”timpalnya dengan suara parau, bahagia yang tidak terkira.
“Injih adikku sayang…kakak akan selalu berdoa untuk keluarga kita dan kebahagiaan kita didunia atau pun akhirat semoga dijauhkan dari api neraka”.
“Amii…..in”.
“Assalamuaikum dik”
“Waailkumsalam kakaku sayang”
Klik.
Aku duduk terpaku. Berfikir tentang apa yang sudah aku bicarakan barusan. Padahal aku belum belum membicarakan masalah ini dengan ibuku. Apa nantinya tidak kaget jika mendengar kabar ini mendadak. Ah…aku tahu jika ibu merindloi apa yang di inginkan anak laki-laki satu-satunya, asal kan keinginan itu positif pasti ibuku mendukungnya. Lalu yang jadi keganjalan dalam hatiku sekarang ini adalah tentang hitung-hitungan tanggal lahir (weton), orang Jawa jika mau melaksanakan upara sakral seperti perkawinan harus mengitung dulu, jika hitungannya tidak cocok maka pernikahan tidak bisa diberlangsungkan meskipun keduanya saling mencintai. Apa bila masih nekat maka ada cobaan silih berganti. Aku sendiri kurang sepakat dengan hal itu, sebab dalam Islam belum menemukan landasan yang diharuskan menghitung jika mau menikah. Itu Cuma keyakinan belaka. Apabila tidak diyakini maka ya tidak terjadi. Berubung hidup di Jawa mau tidak mau harus mengikuti tradisi ini.
Plukaran, 02.30 am
Muna belum bisa memejamkan matanya. Berpikir perihal apa yang barusan dibicarakan dengan kakaknya. Yaitu ingin melanjutkan jalinan cinta kasih untuk menuju kekhalalan. Di putuskan untuk meminta pendapat Sang Maha Bijaksana. Memanjangkan sujudnya dengan sejuta doa dan hara, meminta hatinya dimantapkan untuk sebuah-yang diyakininya- kebenaran.
Ya Allah, yang maha bijaksana, yang mempunyai segala cinta terhadap mahluknya. Kini dengan berlinangan air mata hambamu memohon semoga apa yang jadi keputasan hambamu barusan adalah kehendak-Mu.
Ya..Allah ya Tuhan segala Tuhan, berikanlah rahmatmu untuk hambamu ini dan keluarga hamba, dan juga berikanlah ketabahan buat hamba dan kekasih hamba didalam menjalani segala cobaan yang Engkau beri, hanya terhadapamulah Hamba memohon segala permintaan.
Suara ayam berkokok menunjukan jika sekarang telah lebih setengah dari malam dan fajar Shodiq sebentar lagi mencuat. Sambil menunggu adzan subuh berkumandang Muna muroja’ah hapalan Alqurannya. Tidak disadarinya air matanya menetes mungkin ini air mata bahagia, sebab ia akan hidup bersama dengan orang yang dicintainya untuk waktu yang tidak sebentar melainkan seumur hidup hingga tua renta.
Piji, 03.00 am
Malam ini terasa amat lama. Dari malam-malam sebelumnya. Aku sendiri kurang tahu penyebabnya apa, atau mungkin perasaanku saja. Atau kurang bersukurnya aku. Permasalahan yang barusan aku bicarakan dengan kekasihku ternyata belum selesai disini. Padahal anggapanku jika sudah berbicara dengannya maka sudah pasti Muna akan pasti jadi istriku. Lagi-lagi orang tua yang memegang tradisi Jawa tentang tanggal lahir. Nanti jika dihitung tidak cocok maka aku harus merelakan adikku, bisa tidak bisa harus berusaha melupakan meskipun dalam relung hati rasa perih melilit-lirih. Sungguh aku tidak mau itu terjadi, aku tidak mau cinta suciku terberanggus oleh tradisi Jawa yang kata orang tidak bisa disiasati. Tapi buatku semua pasti ada jalan apabila mau berusaha, Allah maha penyayang buat hambanya.
Ku putuskan untuk kekamar mandi untuk mengambil air wudlu. Dan meminta secerah cahaya dari Sang Pecipta yang mempunyai segala cinta. Bersimpuhkan air mata dihadapan-Nya jika manusia tidak punya daya apa-apa apabila telah berhadapan dengan Allah.
Ya Allah…yang maha bijaksana, ya Allah yang maha mengetahui, yang maha adil, yang penyayang. Sungguh, sebenarnya aku malu menghadap-Mu, setelah selama ini, Engkau hanya tersimpan dalam memori otakku, tapi belum sempurna tunaikan perintah-Mu.
Kini, aku benar-benar galau. Apa yang harus aku lakukan?dengan keputasan yang barusan aku ambil. Jika sudah terjadi baru aku menyadarinya, aku binggung. Aku sadar jika aku belum berpenghasilan untuk membiyai istriku. Meski aku percaya bahwa setiap keinginan pasti ada jalan, asalkan mau ikhtiar dan tawakal. Hanya pada-Mu aku pasrahkan semuanya.
Tapi..jika aku tidak mengambil keputasan ini, aku takut menyesal suatu saat nanti bila ia telah diambil yang lain. Dan aku juga takut tidak bisa membahagiakannya dan tidak bisa menjadi suritauladan untuknya dan anak-anakku yang terlahir dari rahimnya.
Aku mengusap perih hatinya dan bermetaforsis menjadi butiran bening yang menetes dipipi.
Ya…Allah mantapkan hatiku ini jika semua keputusan yang aku ambil adalah yang terbaik untukku dan dirinya.
Tedengar suara sayup-sayup alunan ayat-ayat suci dari surau-surau dan masjid, sebagai tanda jika sebentar lagi adzan subuh berkumandang dan fajar shodiq telah berlalu.
Satu pekan telah berlalu aku dipesantren Roudloh. Rutinitas yang aku jalani tetap sama mengaji, dan setoran hafalan setelah sholat subuh. Nderes ayat-ayat alquran yang sudah disetorkan dengan Pak Yai agar tetap ingat tidak lupa. Perasaan tidak nayaman selalu menggagu memori otakku. Perasaan gelisah selalu menganggu pikirannku, sungguh menguras tenaga. Ya..permasalahanku sendiri tentang hubunganku dengan Munawwaroh yang nantinya akan jadi pendamping hidupku. Karena selama ini ibuku belum mengetahui perihal masalah ini. Tapi secepatnya aku harus menceritakan semuanya, dan juga keputusan yang barusan aku ambil. Meski belum satu bulan tidak apa, aku harus pulang kerumah untuk membicarakan masalah ini. Kamis depan aku harus pulang dan minta orang tuaku untuk Ndodok pintu di rumahnya Munawwaroh perempuan hafidhoh. Di desa Plukaran Kecamatan Gembong yang satu Kabupaten denganku Pati.
ఇఇ
Hangatnya waktu dhuha, mengantarkanku sampai di tempat kelahiranku. Mojo Jatenan. Suatu hal yang jarang ketika aku berada dipesantren belum genap satu bulan sudah pulang. Kecuali ada keperluan yang teramat penting. Dan ini termasuk keperluan yang penting dan tidak bisa aku wakilkan atau pun dibicarakan lewat telpon. Ibu ku tidak menanyai hal-hal apa-apa kenapa aku pulang, paling anggapannya uang sakunya habis. Ibuku memang selalu memanjakanku, terutama masalah kesehatan selalu dipertanyakannya, jika telpon ketika aku lama berada di pesantren pasti yang ditanya terlebih dahulu, jangan lupa minum susu, jangan minum air sebarangan apalagi sampai minum air tidak dimasak terlebih dahulu, jangan telat makan, kesehatan selalu dijaga. Apabila orang lain memandang sekilas jika aku ini masih anak kecil padahal sudah mau melepas masa lajang. Ya begitu ibuku yang selalu menyanyangi anak laki-laki satu-satunya. Yang sampai sebesar ini masih memperlakukan aku seperti anak kemarin sore.
Mojo Jatenan, 19.00 am
“Tidak bisa”ibu berteriak didepanku, aku tahu akan terjadi seperti ini.
“Kamu itu belum selasai hafalanmu dan belum punya perkerjaan tetap mau kamu beri makan apa nanti istrimu, ….Oalah…Am…Am… kamu mau mengecewakkan ibumu…???”
Bapakku hanya terpaku diam melihat pembicaraan dengan ibuku. Bapak tidak komentar apa-apa tengtang masalah ini.
“Kulo akan tetap mengatamkan hafalan alquraanya hingga lancar..”kataku dengan nada yang mengiba.
“Ndak mungkin mondok sudah nikah ! apa kata orang ??”timpal ibu
“Sebelumnya dengarkan penjelasanku dulu bu…Kulo tidak menikahi Muna langsung melainkan tunangan terlebih dahulu, itu pun acara pertunangannya terjadi setelah kulo hatam Alqurannya, nanti Muna akan kulo suruh menunggu satu atau dua tahun baru menikah, karena menikah butuh modal jadi kulo mencari maisyah terlebih dahulu..”jelasku dengan santun.
“O..oo beitu to, tapi ada syaratnya jika mau restu dari ibu, ibu ndak mau kamu salah pilih istri yang kamu ajak seumur hidupmu”.
“Syaratnya apa bu…?”
“Siapa tadi..”
“Munawwaroh bu..”
“Muna harus mau kamu ajak kesisini sebab rumah yang kamu tempati ini adalah milikmu karena almarhum bapakmu dulu membuat rumah ini buatmu, ia juga harus bisa diajak seduluran, pinter dengan keluarga dan yang terpenting adalah menghormati orang tua, jangan pelit kayak istrinya Paklekmu itu. Terakhir sederajat dengan kita, kita ini kan keluarga sederhana, keluarga petani jadi jangan cari istri orang gedongan. Ibu menyuruh kamu disini karena mushola disamping rumah ini siapa yang menjaganya jika kamu pergi dari rumah ini”jelas ibu panjang lebar.
“Isyaallah keteria yang ibu sebutkan tadi terdapat didalam kepribadianya dik Muna bu, ia hafidhoh terlahir dari keluarga yang sederajat dengan kita, ia juga Insyaallah bisa menerima keluarga kita apa adanya, dan kulo menjamin ia birulwalidain”tambahku.
“Kok ngerti sampai begitu..?kapan kamu kenalnya?”tanya ibuku
“Ya selama kulo mondok dipesantren Roudloh sebab ia satu pondok dengan ku, bersediakan bapak kalih ibu menunangkanku dengannya”
Sepeninggal bapak kandungku, ibu menikah lagi dengan seorang laki-laki pilihannya. Dan yang sekarang menjadi bapak tiriku.
“Dituruti saja bu..”tambah bapakku.
“Tapi pak…!!”
“Bu..”
“Ya ibu akan mengabulkan permintaanmu, sebab dulu ibu berjanji jika kamu hafidz alquraan maka setiap keinginnanmu ibu kabulkan”.
“Makasih banyak ya bu..ibu memang ibuku yang paling baik sedunia”.
ఇఇ
Pagi masih terlalu buta. Embun suci belum sempurna meleleh. Sinar mentari menambah damainya pagi ini. Suara-suara burung-burung bercicit ria dengan penuh cinta. Entah hari ini berbeda dengan hari-hari biasa. Desa Plukaran seakan penuh dengan aura cinta.
Wajah putih itu tersapu sedikit make up yang menambah kencantinkannya layaknya bidadari surga. Nanti ketika hangatnya waktu dhuha rombongan pembawa cinta dari desa Mojo Jatenan akan singgah dikediamannya perempuan yang sederhana ini, dan selalu bercahaya selaksa bintang-bintang dimalam hari. Jilbab putih, kebaya warna putih tulang menambah kencantikan yang begitu alami.
“Aduh…adikku cantiik sekali”seru Mbak Safaatun yang memasuki kamar nan harum.
“Ya..dong siapa dulu Muna…ha…ha..ha..”tawa menyelimuti atsmosfer antara mereka berdua.
“Dah sampai mana pangeranmu???”tanya Mbak Tun sambil duduk disamping adik semata wayangnya.
“Bentar lagi sampai..!!jelas Muna dengan raut wajah yang sedikit cemas.
“Ada apa denganmu dik…?kok wajahnya tidak bercahaya layaknya namamu, cerita dong ma Mbak”
“Aku agak kawatir Mbak..! tahu sendiri kan orang Jawa apabila akan menjalin sebuah hubungan perkawinan maka masih menggunakan naptu pasaran kelahiran, yang aku takutnya nanti jika tanggal lahirku dengan kak Ni’am tidak serasi bagaimana?jadinya kan harus nyerah dengan tradisi dan cinta ku harus jadi korban”jelasnya dengan wajah bulan kesiangan, namun tidak mengurangi aura kecantikan yang terpancar dari parasnya.
“O..oo..itu kamu tidak perlu kawatir yang perlu kamu lakukan adalah berdoa kepada Allah semoga semua apa yang terjadi nanti terbaik untuk kamu dan kakakmu, dan kalian berdua bisa hidup bersama dalam jalinan rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah, pasrahkan saja pada yang di Atas”hibur Mbakyunya.
“Ami…iin”
ఇఇ
Pukul 10 lebih. Acara dimulai, tepat dari ketentuan sebelumnya yang dijadwalkan. Beberapa sanak falimi yang terdekat sudah pada berkumpul menunggu rombongan datang. Dengan begitu maka acara segera dimulai. Ni’am, ibu dan bapaknya dan beerapa sanak familinya yang terdekat duduk didepan keluarga Munawaroh. Beberapa jajan pasar tersedia dengan kemanisannya masing-masing, tidak lupa Piyem yang disediakan khusus untuk kakaknya yang nantinya jadi pemimpinnya. Seorang yang dituakan dari keluarga Munawwaroh memulai acaranya.
“Baik, kedua belah pihak telah bertemu. Mari kita mulai acaranya. Silahkan kedua orang tua masing-masing menulis weton putra-putrinya disecarik kertas yang telah disediakan”ujar bapak itu.
“Hum….mmm setelah diperhitungkan weton Khoirun Ni’am adalah Rabu Legi yang berangka 12, sedangkan Munawwaroh Sabtu Kliwon yang berangka 17, jumlah dari keduanya jika digabungkan menjadi 29 dan dibagi 7 sisanya 4, dan menurut pituah orang Jawa mempelai dimanakan Sumur Sinaba yang artinya baik menjadi pemimpinya dan suritauladan kanan kirinya, selamat ya semoga kalian berdua menjadi mempelai yang bahagi dunia dan akhirat”jelas bapak Tarmin sambil merapikan kertas yang digunakan untuk mengitung.
“Silahkan…silahkan dimakan jamuanya”tawar keluarga Muna.
Rumah yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil telah menjadii saksi atas bersatunya dua keluarga. Angin sepoi-sepoi yang berhembus dari luar rumah mengisyaratkan kesejukan yang lain dari pada yang lain, angin daerah penggunungan yang masih alami belum terkontaminasi asap-asap kendaraan yang menyesakkan pernafasan.
“Bapak..ibu ijinkan kulo mengungkapkan sesuatu, bisa juga dikatakan masalah bisa juga tidak”
“Silahkan”
“Begini kulo tahu jika dik Muna adalah anak yang terakhir, sedangkan kulo anak pertama, yang kulo inginkan bolehkan jika dik Muna kulo boyong ke Mojo Jatenan”.
“Bagaimana ya…??”
Ketika mendengar lontaran dariku, kedua orangtuanya Muna hanya saling pandang. Mungkin dalam pikirannya berterbangan berbagai ungkapan yang tidak bisa dilontarkan.
“Ya mungkin terasa berat buat bapak dan ibu, tapi kulo mengajak dik Muna ada alasan pertama almarhum bapak kandungku berwasiat untuk menempati rumah yang ditinggalkan, kedua disamping rumah kulo ada mushola yang teramat berat untuk kulo tinggalkan, terakhir disana dik Muna akan kulo ajak berjuang menegakkan agama Allah karena dik Muna dengan kulo sama-sama hafal Alquran”jelasku.
“Em…mm bagaimana ya..?”
“Bapak dan ibu tidak usah kawatir nanti satu bulan dalam seminggunya kulo kaleh dik Muna akan berkunjung kesini, jadi jika bapak ibu tidak terlalu kangen dengan dik Muna, bagaimana usulan kulo bu..?”
Bapak dan ibunya dik Muna saling pandang tanpa suara hanya isyarat mata yang mewakili apa yang bergemuruh didada.
“Lha piye awakmu nduk..?”tanya ibunya.
“Kulo manut kaleh ibu lan bapak mawon”timpal Munawwaroh yang begitu menghormati orang tuanya.
“Kami menjadi orang tua mengingginkan mana yang terbaik untuk anak, dan tentang masalah ini alangkah baiknya yang menetukan kalian berdua mau hidup dimana, disini pintu kami selalu terbuka untuk kalian, asalkan kalian berdua bahagia kami pun ikut bahagia”jelas bapaknya Muna dengan penuh kebijaksaan.
Acara telah usai, kedua keluarga sudah saling bertemu dan menemukan titik temu yang bahagia untuk kedua anaknya. Betapa bahagianya aku karena bisa meminang perempuan sederhana, dan kecantikan haqiqi telah terdapat dalam akhlak kesehariannya baik dengan Allah maupun dengan manusia.
Alun-alun kota Pati masih sama dengan beberapa tahun kebelakang. Masih ramai oleh penjual kaki lima disore hari. Suara tepuk tangan bergema dari pendopo kabupaten yang terletak disebelah Selatan alun-alun. Ya disitu telah ada acara bedah buku, yang diadakan komunitas penulis Pati.
“Bagus presentasimu tadi Am…”sanjung temanku Subhan yang sama-sama penulis.
“Biasa lagi..karyamu lebih bagus ketimbang aku”timpalku.
“Wah cantik bener cewek yang disampingmu ini…coba aku tebak pasti ini yang namanya Munawwaroh, perempuan yang sering kau ceritakan ketika kita online, mungkin juga karya-karyamu terinspirasi darinya, eh…hampir lupa kalian berdua sudah menikah kan??”
“Ya kami berdua sudah menikah, maaf ya lupa tidak memberi undangan”.jelasku pada Subhan yang tadi melihat kagum kami berdua.
“Kamu ini jika sudah bahagia lupa sama teman, hebat juga pemberian bukuku hingga membuatmu cepat-cepat meminanngya”tambah Subhan
“O…o..oo jadi yang mengirim buku LOVING U, MERIT YUK, karya O Sholihin dan Hafidz341 itu kamu, kok ada acara identitas dirahasiakan segala kenapa?terus tujuanmu apa?”selidikku dengan beruntun.
“Tenang teman, semuanya ada penjelasan, aku mengirim itu tidak lain agar kamu secepatnya meminang perempuan yang berada disampingmu ini, aku tidak ingin sahabatku menyia-nyiakan perempuan sholekhah sepertinya. Dan hasilnya sekarang kamu bahagia kan dengannya...???”
“Ha...ha..ha..”kami berdua tertawa ketika mengetahui siapa pengirim buku misterius beberapa tahun kebelakang, eh..tidak tahunya adalah sahabatku sendiri.
Dari awal pembicaraan Muna hanya diam, karena tidak mengetahui apa yang sedang kami ributkan. Sebab perihal buku itu tidak pernah aku ceritakan padannya.
“Umi..kita makan nasi gandul dulu ya, bersama-sama dengan teman Abi”ajaku
“Terserah Abi saja, Umi ngikut”rajuknya dengan penuh kemanjaan.
Setelah menikah antara aku dengan Muna yang dulunya manggilnya kakak dan adik, namun sekarng menjadi Abi dan Umi. Betapa bahagianya kedua insan manusia ini.
“Abi.. dulu kita pernah disini minum Supe, ketika itu antara kita belum mejadi suami istri ya....!!!masih ingatkan Bi..??
“Tentu masih ingat dong..waktu itu perginya pun atas paksaan Mbakyunya Umi”
“Terasa lucu ya jika menginggat itu semua, rasanya baru kemarin saja”ujar Muna yang sebentar lagi menjadi ibu dari buah bahagianya.
“Emm...emm, kalian ini dari tadi bicara terus, lha aku disini kalian jadikan obat nyamuk apa??!!!”sahut Subhan.
“Eh...maaf teman aku lupa jika tadi bersamamu ha...ha...ha..”timpalku dengan senyum, aku tahu jika sahabatku itu tidak mudah tersinggung.
Senja disore hari telah mengantarkan bahagia yang tak bertepi. Aku bertemu dengan sahabat lamaku yang tidak terencana, sedangkan aku bahagia dengan keluarga sederhana, yang tiap hari terdengar suara sayup-sayup bacaan alquran didalam rumah. Ya keluarga quran. Batapa besar nikmat yang Engkau berikan kepada keluarga kami ya Allah, Fabiaai Alaai Roobbikuma Tukatdhiban .

21 Oktober 2009 Waktu dhuha
Ni’am At-Majha
Kutorehkan dengan cahaya cinta
Untuk perempun yang Insyaallah jadi ibu
Dari anak-anakku.
Munawwaroh
Hari-hariku bahagia bersamamu.

ANTARA AKU DAN CINTA ITU...?

7 April ’08.Sore hari.

PERSIDANGAN
Belum terpikirkan dalam benak batok kepalaku kalau nantinya akan nimbrung dalam sebuah organisasi sekolah, yang dulunya ketika di perguruan Ad-Darul aku sangat membenci dengan kalimat organisasi. Waktu itu, organisasi adalah sebuah lembaga yang untuk mejeng cari nama dari para siswi. Kenapa opiniku seperti itu, sebab di perguruanku dulu para organisatornya kelakuaannya kayak gitu. Dia sudah merasa yang paling hebat ketimbang dengan yang lain. Cara berjalannya pun di buat-buat, berbicara, bergaul pun hanya pada teman sepemikiran. Jika terpaksa bertatap muka dengan siswa yang bukan anak organisasi maka cara memandangnya pun kelihatan ampang. Hanya tersenyum setelah itu lewat. Cuek bebek pokoknya.
Kebencian terhadap orang organisator di perguruan Ad-Darul yang telah menindidikku pada tingkatan pertama. Dapat dikatakan sudah mendarah daging, merasuk di setiap tulang sumsum. Puncak kebencian pernah aku salurkan kepada ketuanya yaitu pada suatu ketika karena gara-gara lupa tak memakai ikat pinggang aku harus berlari mengintari lapangan supuluh kali dan di tonton banyak siswa-maupun siswi. Betapa malunya ketika itu. Aku hanya nurut apa yang telah diperintahkan oleh ketua yang sok berkuasa. Orang bersalah harus terima hukumannya.
Awalnya menerima apa yang telah terjadi denganku pagi tadi. Akan tetapi setelah istirahat. Kebenciann terhadap ketua Osis perguruan Ad-Darul memuncak. Di sebabkan ketika sarapan pagi di warung sebelah Timur perguruan. Dengan mata telanjang aku melihat ketuanya sendiri tak mengenakan ikat pinggang yang digembar-gemborkan sebagai pelanggaran. Usut punya usut teryata sabuk yang tadi pagi di pakainya teryata hasil pinjaman dari adik kelas. Betapa marahnya emosiku pun tak mampu dibendeng. Makan tak lagi aku lanjutkan. Tanpa pikir panjang aku lansung melayangkan kepalan tinjuku dengan bebas terjun di mukanya.
“Kurang ajar, tadi kau sok kuasa kasih hukuman pada siswa yang melanggar. Tak memakai ikat pinggang dan sekarang kau sendiri tak memakainya. Jika di sekolahan kau menang tapi di sini jabatanmu tak ada artinya”. Ucapku sambil menarik kerah bajunya.
Dalam perkelahianku itu dia tak melawan sedikit pun teman-temannya yang juga anak organisasi tak berani membantunya. Melawan saat aku marah perlu berfikir dua kali sebab di luar sekolahan aku yang paling berkuasa. Teman-temanku banyak dan paling hobi jika membuat masalah. Maka tak heran apabila aku melakukan keonaran tak ada yang berani mengganggunya. Akan tetapi aku bersama teman-teman di dalam membuat keonaran tidak ngawur masih punya batasan-batasan tertentu. Jika tak diganngu maka tidak akan mengannggu. Itulah prinsip yang telah kami pakai selama ini. Tidak heran apabila kami di takuti mulai dari tinggkatan yang paling rendah hingga paling tinggi di perguruan Ad-Darul. Karena diantara kami kalah di dalam perguruan maka akan kami permasalahkan di luar sekolah. Ketika pulang sekolah. Suatu pemandangan yang biasa ketika pulang sekolah ada salah satu anak yang dihajar ramai-ramai tanpa ada yang ngebantunya. Para siswa dan siswi hanya menoton pertunjukan hingga aku dan teman-teman merasa puas.
Kadang berfikir, kalau yang aku lakukan selama ini tak mempunyai arti apa-apa akan tetapi mengapa harus ada rasa puas jika sudah menghajar orang dan membuat keonaran?. Dalam hati ada rasa bangga merasa tak ada yang berani melawan. Betapa membabibutanya aku ketika pada saat berkelahi ada seorang siswi yang melihatnya. Dalam hati, ada rasa sebagai idaman seorang siswi adalah yang pemberani. Intinya ingin di perhatikan. Memang begitulah keadaan jiwa anak yang masih labil karena umurku baru 14 tahunan. Maka yang dilakukan tak lain kepengen mencoba-coba entah baik atau buruk tak peduli.
Tak jarang kami mencoba-coba hal baru dan yang kelihatannya hebat apabila orang memandang. Pertama kali aku merasakan bagaimana nikmatnya mengisap rokok yang tembakaunya dari daun ganja yaitu ketika di perguruan Ad-Darul tersebut.
Pagi itu, karena jam pelajaran Bahasa Arab kosong di sebabkan guru pengampunya sibuk dengan jabatanya sebagai kepala sekolah.
“Dari pada dikelas jenuh begini, lebih baik kita keluar..?” usulku
Tanpa pikir panjang semua teman-teman menyetujui dengan apa yang barusan aku lontarkan. Kami semua pergi kebelakang kelas tapi tidak bersaaman melainkan satu persatu agar supaya guru-guru di kelas lain tidak curiga. Setelah sampai di belakang kelas kami sepakat untuk memanjat tembok yang tingginya kira-kira 3 meter. Sebelum memanjat kami semua musyawarah dulu kita ini perginya kemana? nongkrong di warung atau pergi ketempat lain.
“Kita nongkrong di warung saja”. Celetuk temanku
Pembuktian kalau kita semua itu masih cinta dengan pelajaran maka kami semua mempraktekkan apa yang pernah di terangkan guru di dalam kelas. Di saat pelajaran PPKN tentang masalah gotong royong. Maka di hari ini aku berserta teman-temanku mempratekkanya dengan saling membantu pada saat memanjat tembok. Sungguh mengasyikan memang.
Jumplah kami tak banyak cukup lima orang saja. Meskipun sedikit akan tetapi dalam masalah apapun selalu bergotong royong. Menyontek bersama saat ujian. Bersama menghajar kakak kelas yang sok pintar dan berkuasa. Bersama dalam mengoda adik kelas yang cantik agar mau di jadiin pacar.
Ketika sampai di warung temanku mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Yang di bungkus dengan rapi.
“Bro aku ada barang bagus, mungkin kalian belum pernah mencobanya. Mau nggak?” tawar temanku sambil menunjukan bungkus rokok kepada kami semua.
“Ala..h cuman rokok apa istimewanya”.
“Ya memang bukusnya rokok tapi dalamnya bukan sembarang rokok. Ini cimeng”.
“Apaan tuh….? Celetuk teman sebelahku
Kami semua berkumpul pada tempat biasa yaitu meja makan yang paling belakang dan siswa-siswa yang lain tak ada yang berani menduduki meja tersebut. Jika apabila kami tak ada di situ maka dengan otomatis meja itu tak ada yang mengisi kosong.
“Kamu ini, hari gini tak tahu apa yang dinamakan cimeng tolong di jelaskan”.
Dengan bergaya guru yang lagi menerangkan Andre salah satu teman kami yang sangat kuat jika sudah meneguk minuman keras. Satu botol saja dia tak mabuk. Karena biasa mungkin.
“Cimeng tuh, sebangsa rokok yang tembakaunya terbuat dari daun ganja yang kalau di hisab bikin kita terbang melayang ke awang-awang”.
“O…..ooo bilang dari tadi dong….!”
“Dari pada berdebat terus lebih baik kita nikmatin bersama cimeng ini” ajak Fahmi yang telah membawa bungkusan tadi.
Setiap orang mendapat jatah satu persatu. Tak terkecuali aku. Sebenarnya ketika menerima lintingan ganja tersebut dalam hatiku masih ada rasa kurang enak. Ya maklum lah karena baru pertama kali. Kalau menolak nanti di katain nggak setia kawan bisa-bisa berabe. Demi sebuah kebersamaan. Kalau hanya sekedar menghisap daun ganja aku mau, tapi jika sudah berbau minum-minuman keras aku tak bakalan mau. Dan semua teman-teman telah menetahui prinsip yang aku pegang. Teryata apa yang dijelaskan Andre tadi ada benarnya. Setelah mengisap pikiran akan melayang-layang seakan terbang di awang-awang. Memang karena aku saja yang menghisab baru dapat setengah dari puntungnya kepalaku sudah pusing tujuh keliling. Mata seakan berkunang-kunang tak karuan.
Begitulah rutinitasku jika dalam kelas tak ada pelajaran alias kosong. Tidak itu saja ada pelajaran pun jika nggak suka maka melesat entah kemana yang terpenting adalah nggak berada di dalam kelas. Kebanyakan dari semua temanku pelajaran yang paling tidak di sukai adalah matematika. Karena pelajaran tersebut membuat saraf otak tegang dan kepala pusing karena satu jam pelajaran hanya berkutat pada angka dan angka. Membosankan.
Mbambung nama lain dari bolos sekolah. Apabila ketahuan oleh guru maka ujung-ujungnya adalah di gelandang ke kantor seperti para tahanan yang ketahuan telah melaksnakan kejahatan criminal. Di intrograsi habis-habisan entah di ancam tidak dinaikan kelas lah. Orang tua di panggil di suruh datang kesekolah dan masih banyak lagi agar kami semua merasa jera oleh ancaman itu. Tapi yang namanya anak bandel tetap bandel di depan guru yang menyidangnya. Mendengarkan semua nasehat yang telah di lontarkan akan tetapi tidak ada yang membekas sedikit pun dalam pikiran apalagi hati. Masuk dari telinga kanan keluar dari telinga kiri. Semua nasehat dan ancaman seperti angin yang berhembus. Sekedar lewat saja.
ఇఇఇ
Begitulah keadaanku ketika menempuh pendidikan di perguruan Ad-Darul. Bukan mementingkan pelajaran malahan mementingkan hura-hura yang tak jelas arahnya. Kalau orang memandang suka hura-hura dalam ujian nasional kami semua lulus tidak ada yang tidak lulus. Karena dalam mengerjakan soal kebersaman selalu dibawa gotong royong di buktikan. Jika ada salah satu dari kami yang tidak bisa mengerjakan soal maka yang bisa wajib membantunya. Tidak bisa tidak.
Dan waktu yang ditunggu-tunggu telah datang yaitu pembagian ijasah sebagai bukti kalau pernah menyelesaikan pendidikan tingkat pertama di perguruan Ad-Darul. Dan ijasah tersebut nantinya akan di pergunakan sebagai estafet untuk melanjutkan ke tinggkatan atas. Setelah peristiwa pembagian ijazah kami semua berpencar mencari jalannya sendiri-sendiri. Ada yang melanjutkan tetap di perguruan Ad-Darul sebab perguruan ini juga mempunyai lanjutan atas dan lebih di kenal dengan MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan) dan MAU (Madrasah Aliyah Umum). Memang ada pembedaan agar siswa dapat memilih sesuai dengan kapasitasnya sendiri-sendiri tanpa ada campur tangan orang lain.
Apabila tak mau ambil pusing maka pilihan di tentukan untuk melanjutklan di perguruan yang sama. Banyak dari teman-teman sekelasku yang lebih memilih melanjutkan di di perguruan di Ad-Darul. Akan tetapi bagiku hidup adalah sebuah pilihan mau kemana kita nantinya yang menentukan adalah kita sendiri bukan orang lain. Maka aku putuskan untuk pindah dan melanjutkan ke perguruan baru yang lebih menantang dan teman-teman yang berbeda-beda.
ఇఇఇ
Entah apa yang menuntunku hingga membuat pilihan untuk hijroh kekota santri sebutan pada desa yang banyak pondok pesantrennya. Tepatnya adalah desa Kajen desa yang terletak sebelah utara dari kota Pati. Mungkin bertolak belakang dengan apa yang pernah aku jalani di perguruan Ad-Darul. Hal itu terbukti ketika aku pertama kali menginjakan kota santri dan mondok di pondok pesantren Al –Faruqi. Teryata di pesantren tersebut banyak temanku yang dari perguruan Ad-Darul teman sekelas bukan teman yang ikut buat onar. Tak mungkinlah temanku yang dulu suka buat onar dan suka minum-minuman keras pergi kepondok dan menyandang predikat santri. Kecuali aku, yang dulunya suka buat onar dan menjaili orang lain sekarang mau mondok dan menjadi santri suatu keanehan bukan. Tapi namanya manusia itu dapat berubah-rubah sesuai dengan keinginannya dan izin dari tuhan yang maha kuasa. Sebab manusia di lahirkan kedunia dalam keadaan merdeka. Yang dimaksud merdeka di sini bebas menentukan pilihan. Mau senang, susah tergantung manusianya sendiri-sendiri.
Bukan sambutan yang meriah melainkan sambutan yang membingungkan. Karena temanku sendiri merasa heran ketika melihat aku berada di pondok Al-Faruqi.
“Apa….. bener kamu ini Amri?”selidiknya sambil mengamati wajahku kalau nanti salah orang.
“ Ya benerlah emangnya siapa lagi kalau bukan aku temanmu yang dulu ketika berada di perguruan Ad-Darul selalu bikin olah”.
“Ini ceritanya tobat ya….?
“Nggak tahu lah Rob yang pasti aku kepengen mencari sesuatu yang baru dan bermanfaat bagiku kelak”.
Sore itu aku dan Robi berbicang-bincang panjang lebar hingga adzan magrib di kumandangkan. Kami menjadi lebih akrab ketimbang dulu ketika masih dalam satu ruangan kelas. Meskipun setiap hari sering bertemu akan tetapi berbicara hanya ada perlu saja. Karena bangkunya jauh dari bangku yang aku duduki. Dia termasuk golongan dari orang baik-baik dan manut maka bangkunya didepan sedangkan yang sulit di atur maka tempat duduknya dibelakang.
“Ah…..masa lalu biar lah berlalu dan sekarang yang terpenting adalah kita harus menyonsong masa depan yang lebih baik dari hari ini”. Ucapku pada Robi sekaligus sebagai penutup obrolan kami dan memenuhi panggilan sang pemberi kehidupan.
Baru satu bulan berada di pondok jenuhnya bukan main. Kepengenya pulang saja dan berkumpul bersama teman-teman yang dulu. Meski untuk pertama kali rasanya tidak nyaman aku harus mempertahankannya karena ini sudah menjadi pilihan. Dan aku tidak boleh kalah dengan pilihanku sendiri.
Tidak hanya Robi saja yang berada di pondok Al-Faruqi ada Yono, Ahmad yang dulunya juga sama-sama satu almamater di perguruan Al –Darul. Dengan adanya teman-teman tersebut aku menjadi lebih krasan ketimbang hari pertama aku menginjakan kaki di kota santri. Ketika pertama kali dulu perasaanku nanti punya teman nggak?dan ada yang dapat aku mintai bantuan jika perlu sesuatu. Teryata kekawatiran-kekawatiran tersebut. Hanya sebuah perasaan saja. Aku pun telah menemukan dunia baru dengan penuh kenyamanan dan kedamaian. Saling tolong menolong di dalam kebaikan.
Hampir setiap ada waktu luang dan tidak ada kegiatan mengaji aku selalu berkumpul dengan teman sekelasku dulu. Bercerita penyebabnya apa hingga aku bisa masuk kepesantren yang nota bene bertolak belakang dengan kelakuanku dulu. Di pesantren tersebut aku tidak hanya mondok mengaji melainkan juga bersekolah melanjutkan tingkatan atasku. Karena di kota santri banyak perguruan maka aku memilih perguruan yang tertua dan yang paling dekat dengan pondok. Perguruan itu adalah Al- Falah. Sebuah lembaga pendidikan yang membuat kurikulum sendiri, tanpa mengekor dengan kurikulum Negara. Ijasah pun di buat sendiri, meski begitu serba mandiri kualitas anak didiknya dapat di andalkan dalam bidang ilmu keagamaan.
Lembaga pendidikan ini mempunyai visi dan misi mempersiapkan kader-kader manusia yang Sholeh Wal akrom. Sedang mata pelajarannya lebih di tekankan kepada ilmu-ilmu agama dan pengkajian kitab kuning. Tapi tidak meninggalkan ilmu umumnya. Pelajaran ilmu agama seperti tasawuf, fiqih yang menggunkan kitab klasik, usul fiqh dan masih banyak yang lain. Sedang untuk mata pelajaran umum ada psikologi, sosiologi, matematika yang selalu membuat saraf tegang dan administrasi pendidikan maupun perkantoran.
Awalnya aku memasuki perguruan Al-Falah ada perbedaan. Masalah pelajaran otomatis. Tapi dalam ruangan kelas tidak ada murid ceweknya dalam satu kelas cowok semua. Mungkin perguruan ini masih berpegang teguh dengan prinsip agama yang melarang bertatap muka atau bercengkrama dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya. Dengan begitu maka tradisi agama Islam masih terjaga dengan utuh.
Ketika pertama kali aku memasuki ruangan kelas. Wajah asing semua yang tampak dan rata-rata muridnya rumahnya jauh-jauh ada yang dari luar pulau jawa seperti Kalimantan dan sekitarnya. Yang dari ibukota pun ada. Dari ibu kota ini susahnya bukan main apabila ada pelajaran kitab kuning. Tidak bisa memberi makna disebabkan tidak mengetahui bahasa jawa. Hal itu untuk pertama kalinya. Jika sudah satu bulan atau pun dua bulan maka akan terbiasa.
Untuk pertama kalinya aku masih buta dengan adanya organisasi di perguruan ini. Aku masih beranggapan kalau anak organisator sukanya nampang dan cari nama biar terkenal gitu..! anggapan yang melakat dalam otakku ketika masih di perguruan Al-Darul kini telah pudar. Di karenakan organisasi di perguruan ini antara yang anak cowok dengan anak cewek di bedakan. Maka tak mempunyai kesempatan ikut organisasi hanya berorentasi untuk nampang dan mencari pacar. Lha wong dalam satu perguruan yang pergi sekolah cowok semua.
Benar apa yang di katakana pepatah jangan terlalu membenci nantinya akan jadi kebutuhan. Mungkin pepetah tersebut sesuai denganku. Dulu aku begitu benci dengan apa yang dinamakan organisasi apalagi orang-orangnya. Tapi sekarang organisasi adalah sebuah kebutuhan yang sulit aku tinggalkan.
Berawal masukanya aku dalam organisasi tak lain ajakan temanku pada saat mau liburan cawu pertama. Perguruan ini masih setia dengan evaluasi pelajaran yang menggunakan system cawu. Padahal system itu sudah di ubah menjadi semester pasca tubangnya orde baru.
Dalam papan pengumuman yang di tempelkan di dalam kelas ada sebuah pamlet yang menerangkan mengajak semua siswa untuk mengikuti pelatihan training jurnalistik yang di adakan oleh Hisfa (Himpunan siswa al-Falah) nama lain dari osis (organisasi intra sekolah). Dan yang bertanggung jawab adalah seksi penerangan. Di karenakan seksi penerangan ruang lingkupnya sebagai seksi informasi yang memberitakan tentang apa-apa yang akan di adakan oleh Hisfa. Pemberitaannya pun banyak alternative ada yang lewat madding (majalah dinding) ada yang di umumkan dari satu kelas ke kelas yang lain. Tidak hanya itu saja menggunakan pengeras suara agar dapat di dengar seluruh siswa Al-Falah. Dengan catatan apabila menggunakan pengeras suara jangan pada saat waktu jam pelajaran berlangsung. Melainkan pada saat pergantian mata pelajaran dan diwaktu istirahat.
Dikarenakan liburan cawu pertama aku tak mempunyai plaining apa-apa maka karena ajakan teman satu pondok yaitu Manaf untuk mengikuti training jurnalistik. Berlandaskan rasa penasaran itulah aku mengikutinya. Dengan tujuan yang sangat sederhana sekali yaitu mencari pengalaman.
Hari yang di tunggu-tunggu telah tiba. Ujian cawu telah usai. Dan banyak dari santri yang tergesa-gesa mempersiapkan pakaiannnya untuk pulang. Jika siangnya sudah pulang maka semua keperluan bekal dibawa pulang di persiapkan pada malam hari. Semua santri pondok Al–Faruqi sibuk sendiri-sendiri. Sedangkan aku hanya santai-santai. Pulang nggak pulang bukan masalah karena liburan ini aku akan mengikuti training selama liburan berlangsung.
ఇఇఇ
Malam ini langit Kajen begitu gelap. Tak ada cahaya bulan dan bintang. Semuanya seakan lenyap dan bersembunyi di balik awan hitam. Bangunan gedung perguruan Al-Falah masih berdiri dengan kokohnya. Tulisan mempersiapkan insan yang sholih walakrom masih setia bertengger di kubah. Sekilas jika di lihat dari kejahuan bagunan perguruan Al-Falah seperti sebuah masjid. Dikarenakan di depan gedungnya berdiri tegak kubah yang menjadi pembeda bangunan-bangunan lain yang berada di wilayah kota santri dan sekitarnya.
Di perguruan Al-Falah meskipun malam aktifitas murid-muridnya selau ada. Entah di malam hari mengadakan ceramah ilmiah, bedah buku, sidang bagian, musyawarah rutinan yang dilaksanalan setiap malam Rabu. Tak heran perguruan ini selalu ramai. Yang meramaikan tak lain adalah para organisatoris. Karena waktu kumpulnya dengan sesama organisator hanya pada saat malam hari. Sore hari tak mungkin karena perguruan di pergunankan proses belajar mengajar oleh anak banat dan untuk banin nya dilaksanakan pada pagi hari. Waktu luang hanya pada saat malam hari, sedangnkan waktu untuk berkumpul para organisator banat yaitu pada hari jumat. Untuk banat hari jumat tidak ada kata libur sekolah karena waktu satu hari itu dipergunakan untuk Daurah Bahasa Arab dan musyawarah kitab kuning.
Di bawah redupnya cahaya bintang aku dan teman-teman melakukan sidang redaksi. Mencari pimred bulletin Matta yang mempunyai visi dan misi media control dan analisa. Sidang dilaksanakan ala kadarnya di ruangan kelas dan tata letak jalannya sidang berbentuknya melingkar agar kru satu dengan kru yang lain bisa berhadap-hadapan. Pada sidang kali ini hanya di hadiri beberapa kru saja. Tidak keseluruhan tapi yang paling penting adalah kehadirannya kru lama yang akan menyerahkan tapuk kepemimpinan kepada kru baru.
Pemilu pemilihan PU (Pimpinan Umum) dan Pimred (Pimpinan Redaksi) dilaksankan dengan terbuka. Maksud terbuka di sini semua kru di beri kebebasan memilih pimpinannya dengan di sertai alasan yang masuk akal. Memilih tidak boleh asal milih. Setiap yang memberi suara harus menyertai argumen positif dan negatifnya nama yang telah di calonkannya.
Dengan begitu maka dalam proses pemilihan dapat di pertanggung jawabkan. Yang memilih kena tangung jawab begitu pula yang di pilih. Entah dasar apa sehungga namaku di ikutkan dalam kandidat sebagi calon pimred. Yang mengorbitkan namaku adalah pimred lama dan Pu lama. Aku hanya bisa diam ketika mendengar keputusan itu. Dalam hati aku selalu berdoa semoga aku tak ada yang memilih. Sebelum pemilihan dimulai aku terlebih dahulu untuk memberi kata pengantar.
“Terima kasih atas waktunya yang telah di berikan. Aku tak mampu bicara banyak, cukup satu pesan untuk kalian semua agar apabila memilih seorang pemimpin jangan asal-asalan. Dan asal ngikut saja. Ada pertanyan untuk kalian yang mempunyai suara. Apa aku pantas memimpin kalian? Jangan di jawab tentang pertanyaanku tadi melainkan direnungi.”
Waktu yang mendebarkan akhirnya datang juga. Dari berbagi argumen yang muncul serta berbagi pertimbangan. Akhirnya aku di putuskan menjadi pimred sedangkan yang menjadi atasan yaitu Pu teman sekelasku In’am anak Tegal. Namun kebanyakan teman memanggilnya dengan sebutan O2nd. Meskipun panggilan hanya sebuah lakoban tapi dia menerimanya dengan baik. Antara aku dengannya masuk dalam sebuah organisasi bersamaan. Tapi mengapa dia lebih pintar dari aku?. Sebuah pertanyaan prinsipil yang sering mengerayangi otakku. Bisa dikatakan kalau dia orangnya aktif dan selalu menyambut bola tidak seperti aku yang sukanya menunggu bola. Teman dalam pergaulan ketika diluar tangung jawab sebagai pengurus. Akan tetapi dalam lingkup organisasi dia menjadi pimpinanku yang harus dihormati dan jika aku melakukan sebuah kesalahan patut menerima teguran darinya.
Tak terbayangkan sebelumnya bahwa aku menjadi seorang Pimred pada sebuah bulletin sekolah yang sangat ternama untuk kalangan anak banat dan anak banin. Tapi bagaimana lagi namanya seleksi alam yang mentukannya. Orang yang terjun di dalam bulletin Matta tanpa ada unsur paksaan sedikit pun. Dia harus memutuskan pilihanya sendiri. Apabila sudah memuntuskan masuk pada komunitas Matta maka harus konsekuensinya dengan apa yang telah di pilihnya. Intinya totalitas tidak boleh setengah-setengah. Tangung jawab. Apabila menjalankan sesuatu dengan setengah-setengah maka di kemudian hari tidak akan mendapatkan apa-apa. Mengambang dan mudah terombang ambingkan oleh arus.
Dalam edisi yang aku pimpin bulletin Matta mencoba mengangkat sesuatu yang dekat dengan keseharian para siswa maupun santri. Yaitu tentang kitab kuning. Memang mulai dari zaman dulu kitab klasik ini apabila di bahas tidak pernah habis. Isinya selalu terkandung banyak hal. Mulai dari masalah social, ekonomi, Negara semuannya seakan sudah termaktub dalam kitab tersebut.
Namanya juga kitab klasik membacanya pun perlu kepandaian tersendiri dikarenakan kebanyakan kitab kuning tulisannya tidak ada yang memakai syakal, karokat alias gundul. Dan apabila ada yang ingin membacanya dan mengetahui apa yng terkandung di dalamnya maka terlebih dahulu harus mempunyai bekal atau alatnya untuk membaca. Ilmu nahwu dan shorof sebagai piranti untuk menyelami kitab klasik. Sedangkan untuk mempelajari kedua ilmu itu perlu ketekunan tersendiri.
“Bagaimana jika dalam edisi kali ini kita mengupas tuntas tentang problem kitab kuning?”
Dimanapun tempatnya seorang pimpinan harus memulainya. Dari pembukaan sidang, pembahasan dan akhir sidang yang menentukan atau memegang kendali pimpinan.
Sidang redaksi kami lakukan setelah sholat isya’ dan berakhir pada pertengahan malam. Dalam sidang redaksi tidak hanya cukup satu kali dua kali. Kadang-kadang hingga berkali-kali cuman menentukan tema besar dan rubrikasi di dalamnya.
“ Jika kita mengangkat kitab kuning maka yang dititik tekankan yang mana? Agar nantinya di dalam menyampaikan informasi kepada pembaca dengan jelas dan tidak membingungkan”. Sahut Roni yang dalam jajaran kru dia yang paling kritis maklum karena dia lebih dulu terjun di dunia keredaksionalan.
“Kalau begitu bagaimana jika kita menitik tekankan pada proses relevansinya tentang pembelajarannya yang tidak mungkin di jangkau oleh waktu yang singkat”
“Berarti kita akan mengupas tentang metode pembelajaran? dan layakkah semua yang terkandung dalam kitab kuning masih sesuai dengan zaman sekarang yang serba gila ini?”.
Perdebatan kami cukup lama tak terasa waktu sudah menunjukkan tengah malam. Meski begitu dari kami semua masih tidak ada yang kelihatan mengantuk, masih terlihat segar bugar. Padahal sidang redaksi yang hampir setiap malam kami laksanakan tidak mengunakan budget dari uang organisasi. Apabila ingin ada sesuatu sebagai penyegar diwaktu sidang maka harus mengeluarkan koceknya dari uang pribadi.
Sudah mafhum semua jika aku sebagai seorang pemimpin harus memberi contoh dalam segala hal salah satunya mengeluarkan uang iuran untuk penyemangat jalanya sidang. Jumplah uang tidak di permasalahkan besar sedikit tak jadi soal yang terpenting adalah kebersamaannya. Kalau pepatah jawa bilang makan nggak makan yang penting ngumpul.
Berhari-hari kami semua berkutat dengan persoalan kitab kuning. Setiap ketemuan dengan kru yang bertangung jawab membuat laporan tentang tema tersebut maka kami sempatkan untuk berdiskusi meskipun hanya sebentar. Guna mempertajam analisa nanti dalam penulisan dan wawancara.
Dirasa sudah cukup dengan bekal yang telah di persiapkan jauh-jauh hari yang lalu. Langkah selanjutnya menentukan jobnya masing-masing. Yang wawancara siapa saja? yang menulis naskah siapa saja?. Dengan begitu maka tidak akan muncul pelemparan tugas. Dan tangung jawab.










MATTA PRODUCTION
Dapat dikatakan bulletin Matta berkembang dengan pesat maka atas insiatif Pu lama yaitu Aziz Matta di mengubah dirinya menjadi Matta production berlandaskan. Pertama, setelah pelatihan training jurnalistik, teman yang baru menghendaki untuk menerbitkan bulletin dari masing-masing kelompok. Maka kami merubah nama dari Matta biasa yang identik dengan hanya menerbitkan bulletin Matta dengan nama Matta production. Yang mana Matta production ini yang menerbitkan bulletin Matta dan bulletin –bulletin yang lain. Kedua, karena Matta juga membawahi Embrio yaitu majalah dinding dan Embrio ini memiliki banyak sekali program, di antaranya adalah penerbitan madding di setiap minggu dan juga penerbitan bulletin. Jadi seumpama yang mengelola adalah bulletin Matta maka akan terjadi kerancuan. Masak bulletin menerbitkan bulletin? Maka kami mempunyai insitif untuk menggati managemen manjadi Matta Production.
Dan target dari Matta production untuk masa mendatang adalah menjadi Lembaga Semi Otonom (LSO). Di karenakan selama ini Matta production masih di bawah naungan seksi penerangan dan di pantau dari Hisfa. Memang kelihatannya memberontak tapi bagaimana lagi karena demi sebuah kemajuan maka semua kru dari Matta productin harus berani berubah jika tidak mau di gilas oleh perubahan. Dan sebagai persiapan menjadi LSO maka Matta production membentuk pengelola. Pemimpin tertinggi dalam PU di bawahnya pemimpin perusahaan yang bertugas mengatur sirkulasi keuangan dan mencari sumber dana. Selanjutnya Majlis Pertimbangan Organisasi (MPO) ruang lingkupnya adalah sebagai rujukan apabila dalam tubuh organisasi menemui permasalahan baik dengan organisasi lain atau permasalahan di dalam tubuhnya sendiri. Setelah itu baru pimpinan Matta, Dewan redaksi yang telakhir pemimpin redaksi Embrio.
Adapun gagasan di atas bisa mencapai kesuksesan apabila di tunjang dengan SDM, Dana, Management. Untuk pengembangan SDM meliputi pelatihan, forum ilmiah, praktek, studi banding dan yang paling utama adalah diskusi setiap bulan jangan sampai telewatkan. Sedangkan untuk memperoleh dana dari budget dari Hisfa, hasil marketing, bursa buku Hisfa yang dilakukan setiap tahun sekali yaitu pada bulan Syuro dan lain sebagainya. Dan yang telakhir adalah Management meliputi, plaining, pelaksanaan, koordinasi, supervise, dan evaluasi. Sedang evaluasi dilaksanakan bulanan, catur wulan, tengah tahun, akhir tahun.
Aku mengetahui tentang semua yang ada dalam tubuh Matta Production di karenakan seringnya berkumpul dengan para senior-senior yang selalu mempunyai ide yang cermelang. Memang aku harus menyadari bahwa pengalamanku masih jauh dari teman-teman. Mereka didalam melakukan terobosan-terobosan yang jitu selalu dapat di buktikan. Aku sedikit berbangga karena sekarang aku memasuki komunitas yang benar serta mempunyai visi dan misi kemasa mendatang. Tidak seperti dulu ketika di perguruan Ad-Darul komunitas yang aku diami teryata berorentasi pada kerusakan dan kebrutalan. Beda dengan komunitas sekarang yang orentasinya kepada kemajuan dan pengembangan masa depan agar menjadi lebih cerah.
Jika aku mengingat masa dulu rasanya geli sendiri. Dulu organisasi ibarat racun yang harus dibasmi namun sekarang organisasi adalah sebuah kebutuhan untuk bertahan hidup di masyarakat kelak. Apabila mau berfikir lebih mendalam orang berorganisasi itu, belajar berinteraksi dengan banyak orang dan mencoba memahami perbedaan. Di kereanakan dalam tubuh organisasi setiap person mempunyai karakter yang berbeda-beda. Dan untuk itu harus mampu untuk menyatukannya, membawanya dalam satu visi dan misi.
Seperti rencana awal Matta production selalu memunculkan terobosan-terobosan baru untuk membuktikan kepada para siswa dan Hisfa bahwa Matta production lahir itu tidak hanya sekedar wacana meliankan dapat di buktikan dengan riil. Salah satu pembuktian itu adalah mengadakan bedah buku yang di hadiri selurus siswa dengan mendatangkan penulisnya langsung. Program pertama mendapat sambutan yang antusias dari siswa dan malahan di dukung sepenuhnya oleh seluruh anggota Hisfa.
Dengan begitu tak menutup kemungkinan suatu saat nanti LSO dapat mencuat di permukaan. Karena selama ini semua Management yang ada di Matta production selalu bergerak di balik layar. Belum berani mencuat secara terang terangan. Masih mempertimbangkan tentang peraturan di Ad/art. Dalam Ad/art Matta production tidak tercantum. Apabila mengingingkan Matta production berserta managementnya diakui secara resmi maka terlebih dahulu harus mampu merubah Ad/ art padahal untuk merubah hal itu tidak sembarang orang. Perlu orang-orang yang berfikir kritis yang mampu mempertimbangkan masa depan tanpa harus meninggalkan masa lalu. Karena orang yang mau mempertimbangkan masa lalu adalah ciri orang tersebut mau sukses di kemudian hari. Kebanyakan orang yang sukses tak akan pernah luput dengan masa lalunya. Sejarah selalu ada. Tak pernah ada suatu kejadian menjadi wacana apabila tdak dibarengi dengan adanya sejarah yang telah menjadi saksi bisu maupun saksi tertulis.




























EMBRIO
Majalah dinding yang di beri nama Embrio. Tergolong berani di dalam menampilkan tulisan-tulisannya. Tak perduli orang yang setelah membaca tulisan di Embrio akan merasa kebakaran jenggotnya. Semua itu tak jadi soal yang terpenting adalah para penulisanya berani bertanggung jawab jika ada komplain dari pembaca.
Satu Minggu sekali madding ini berganti tema dan berubah penanpilan. Biasanya berubah pada malam Sabtu. Untuk memampilkan karya yang masuk dia mempunyai empat kotak, satu kota buat karya kelompok, satunya khusus menampilkan informasi tentang kegiatan yang dilakukan oleh Hisfa (Himpunan Siswa Al-Falah). Ada yang khusus karikatur, dan yang terakhir menampilkan opini, dan cerpen serta tulisan bebas dari siswa. Apabila tidak ada karya yang masuk maka yang bertanggung jawab untuk mengisi adalah semua kru dari Embrio.
Tak terasa tapuk kepimpinan menjadi seorang pimred telah selesai dan di gantikan oleh yang baru. Maka demi menjalin keakraban aku dengan teman-teman yang lain membuat komunitas yang di kenal dengan sebutan Komed (Komunitas Edan). Yang mempunyai agenda perkerjaan disetiap minggu harus menampilkan karya di Embrio. Bagi kami untuk membuat karya yang tampil di setiap minggunya adalah perkerjaan yang sangat ringan karena anggota Komed rata-rata pernah menjabat di Matta production. Tak heran apabila setiap priode Komed selalu menang untuk katagori madding kelompok yang productif.
Setiap kali Komed tampil yang di suguhkan kepada pembaca komplit ada cerpen, opini, artikel, karikatur dan puisi. Ada salah satu puisi yang akan membuat para organisator merasa kebakaran jengot. Setiap gerak gerik organisasi Komed selalu memantaunya. Ini puisinya.
Saat kau bilang”santai saja” akau hanya diam terpana
saat ku pinta karena kan tiba waktunya kau bilang “belum ada”
kini telah tiba waktunya kau bilang “maafkan saya”kau begitu tega
mau tak mau ku jalankan semua walau tanpa dana terpaksa “utang dulu aja”
kau bilang nanti pasti ada !!! ku harus menanti berapa lama?!!!
ku bilang kau ini teledor kau tak mau tau dengan semua itu
kau suruh kami giat kau sendiri kerjanya selalu telat
salah kalian ku yang menanggungnya benarku kalian yang memilikinya
ku ingin bergerak tapi kalian dorong tanpa sedikit menolong
kalian ini diam tapi tak sedikit pun mau memikirkan
saat jurnalistik terkatung-katung kalian hanya bilang”untung”
hai orang-orang organisator……..
siapa pun yang memilih kalian dan dalam bentuk pilihan apapun
bersatulah !!!!!!!!!!!
inilah waktu kalian
inilah zaman kalian
perang melawan kemerosotan
dimana-mana telah dicanangkan
hanya kalian pejuang-pejuang harapan
penakluk sejati kemerosotan ini
pancangkanlah panji-panji semangat kalian
di tengah-tengah mereka
di benak-benak mereka
iming-imingi mereka agar ingin menjadi seperti kalian
dengan impian-impian berjuta harapan
pancinglah mereka-mereka yang hanya diam
menjadi atau merasa setengah diam
lalu benamkan mereka kembali dalam-dalam
kelembah kemerosotan yang paling dalam dan mencekam
biar kalian tak pusing-pusing lagi
biar kalian tak di ganggu lagi
biar kalian tak diojok-ojokin lagi
biar kalian tak dikritik lagi
biar kalian enak bertindak sesuka hati
karena cepat atau lambat mereka akan mati sendiri
hai orang-orang organisator…..
bagaimana pun cara terpilihnya kalian
dari orasi, opini, argumentasi atau ahli dalam organisasai
bersatulah!!!!!!!!!
terus sikatlah semua
terus babatlah mereka
benamkanlah mereka
gilas segalanya
apa itu nurani?!!!!!!
apa itu akal budi?!!!!
ciptakanlah opini, kuatkanlah argumentasi
agar tak kelihatan buatlah sedikit puisi
kemerosotan hanya bisa di hapuskan
dengan menelan mereka yang keterlaluan
dan yang setengah terlalu
organisasi sederhana baik-baik saja
hanya bisa di rekayasa
oleh mereka yang benar-benar manusia
jangan beri mereka haknya
tapi kuyakini kini bahwa kalian tak begitu sebenarnya
ku hanya lihat kenyataan bukan kalian
Puisi ini terinspirasi dengan keadaan Hisfa dalam menjalankan roda kepengurusan. Bukannya tambah berkembang melainkan indikasinya merosot. Coba bayangkan di saat seksi penerangan akan melaksankan training jurnalistik dana dari Hisfa belum cair banyak alasan yang di kemukakan hingga membuat telinga menjadi panas tak karuan. Meski tanpa dana seksi penerangan harus bisa menjalankan program yang sudah dicanangkan dan di publikasikan pada semua murid perguruan Al-Falah. Demi sebuah pertangung jawaban kepada siswa maka solusi yang diambil adalah dengan merogoh uang saku pribadi sendiri.
Mungkin apabila organisasi lain tanpa dana yang keluar maka program yang di canangkan tidak akan berjalan sama sekali. Itu pasti. Karena dana adalah salah satu jantung organisasi. Memang Komed jika menulis sesuka hati anggotanya. Tulisan pedas, kritikan yang nggak manusiawi pasti akan ditampilkan oleh Embrio. Karena semua kru Embrio tak lain adalah dulunya teman di Matta production.
Sebenarnya agenda yang dimiliki oleh Komed tidak hanya menerbitkan madding setiap minggunya. Melainkan belajar bersama pun menjadi prioritas utama. Dalam urusan belajar yang paling pintar di Komed adalah Rai dia setiap tahun selalu teladan sekolah bahasa arabnya bagus. Shiro juga bagus. Akan tetapi dia malas untuk belajar tekun. Belajarnya hanya ketika mau menghadapi ulangan atau ujian cawu.
Mungkin apabila ada yang melihat akan merasa iri. Karena Komed dalam melakukan sesuatu selalu kompak. Dalam hal positif tentunya. Ngopi pun bersama. Pernah ada salah satu anggota Komed yang uang makannya telah habis. Sedangkan yang masih mempunyai uang makan lebih harus menolongnya. Seperti keluarga. Susah senang bersama-sama.
Karena sudah seperti keluarga maka tak jarang apabila dari salah satu dari anak Komed mempunyai permasalahan atau musibah maka yang lain ikut merasakan. Tidak ada yang di sembunyikan sudah saling percaya. Satu sama lainnya saling tahu sebab anak Komed sudah menjadi satu tubuh.

















WARUNG KOPI
Perempatan begitu ramai padahal jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Banyak orang yang berseliweran menuju makam waliluallah Ahmad Mutamakin. Ada yang datang dari luar daerah dan penduduk setempat. Makamnya selalu ramai dengan suara-suara kalam ilahi yang di baca orang yang sedang menghapalkan alquran.
Di sekitar makam tidak ada kata siang malam. Semuanya sama antara siang dan malam tidak ada bedanya masih banyak warung yang berjualan. Warung buka 24 jam nonstop. Dengan begitu apabila ada santri yang malam-malam perutnya keroncongan minta di isi, dengan mudahnya mencari pengganjal perut agar tidak demo lagi.
Meskipun banyak warung yang buka. Aku dengan semua anak Komed sukanya minum kopi depan toko Himmah. Warung kopi miliknya bek Khot. Hingga pemilik warung mejadi akrab karena seringnya. Pernah aku dengan Shiro ngopi hingga adzan subuh di kumandangkan. Setelah mendengar panggilan ilahi baru kami berdua beranjak pergi menuju masjid untuk bersimpuh bersujud kepada yang memberi kehidupan.
“Acara selanjutnya sekarang apa?” seloroh Rai
Mulai dari setelah isya’ tadi kami berkumpul di perguruan Al-Falah biasa belajar bersama. Semua pelaturan pondok yang di canangkan bagi kami tidak ada artinya. Karena peraturan dibuat untuk dilanggar dan di taati. Jika menaatinya kita tak mampu maka harus salah satu yang di pilih yaitu dilanggar.
Karena kelakuan kami yang sering tak mau nurut para pengurus pondok menganggap kami semua adalah virus yang harus di musnahkan sampai keakar-akarnya.
“Bagaimana kalau kita ngopi?” timpal Shiro yang paling demen sekali ketika mendengar kata ngopi. Sebab dia paling betah kalau diajak untuk bergadang hingga pagi.
“Dimana?”
“Tempat biasa, bek Khot…..!” lanjut O2nd.
Akhirnya kami semua pergi meninggalkan perguruan untuk menuju warung kopi yang selama ini telah menjadi tempat menghilangkan kepenatan. Tempat curhat tentang pujaan hati, keluarga dan masalah lainnya. Tak jarang tempat itu juga di jadikan untuk berdiskusi.
Aku dan dengan para temanku berjalan meliwati pondok Al-Faruqi dengan santai tanpa merasa ada dosa sedikit pun padahal jarang mengikuti kegitan mengaji. Bukan karena merasa pintar melainkan sudah jenuh. Masak setiap hari kegiatannya itu-itu saja. Habis jamaah mengaji. Terus menerus setiap hari. Seperti robot tidak mempunyai kreatifitas sama sekali.
Jalan untama pergi kewarung kopi harus melewati pondokku. Antara perguruan Al-Falah dengan pondok Al-Faruqi bergandengan. Tapi aku tak perduli. Mau bertindak begini atau pun bergitu terserah hatiku. Ketika aku meliwati pondok banyak mata yang memandang mungkin pengurus pondok. Tanpa menoleh sedikit pun dan tetap melanjutkan perjalanan.
“Bek kopi pahit empat”.
Sambil menunggu kopi yang di buat. Kami duduk berhadap-hadapan di atas tikar. Ngomrol sana-sani tak tentu arah tujuan yang dibicarakan. Dan sesekali di selingi tawa.
“ Ada kabar apa tentang Nuril Ro?” Tanya Rai
“Baik-baik saja”.
Kami semua sudah terbiasa jika sudah kumpul sering bertanya hal-hal yang sangat pribadi entah urusan pacar atau yang lain hanya untuk keakraban. Dan keluarga pun sering kami ceritakan.
“Di antara kita yang paling payah adalah Rai, masak surat menyurat sama Asyiah mulai dari kelas dua tsanawiyah hingga hampir lulus belum juga tahu batang hidungnya seperti apa? lucu bukan?...ha…..ha…..” ledek O2nd sambil menghisap rokok dalam-dalam.
Rai yang kena ledekan hanya diam dan tersenyum kecil. Dia memang begitu dari sekian anak Komed Rai lah yang paling pintar. Tapi dia sering dikatakan konservatif, ortodok pokoknya jika berdiskusi selalu mengeluarkan dalil-dalil sebagai fatwa. Begitulah dia yang kemana-mana selalu bawa kitab kuning. Ngopi saja juga membawa kitab kuning. Ada kitab kuning ya ada dia. Apa tidak bosen ya?. Gimana mau bosen sudah terlanjur cinta.
“Kopi….kopi yang pesan tadi siapa?”
“Itu ambil kopinya suruh Shiro sambil menyenggol tanganku”.
“Iya….”
Aku pun langsung berdiri menuju pusat suara. Untuk mengambil kopi pahit yang sudah kami pesan tadi.
“Bek rokok Djarum satu bungkus”.
Apabila ngopi tidak di barengi dengan merokok terasa kurang sekali. Ampang hawanya. Sedangkan nikmatnya merokok apabila di kasih leletan. Begitu nikmat saat di hisap. Aku paling betah jika minum kopi ada rokoknya. Satu cangkir kopi mampu bertahan hingga berjam-jam lamanya.
Diantara kami semua kisah cintanya lucu-lucu. Ada yang bertepuk sebelah tangan ada pula yang mendapat sambutan. Yang paling memalukan adalah tidak berani mengungkapkannya. Yaitu kisa cintanya O2nd dengan Imade. Perkenalan mereka dimulai dari organisasi. Asal muasalnya hanya sekedar kenal biasa. Namun lama kelamaan menjadi simpati dan berujung jadi rasa cinta. Entah apa yang di sukai O2nd dari Imade. Namanya juga orang cinta ya tak dapat di jelaskan secara rinci karena cinta itu datangnya dengan sendirinya.
Imade memang berbeda dengan kebanyakan cewek lain. Kalau kebanyakan cewek penampilan adalah yang paling utama dan harus diutamkan. Berbeda denganya penampilan bukan hal utama. Tak heran jika dia sedang keluar kelihatan wajahnya tanpa polesan bedak sedikit pun. Dia percya diri sekali. Cuek bebek. Mungkin konsep yang telah pakai.
Pernah suatu ketika aku melihat dia sedang belanja pada sebuah toko. Aku tekejut dengan penampilannya. Bukan karena kebanyakan memakai bedak atau lipstick, melaikan dia memakai sarung yang bermotif untuk sarung cowok. Dia santai dengan penampilan itu seakan tak mau tahu tentang komentar orang yang melihat. Begitulah sosok wanita pembeda yang sangat di gandrungi oleh mantan Pu ku.
Ya memang menurutku sosok perempuan seperti dia adalah idaman banyak kaum Adam. Karena sifatnya yang nggak banyak menuntut selalu tampil apa adanya. Tidak aneh-aneh seperti kebanyakan kaum cewek di zaman sekarang.
“Ah…. Begitulah cinta yang bisa membuat orang sadar menjadi tidak sadar. Dan menjadikan manusia setengah gila”. Ucapku sambil menghisap rokok yang sudah aku beri leletan kopi.
Dibawah terangnnya cahaya bulan dan dinginnya hembusan angin malam. Aku dengan teman-teman masih asik ngobrol tak peduli dengan waktu yang sudah menunjukan lebih separuh dari malam.
Aku pun bercerita tentang nasib cintaku terhadap teman sekelasku ketika berada di perguruan Ad-Darul. Aku baru mengetahui kalau cinta datang setelah perpisahan. Kadang aku berfikir apa yang membuatku hingga jatuh hati terhadap Faizatin padahal dulu ketika dalam satu ruangan tiap hari bertemu tak merasakan apa-apa. Namun kini setelah berpisah dan bertemu hanya sekali kalau beruntung saat dia akan pergi ke makam. Rasa cintaku terhadapnya semakin mengebu-ngebu. Rasanya tersiksa sekali apabila tak mendengar kabarnya sehari saja.
Tapi aku lebih berani ketimbang sahabatku O2nd. Dia jatuh cinta dengan Imade nggak berani mengungkapkannya. Dan memendamnya dalam hati saja. Lain halnya dengan diriku jika aku sudah jatuh cinta maka sebisa mungkin aku mengatakannya. Entah nanti bagaimana yang aku dapat di tolak atu di terima itu urusan belakangan. Paling penting buatku adalah orang yang aku cintai mengetahui jika ada yang berusaha menawarkan tangan cinta buatnya.
Aku masih mengingatnya dengan jelas bagaimana waktu mengungkapkan rasa cinta terhahadap Faizatin. Tidak langsung berbicara kepada orangnya melainkan lewat selembaran kertas yang aku tulisi dengan untaian jiwa orang lagi mabuk asmara. Dan yang menyampaikan suratnya sahabatku Robi. Rasa maluku telah merajai semua keberanian yang ada dalam jiwa hingga tak mampu untuk memberikan langsung.
“Rob liburan cawu besok rencananya pulang nggak?”
“Pulang …emang ada apa?”
“Aku mau nitip sesuatu terhadapmu?”
Sahabatku itu tidak langsung menjawab. Dia diam sejenak kelihatannya berfikir.
“Apa yang akan kamu titipkan padaku?”selidiknya
“Nggak apa-apa cuman surat saja”.
“Surat apaan, dan untuk siapa?”
“Untuk Faiz isinya pun biasa saja, nggak aneh-aneh, mau kan…..?”
“Iya…”
Aku sedikit lega karena sebentar lagi rasa cintaku akan tersalurkan kepada cewek yang selama ini telah memasung hatiku hingga dalam menjalankan keseharian selalu dihantui bayang-bayang wajahnya yang cantik. Kalau boleh jujur dia adalah cinta pertamaku karena selama di perguruan Ad-Darul aku nggak pernah jatuh hati kepada seorang cewek. Berbeda lagi dengan Faiz dalam urusan percintaan di paling mahir karena setahuku selama di Perguruan Ad-Darul dia sering gonta-ganti pasangan. Namun mengapa aku jatuh cinta terhadapnya padahal dulu dia begitu? Tidak menutup kemungkinan dia akan berkelakuan sama.
“Manusia itu bisa berubah” hiburku dalam hati.
Sengaja liburan cawu ini tak pulang kerumah hanya suratku yang melayang menuju kediaman jiwaku. Di dalam pondok yang sepi karena telah di tinggal sebagian santrinya untuk pulang melepaskan kangen terhadap keluarga maupun pacar. Aku hanya diam seorang diri. Pikiran dan perasaan melayang terbang keawang-awang bertanya-tanya apakah cinta yang aku tawarkan terhadap Faiz nantinya disambut dengan lapang atau malah di buang dengan tenang.
“He…ayo kita kembali ke pondok” ucapnya Rai mengagetkanku yang lagi mengingat kisah cinta yang aku alami
“Jangan bercerita terus di simpan buat besok” lanjutnya
Akhirnya salah satu dari kami pergi untuk membayar. Sebelum kembali ke pondok terlebih dahulu mampir ke makam syeh Ahmad Mutamakin untuk membaca alquran maupun tahlil. Meskipun sudah larut malam. Bukan larut malam tepatnya hampir subuh. Di dalam makam masih banyak santri yang membaca alquran dan ada juga yang mnghafalkan Alfiah untuk memburu target setoran. Dapat dilihat anak yang menghapalkan alfiah pasti siswa perguruan Al-Falah karena hanya perguruan itu saja yang mewajibkan siswanya untuk mengahapalkan. Jika tidak menghapakan jangan harap bisa naik kelas. Syarat mutlak yang tidak bisa di toleransi sedikit pun.
Subuh sebentar lagi akan menyapa. Maka aku dengan teman-teman membaca alquranya hingga mendengar adzan subuh di kumandangkan. Dan ketika sudah selesai sholat subuh maka acara selanjutnya adalah mencari tempat yang aman untuk mencicil tidur agar nantinya ketika berada di kelas tidak mengantuk. Karena bagiku tidur setelah subuh sudah menjadi pengobat karena semalaman tidak memejamkan mata. Pembalasan.




KOMED
Karena perkumpulan kami yang selalu berbuat yang aneh-aneh maka pada suatau malam yang dingin. Diwarung kopi tempat biasa mangkal. Aku, Shrio,Rai, Roni, Zakka, O2nd meresmikan perkumpulan kami dengan nama yang lebih akrab dengan sebutan Komunitas Edan (Komed) yang mempunyai orentasi ngubek-ngubek pikiran orang lain. Jangan heran kalau anak Komed rata-rata pandai bicara di forum ilmiah maupun non ilmiah. Sebab seringnya berdiskusi.
Jika Hisfa mengadakan kegiatan yang berbau pemikiran entah ceramah ilmiah maupun diskusi yang selalu meramaikan pasti anak Komed. Hingga dalam sidang MPS (Majlis Permusyawatan Siswa) yang selalu membantai mandataris (Hisfa) dengan membrondong berbagai pertanyaan tentang tangung jawabnya sebagai pengurus.
Pernah ada dana yang kurang jelas dan laporan yang diserahkan kurang mendetail tanpa pikir panjang MPS langsung menolaknya dengan tegas. Biar bagaimana pun MPS kedudukannya lebih tinggi ketimbang Hisfa. Kalau dalam system Negara MPS sama juga dengan MPR.
Namanya juga Komed dalam bercinta pun selalu yang aneh-aneh. Masak berlomba untuk mendapatkan satu cewek. Jika berlombanya dengan orang lain tak jadi soal. Tapi berlomba dengan teman sendiri. Tidak hanya itu saja cara berpaikaian pun awut-awutan kurang dirawat. Kadang sampai empat hari nggak mandi itu biasa. Malahan ada yang kemana-mana selalu bawa tas sandatan kecil yang di dalamnya berisi Ponds, sikat gigi, pembersih muka. Aneh kan? Seperti anak cewek saja. Yang berkelakuan begini tuh Shiro anak Ungaran. Putranya seorang kiai, dapat dikatakan dia itu Gus meski begitu otaknya cerdas jarang belajar akan tetapi jika guru menerangkan otaknya cepat menampungnya dan memahaminya. Karena gilanya minta uang sama orang tuanya saja pernah menggunakan proposal. Menjelaskan dengan rinci kebutuhan apa saja yang diperlukan satu bulan ini dan bulan mendatang. Kayak mengajukan uang terhadap Negara saja menggunakan proposal.
Aku dan Shiro ini dapat dikatakan satu tubuh dan satu kata. Kemana mana selalu berdua. Tapi masih normal bukan homo lho...! makan berdua, ngopi berdua kadang pula jika kiriman dari rumah telat maka terlebih dahulu mengunakan uang salah satu dari kami. Waktu itu pernah uang kirimannya Shiro telat dan aku tak mempunyai uang. Namun lebih mujur aku karena masih mempunyai kos makan tak punya uang namun masih bisa makan. Sedangkan Shiro sudah tak punya kos makan kiriman tak datang-datang.
“Ro kirimanmu belum datang ya…..?”
“Belum”
“Ya udah jangan di pikirkan nanti kamu makannya sama aku saja. Jatah makanku bungkus dan kita makan berdua, gimana?”
“Terserah kamu saja, yang terpenting aku bisa makan” ucapnya
Akhirnya, berhari-hari aku selalu makan berdua dengan dia, setiap kali jam makan aku selalu menyuruh temanku untuk membungkusnya sedangkan aku sendiri tidak pergi ke kos makan. Nanti kalau aku pergi kekos makan berarti jatahku tidak bisa dibungkus dan nasibnya Shiro gimana?
Sudah lama menunggu akan tetapi kirimannya Shiro belum juga datang. Dia mengajakku untuk pulang kerumahnya untuk mengambil uang.
“Am, besok ada liburan tiga hari apa kamu mau kuajak pulang kerumahku?”tanyanya
“Ro kamu ngerti nggak kalau aku tak punya uang, dan kamu sendiri juga. Mau pinjem sama teman? Rata-rata temen kita semua lagi kangker (kantong kering). Trus umbalnya pakai apa?”
“ Masalah itu jangan di pikirkan kita bonek saja nanti jam dua siang kita pergi ke pom bengsin disitu ada mobil pertamina yang sedang mengisi bahan bakar. Kita numpang mobil tersebut hingga di Pati bagaimana?”
“Terserah kamu saja, jujur aku belum pernah melakukan hal segila itu”
Dalam urusan jalanan pengalamanku jika dibandingkan deng Shiro dangkal sekali. Karena dia sering keluar, keluyuran jika ingin pulang tidak mempunyai uang maka jalan yang terakhir adalah bonek. Katanya sih menyenangkan bonek itu, bebas mengespresikan apa saja.
Jam dua kami memang pergi ke pom bengsin ada mobil milik pertamina yang lagi mengisi bahan bakar. Kami menungguinya hingga selesai setelah itu bilang sama supirnya untuk ikut sampai di Pati dan sopirnya mengijinkan.
Tak terasa lajunnya mobil telah mengantarkanku hingga di Pati di bawah lampu merah. Di lampu merah adalah tempat yang sangat setrategis untuk bonek. Tanpa minta izin dulu jika truk atau mobil dialer lagi berhenti langsung naik. Bilang sam,a sopirnya mau ikut keSemarang. Mendapat izin atau pun tidak tak peduli.
Benar apa yang dikatakan Shiro di atas truk kita bebas berteriak sesuka hati. Tak ada yang melarang. Di bawah naungan sinar bintang. Shiro yang terkenal puitis dari anggota Komed berseloroh mengucapkan puisi.
Apa mau dikata
bila masa memaksa dustai rasa
apa juga mau dikata
jika masa memaksa unutk suguhi rasa
semua ini nyata meski kasat mata
semua yang ada adalah tarian jiwa
meski tekadang tanpa irama
meski terkadang berantakan tak tertata
siapa sanggup tak berdusta
siapa pula sanggup terus berdusta
siapa snggup tak mencinta
karna hidup ini adalah cinta
siapa sanggup terus mencinta
karna benti itu nyata dan ada
meski terkadang tak pernah tertata
kenapa harus ada cinta
kenapa pula kita mencinta dan ingin dicinta
semua ini adalah rasa
meski terlampau sering mati rasa
seperti halnya mimpi dihati
meski terkadang tak tergapai
namun kita senantiasa membangun istana mimpi
kapan kan ku gapai mimpi ini
kapan rasa ini kan menjadi satu hati
akankah terbawa hingga nafi
atau…..
terlebih dahulu rasa ini mati
semua adalah misteri
lika liku dalam hidup ini
semoga rasa kan abadi
dimana rasa ini berada
dimana tempat berada cinta
dimana sua dan cinta kan bermuara
engkau …..Mahadewi……
yang lebih mengerti
rasa dan cinta serta muaranya nanti
semoga kita satu hati.
Temanku yang satu ini kalau lagi puitis bukan main kata-katanya seperti seorang sastrawan yang terkenal. Begitulah dia mungkin puisinya itu karena jiwanya lagi kasmaran dengan Nuril anak Blora, kedudukannya sama seperti dia Neng . Kisah cintanya dimulai karena main-main. Namun lama kelamaan menjadi cinta yang begitu indah dan mengharu biru.
Orang yang bonek itu tak dapat dipastikan jika nasibnya mujur maka perjalanannya lancar-lancar terus. Dan apabila tidak mujur maka sebaliknya. Terkatung-katung di tengah jalan yang jauh dari sanak famili. Namun dalam dunia jalanan aku banyak mendapat pelajaran yang tak mungkin di dapat pada bangku sekolah yang banyak mengajarkan teori dan miskin aplikasi. Sedangkan dalam dunia jalanan tanpa adanya teori lansung aplikasi.
Kerasnya malam telah membuatku tersadar kalau di balik kedihan ada kesedihan yang lebih. Pernah juga terdampar di Demak karena truk yang aku tumpangi berhenti dan membelokkan arah, dengan berat hati harus mencari truk lagi dengan jurusannya sesuai harapanku. Sambil menunggu truk-truk yang sedang lewat di bawah lampu merah. Aku berkenalan dengan anak jalanan yang sedang mengamen. Aku dengan Shiro ikut nimbrung dengan mereka, awalnya aku tawari rokok setelah itu berbincang-bincang. Bertanya dalam satu malam dapat berapa? Alasannya apa sehingga mau mengamen. Jawabannya pun beraneka ragam ada yang bilang untuk menambah uang jajan karena uang jajan yang di berikan orang tuanya kurang. Ada pula yang menjawab melepaskan kejenuhan dari pada di rumah tak mempunyai kegiatan. Lebih baik ngamen dapat uang serta menjadi hiburan yang tersendiri.
Dan ketika pertanyaan menuju ke pendidikan formal.Sekolah. Teryata mereka semua masih berada dibangku sekolah. Ketika melihat mereka aku menjadi terenyuh, malamnya mereka mengamen sedang esok harinya harus bangun pagi-pagi untuk berangkat memenuhi panggilan sebagai siswa. Kehidupan di dunia memang penuh dengan lika-liku. Seperti roda terus berputar. Hari ini bahagia belum tentu besok bahagia. Saat ini tertawa ngakak mungkin besok sudah berada di rumah masa depan. Yang setiap orang pasti akan mengalaminya. Mati.
Aku sampai di Ungaran tempat tinggalnya Shiro hampir subuh. Di sebabkan dalam perjalanan banyak mengalami cobaan. Karena suasana di Ungaran termasuk daerah pegunungan maka hawa dingin terasa menusuk-nusuk di setiap pori-pori tubuh. Jika tidur tidak memakai selimut yang tebat pasti besok hari akan masuk angin.
Semalaman perut belum diisi apa-apa hanya asap rokok yang masuk dalam tubuh. Cacing-cacing yang berada di dalam perut berdemo ria menuntut untuk di kasih makan. Teryata Shiro juga mengalami hal yang sama. Perutnya membunyikan suara musik yang nyaring. Maka dengan usaha sendiri kami berdua akhirnya membuat mi instant untuk menganjal perut sementara.
Sambil menunggu datangnya subuh aku menelpon Faiz seorang cewek yang telah membuatku mati rasa. Sebetulnya tak ada perlu yang amat penting melainkan rasa rinduku terhadapanya itu tak mampu tertahan. Bagiku mendengar suaranya saja sudah mengobati rasa rindu. Dan manjalani hidup penuh dengan semangat.
Angin yang berhembus begitu dingin semuanya telah sirna ketika mendengar suara pujaan hati. Ya begitulah rasanya orang yang lagi dimabuk cinta. Padahal aku sudah mengetahui kalau Faiz telah menolak tawaran cinta yang aku beri. Namun mengapa aku begitu semangat jika mendengar suaranya. Dia menolakku dengan alasan hatinya sudah ada yang mengisi. Tanpa memberi tahu siapa yang menawan hatinya itu. Meski pun begitu aku masih berusaha mendapatkan hatinya, entah hal itu terjadi kapan. Dengan pembuktian kalau cinta yang aku ulurkan tidak main-main melainkan sungguh-sungguh.
“Jangan nelpon saja, ini ada balong kuwuk ”. Panggil Shiro
“Ya.. nanti dulu nanggung”. Jawabku sekenanya
Aku tidak mengubris panggilan sahabatku itu. Aku melanjutkan pembicaranku dengan teman sekelasku dulu yang kini dia telah menawan hatiku. Dan memberi racun cinta akan tetapi tidak memberi penawarnya.
Karena keasyikan ngobrol tak tersadari bahwa pulsanya habis. Dengan begitu pembicaranku pun putus di tengah jalan padahal yang kami bicarakan lagi panas-panasnya. Bagaimana lagi pulsa habis. Mungkin sudah waktunya aku mengindahkan pangilan sahabatku tadi.
“Udah puas ngomongnya?”
“Sebenarnya sih belum tapi gimana lagi, pulsanya sudah habis”.
“He….Ro kita di sini beberapa hari, aku sudah nggak betah karena hawanya sangat dingin”.
“Kamu ini baru nyampai sudah tanya kapan pulangnya”.
“Soalnya disini dingin sih…!”
“Kita kembali ke Kajen nanti ketika liburanya sudah selesai”.
Selama di rumannya Shiro aku tak berani mandi. Padahal aku berada dirumahnya tiga hari dua malam. Bukan Karena apa, ketika tangan menyentuh air rasanya seperti masuk adalam kulkas saja. Apalagi sampai mandi bisa-bisa sekujur tubuh berubah menjadi es dan membeku.





AKU, DIA DAN CINTA ITU…?
Rasa cinta dulu lama tertidur
waktu mencoba bangun
subuh hariku penuh teduh
membelai cintaku pada wanita
untuknya harapanku hilang
sekarang…..
terlahir kembali demi namamu
ada di seringai hidup kujalani
memang terlarang
dayaku telah hilang kemaren
sebab namamu yang dicoretkan cinta
pada hati, raga dan jiwa
aku tak berlari kesana
tak juga kesini
lariku hanya padamu
selamanya
kini dan akan datang
cintaku untukmu saja
bukan yang lainnya, karena tak bisa
mungkin cobaku lagi
demimu tercinta
kusimpan dalam memori sanubari
serta dalam hati saja
karena mustahil di cinta
dengan dia yang sudah mendapat cinta
Sore itu. Sepulanganku dari Ungaran suasana dipondok Al-Faruqi tidak berubah. Bangunannya masih tetap berdiri kokoh. Warna catnya yang putih memberi isyarat kalau pondok ini suka kebersihan.Putih. Seperti biasa kalau sore begini para santri masih asyik bermain sepak bola didepan pondok. Mumpung kegiatan pondoknya belum aktif dan sebagian santrinya masih menikmati liburan di rumah.
Kalau liburan seperti ini. Sudah dipastikan ada sedikit perubahan di pondok. Bukan bangunanya yang berubah melainkan para penghuninya. Jika waktu mandi selalu antri seperti antrinya orang yang lagi beli tiket. Akan tetapi untuk hari ini tak perlu mengantri sebab santri yang kembali kepondok baru sedikit. Mungkin besok pagi baru kembali semua. Sebab besok perguruan Al-Falah sudah aktif kembali.
Dengan malas aku melangkahkan kaki menuju kamar. Kamar masih sepi belum ada yang datang. Aku membuka lemari dan menaruh baju yang bersih kedalam lemari sedangkan baju yang kotor aku gantungkan di dinding. Sambil tiduran untuk melepas lelah, karena hampir setengah hari menempuh perjalanan dari Ungaran sampai Pati tanpa istirahat sedikit pun.
Tanpa sengaja mataku tertuju pada selembar kertas yang tergeletak di almari. Maka entah mengapa tanganku rasanya ingin mengambilnya. Dengan malas tangan kananku meraih kertas itu. Dan setelah aku membacanya teryata surat penolakan cintaku terhadap Faizatin. Ketika membacanya hatiku tambah sedih. Perasaan ini rasanya hancur barantakan ketika mengingat pada saat menerima balasan darinya untuk yang pertama kali.
Aku sadar
bukan akaulah pilihan hatimu
bukan akulah muara cintamu
aku tahu
kau dan akutak sepadan
kau dan aku berlawanan
tapi…..
cinta soal hati
meski tak bertepi
dan cintaku akan tetap untukmu
meski tanpa balasmu
Karena sudah terlanjur cinta. Harus adaembuktian. Masa bodoh dengan penolakannya. Aku akan tetap mencintainya hingga aku merasa lelah sendiri. Adanya siksaan batin yang tak terperi.
Kadang pula aku merenung sendiri. Apakah cinta yang aku alami ini termasuk cinta yang membabi buta? Jelas-jelas di tolak tapi masih saja menawarkan cinta. Ya aku berprinsip cinta tidak harus memiliki. Dirinya bahagia aku pun merasa ikut bahagia. Mungkin untuk kehidupan saat ini aku tak bisa memiliki tubuhnya dan cintanya. Tapi aku percaya kehidupan setelah ini dia akan menjadi milikku yang abadi.
ఇఇఇ
Bulan pun berlalu. Hari pun berlari. Jam berjalan, menit meniti. Tak terasa aku mencintai Faiz sudah begitu lama hampir tiga tahun belum ada yang mampu mengesernya. Tapi baru tahun kemaren aku mengetahui alasannya mengapa dia menolak cintaku. Dan mengetahui orang yang selama ini telah mengisi hatinya. Tak lain adalah sahabatku sendiri. Sahabat di waktu belajar di Ad-Darul hingga berlanjut belajar di perguruan Al-Falah. Mengapa aku baru mengetahui sekarang? Tidak dari dulu-dulu. Kalau sudah begini siapa yang patut di salahkan? Aku, dia atau cinta… yang tumbuh dalam hati.
“Yon selama ini yang dekat sama Topik kamu. Aku mau nanya tapi sebelumnya terlebih dahulu kamu berjanji mau menjawabnya dengan jujur”.
“Tanya apa?”
“Janji dulu”
“Ya aku berjanji akan menjawabnya dengan jujur”.
Sebelum mengawali apa yang akan aku tanyakan terhadap Yono aku terlebih dahulu mengambil nafas dalam-dalam untuk mengatur emosi agar stabil. Jika emosi stabil menerima sebuah kenyatan maka rasanya lebih nyaman. Namun di dalam hati hancur berantakan.
“Kamu pasti tahu kalau aku sangat cinta dengan Faiz dan kamu juga yang telah mengantarkan surat penolakannya terhadapku. Kamu juga membaca surat darinya kalau dalam hatinya sudah ada yang mengisi. Sekarang yang mengisi hatinya itu apa benar sahabat kita sendiri, yaitu Topik?”
Ketika aku sudah selesai berbicara. Yono tidak langsung menjawabnya. Dia kelihatan bingung sekali mau berucap takut salah. Nggak berucap juga salah. Seperti makan buah Simalakama. Maju kena mundur pun terbentur.
“Sebelumnya aku minta maaf, karena tidak memberi tahu keadaan yang sesungguhnya. Benar apa yang kamu katakan tadi, kalau yang mengisi hatinya Faiz tak lain adalah sahabat kita sendiri”
“Kenapa kamu tak bilang dari dulu?”
“Sebenarnya aku sudah berusaha mau bilang, tapi aku takut menyakiti hatimu”.
“Kalau sudah begini lebih menyakitkan lagi ..…..?”
Aku. Untuk pertama kalinya berbicara kasar terhadap sahabatku selama nyantri dikota santri.
Yono hanya diam ketika mendengar apa yang aku ucapkan. Mungkin dia merasa bersalah karena tidak bilang sejujurnya.
“Maafkan aku Am…!”
“Bagaimana dengan Zahrotun? Topik cinta mati terhadap dirinya?”
“Kalau soal itu aku nggak tahu, paling di duakan!”
Mendengar sebuah kejujuran memang sangat berat. Jujur lebih baik dari pada berbohong dan ketahuan belangnya di kemudian hari. Sungguh menyakitkan. Pembicaraan pun berakhir ketika aku pergi. Dengan membawa luka yang mendalam dalam jiwa. Apakah setiap orang yang bercinta harus ada derita? Derita dan cinta apa satu tubuh? Sampai kapan aku harus menahan nestapa cinta yang memilukan ini?
Bagaimana nantinya jika aku bertemu dengan Topik? Mau mengucapkan apa? Aku dengannya bersahabat. Sedangkan saat ini telah mencintai satu cewek yang dulunya juga sahabat. Kalau begini bagaimana nasib cintaku. Berjuang untuk mendapatkan cinta dari Faiz berarti harus membuat kesenjangan persahabatanku dengan Topik. Jika aku menerima apa yng sudah terjadi maka makan hati. Ah… semuannya serba sulit. Mana yang harus aku pilih persahabatan atau cinta?
Padahal menurut cerita dari Robi, pengungkapan cintaku dengan pengungkapan cinta Topik terhadap Faiz cuman berselang beberapa jam saja. Ketika itu hari Jumat Faiz dengan teman-teman dari pondok As-Syifa, berlibur kepantai Bandengan-Jepara. Pantai yang menjadi wisata para remaja khususnya yang lagi di mabuk cinta.
Entah direncanakan atau tidak, Faiz dan Topik bertemu disana. Namanya juga teman lama yang selama berada di kota santri tidak pernah bertemu apalagi berbicara. Karena ketatnya sebuah pelaturan. Di kota santri jika ada anak banat dengan anak banin berbicara bertatap-tapan saling adu pandang maka pengurus pondok akan memberi ta’jir dari hal itulah sekat pun terbuat. Ada anak banin dan anak banat yang berduaan maupun tidak maka akan kelihatan lucu atau sacral.
Pantai yang begitu indah, hembusan angin. Terik sinar matahari yang panas seakan tak terasa karena besarnya hembusan angin pantai. Pasir putih yang indah. Deburan ombak. Semuannya kelihatan sempurna, apalagi ada yang sedang melepas rindu. Mencoba membuat kisah cinta. Menyelam dalam lautan asmara.
“Lho kamu Is.. sama siapa?”
“Tu sama teman-teman”.jawab Faiz
Akhirnya mereka berdua mencari tempat berteduh dari sinar matahari. Meninggalkan teman-temannya yang lagi asyik bermain ombak dan pasir laut. Mereka berdua berjalan menuju sebuah pohon yang rindang dan dibawahnya ada tempat duduk yang cukup untuk berdua.
“Yuk kita kesana di bawah pohon itu.”
Ketika mendengar ajakan Topik, Faiz hanya mengikuti saja. Tanpa berkomentar sedikit pun. Sesaat kemudian mereka telah sampai di tempat tujuan.
“Lelah juga ya hawanya panas sekali hari ini”ucap Faiz
Topik hanya diam ketika mendengar keluhan yang keluar dari bibir tipisnya Faiz. Malahan dia berusaha menikmati wajah cantik yang terpancar dari seorang gadis yang bernama lengkap Faizatin yang tak lain tetangganya sendiri. Entah beberapa lama mereka berdua di bawah pohon itu, bercanda ria. Tertawa lepas bersama. Dan di sela-sela pembicaraan mereka telah mengikrarkan janji suci. Ya mereka berjanji untuk saling mencintai. Di depan hamparan pasir putih. Di saksikan oleh deburan ombak yang besar. Mereka memadu kasih.
Demi nama yang Agung
demi yang mencinta dan menyayang
aku hadirkan cinta di hati
cinta untukmu Faiz
atas nama pemuja cinta
bukan penjilat cinta
aku menanti balasmu
aku inginkan jawabmu
demi nasib cintaku Faiz
cintaku kini menjadi teka-teki
hanya kau dan Dia yang tahu
jawab atas semua cintaku Faiz
mungkin besok ku pergi
tapi….
.aku ingin pergi bersama balasmu
“Is kamu masih cinta sama aku?”tanya Topik sambil memegang jemari indahnya Faiz.
Sedang Faiz hanya diam saja ketika jemarinya telah di pegang oleh sahabtnya itu. Padahal apabila mengingat statusnya sekarang sebagai seorang santri. Maka yang seperti itu akan segera di hindari. Mau bagaimana lagi cintanya cinta buta. Di tempat terbuka pun masih suka meraba-raba.
“Iya Pik Faiz masih cinta padamu meskipun sekarang kamu lagi pacaran sama Zahrotun. Bagiku tak masalah asalkan kamu juga mencintaiku”.
Apa yang di ucapkanya barusan telah membuat bibirnya Topik kelu. Tak mampu berucap sepatah kata pun. Dia diam seribu bahasa.
“Lho kok diam sih Pik..!”
Suaranya Faiz yang serak-serak basah telah membangungkannya dari lamunan.
“N….ggak cuman lagi berfikir aja” jawabnya sekenanya
Dalam hatinya Topik berfikir. Pacaran dengan Zah tidak seperti pacaran anak sekarang karena dia jarang mau di ajak keluar rumah takut sama ortunya. Sedangkan jika memadu kasih dengan Faiz dia mau di ajak kemana-mana karena dia pandai merayu ortunya. Kenapa tidak keduanya aku pacarin selakalian biar lebih enak.
Berat juga memilih diantara yang paling disukainya. Zahrotun adalah cinta pertamaku. Dengan susah payah aku berusaha menawan hatinya. Bayangkan aku mencintainya mulai dari kelas dua di perguruan Ad-Darul hingga aku pindah ke perguruan Al-Falah baru mampu menawan hatinya. Aku pernah merasa lelah dan mencari pengantinya Zahrotun. Cuman hanya untuk mengobati hatiku karena cinta yang aku tawarkan tak di sambut terus. Hampir mendekati kelulusan di perguruan Ad-Darul aku berusaha mencintai seorang gadis yang tak lain adalah tetanggaku sendiri. Teman dari taman kanak-kanak. Faizatin. Meski aku berusaha mencintainya tapi hatiku tetap saja tak bisa melupakan Zahrotun. Sudah mendapat gantinya. Tapi tetap saja rasa cintaku masih terpasung olehnya.
Jika di pikir-pikir baru sekali saja aku menawarkan cinta terhadap Faizatin dia langsung menyambutnya dengan riang gembira. Aku pun berpacaran dengannya. Kalau ada orang yang melihat bahwa hatiku gembira namun dilubuk hatiku yang paling dalam aku masih cinta dengan teman sekelasku dulu. Zahrotun.
Karena tidak kuat menahan cinta yang didada. Aku pun mengungkapkan cintaku terhadap Zahrotun, meskipun pada saat itu aku masih pacaran dengan Faiz. Dan teryata apa dia telah menyabut cinta dariku yang sekian lama. Aku pertahankan akhirnya menemu ujungnya. Betapa bahagianya aku saat itu.
Mendengar kalau cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Maka aku mencari berbagai alasan agar aku dengan Faiz bisa putus, karena sesungguhnya aku tidak mencintainya. Dia hanya aku buat main-main. Pelampiasan rasa.
Namun sekarang. Di pantai Bandengan ini. Gurat-gurat kecantikan yang terpancar dari wajahnya Faiz telah membuatku jatuh hati. Dan jujur saja dia telah membangunkan cintaku kembali. Dan ketika aku menanyainya apakah dia masih cinta terhadapku. Dia dengan tegas bilang ya. Aku jadi bingung di buatnya antara Faiz atau Zah.
“Pik …!! yuk kita gabung sama teman-teman, nggak enak nanti di sangka yang nggak-nggak!”ajak Faiz sambil berdiri
Mereka pun berdua berjalan meninggalkan tempat yang telah menjadi saksi cinta mereka berdua. Cinta yang dulunya pernah terbangun dan tidur sesaat namun kini telah tumbuh kembali.
Sinar matahari sudah mau meredup du ufuk Barat. Yang terlihat cuma cahaya merah kemarehan. Langit sore begitu menawan hati. Pantai yang tadinya begitu panas kini berubah nyaman sekali terasa dalam alam yang penuh bahagian. Karena matahari sinarnya seakan membakar kulit kepala sekarang mau udur diri dan mengantikan tugasnya kepada bulan dan bintang. Lampu-lampu berkelap kelip di pantai. Sebab para nelayan mau manjalankan tugasnya mancarai ikan untuk kelangsungan hidup keluarga.
Mata sayu ingin terpejam. Tapi tidak bisa. Badan lemas karena seharian melepas penat di pantai. Ingin rasanya memutar kembali waktu tadi sore, begitu indah dan memukau. Tak mungkin bisa terlupakan kejadian di pantai Bandengan jumat sore. Baru kali ini aku mendapatkan kedamaian saat bersanding, bedua, berpegangan tangan dengan kekasih pujaan hati. Kamar yang bercat pink memberi pesan kalau kamar ini khusus di huni kaum cewek. Boneka panda yang selama ini menjadi teman dalam tidur masih setia hingga kini. Tak pernah mengeluh ketika aku tinggal kembali kepondok.
Foto pujaan hati telah terpajang begitu rapi di atas meja belajar. Mata ini tidak mau terpejam jika melihat betapa gantengnya dambaan jiwaku selama ini. Meski pun dia sudah mempunyai kekasih yang tak lain adalah Zahrotun. Tapi aku tetap mencintainya. Sebab bagiku cinta itu dapat di bagi.
Separuh dari malam Faiz merenung melamun. Membayangkan begitu indahnya cinta yang melekat dalam jiwa. Namun begitu dia merasa bersalah dengan sahabatnya di waktu diperguruan Ad-Darul. Zah. Aku sudah tahu kalau dia sedang menjalin kasih dengan Topik yang tadi sore telah mengungkapkan isi hatinya yang paling dalam terhadapku.
Apa aku termasuk orang yang merebut pacar orang? Tidak aku bukan perebut pacar orang melaikan membneri kebahagian kepada orang yang mau berbahagia denganku. Tidak ada yang lain kalau oaring bilang aku tidak setia kawan karena pacar teman sendiri di embat. Biarlah orang berkata sebab yang menjalaninya adalah aku.
Namun sejujurnya aku masih cinta terhadap Topik meskipun dulu dia telah menghianatiku. Tapi itu dulu sekarang dia telah kembali kepelukanku. Meskipun cintanya terbagi dua dengan sahabatku zahrotun.
“Ah….cinta memang membuat hidup penuh warna”. Desah Faiz sambil memeluk boneka pandanya.
Membayangnkan kalau yang di peluknya saat ini adalah tumpuan hatinya yang tadi sore berkata dengan hati yang paling jujur.
Subuh pun bangun. Dan ayam-ayam berkokok ria menyambut datangnya cahanya mentari pagi. Kaki terasa malas ketika di ajak untuk pergi mengambil air. Membasuh muka, tangan, telinga,rambut dan kaki. Wudlu. Dan memenuhi panggilan sang pemberi hidup. Di dapur sudah terdengar suara bising. Mungkin ibuku lagi mempersiapakan sarapan pagi.
“Zah……Zah… bangun sholat subuh”
“Ya bu….!”
Ah ibu jam segini sudah menggangu orang saja. Padahal masih gelap dan adzan pun baru selesai di kumandangkan. Tudur lagi ah melanjutkan mimpiku indahku.
“Tok……tok……bangun sholat subuh, terus nanti bantuin ibu pergi kepasar!”
“Bentar lagi bu…!”
Karena terus menerus di bangunin, maka Zah pun tak nyaman untuk melanjutkan mimpi indahnya. Dengan santai dia menuju pintu. Ketika pintu di buka ibunya masih di depan pintu dengan wajah yang kelihatan kesal.
“Kamu ini anak perempuan harus, bangun pagi-pagi jangan malas”.
Mata yang masih enggan di buka langsung mendapat ceramah ilmiah dari ibunya.
“Ini Zah kan sudah bangun bu..!”
“Dah.. sana ambil air wudlu dan sholat”
Dia pun pergi meninggalkan ibunya yang masih berdiri tegak di depan kamarnya. Yang pintunya telah di tulisi. Kamar cewek, cowok dilarang masuk…! . memang seorang cewek itu selalu suka pernak-pernik yang kata sebagian kaum cewek biar menarik.
Subuh hari ini air begitu dingin. Padahal ini musim kemarau seharusanya hawanya tidak sedingin begini. Demi memenuhi panggilan ilahi sedingin apapun maka aku harus melawannya. Mukaku kubasuh lebih awal. Dengan pembersih muka agar kelihatan cantik pagi nanti. Tak akan pernah lupa ketika membasuh muka terlebih dahulu membaca basmalah, hal ini telah diajarkan ibuku mulai dari kecil. Pernah aku bertanya kegunaannya buat apa sih bu. Ibuku tak menjawab dia hnaya tersenyum kecil.
Di depan cermin aku melihat wajahku sendiri.
“Ternyata aku cantik juga, pantesan Topik tergila-gila terhadapku”.
Aku lansung memakai mukena, untuk bersujud kepada-Nya. Tak pernah aku lupa berdoa agar mendapatkan jodoh yang baik hati kelak dan mau mengerti tentang diriku serta mau di ajak hidup susah maupun senang.
“Bu jadi nggakzah anterin kepasar?”
“ Ya jadi lah…”.
Ibu dan anak itu pergi kepasar padahal. Sebagian rumah belum ada yang membuka pintunya. Namun dalam keluarganya jika adzan sudah di kumandangkan maka semuanya harus cepat bangun tanpa terkecuali. Kalu orang jawa bilang bangun pagi agar rejekinya tidak di patok ayam. Masak manusia bangunya duluan ayam.
Hampir setiap hari Zah selalu bangun pagi dan membantu ibunya pergi kepasar. Dia termasuk anak yang berbakti kepada orang tuanya. Jarang sekali dia keluyuran seperti kebanyakan anak seusiannya. Padahal zaman sekarang kalau nggak keluyuran dapat dikatakan anak yang kurang gaul lah atau apalah. Namun semua itu tidak berlaku terhadap pribadinya. Baginya menaati apa yang sudah di sarankan kedua orang tua adalah yang berharga di kemudian hari nanti.
Pukul 06.45 Zah harus berangkat kesekolah. Guna menuntut ilmu buat bekal masa tua. Sekolahnya masih sama seperti di Tsanawiyah dulu yaitu Ad-Darul. Matahari begitu indah. Hatiku begitu bahagia. Seperti kisah kasihku dengan Topik teman sekelasku dulu. Meskipun sekarang dia nggak berada didekatku krena pergi mondok di kota santri namun aku merasa dia berada dalam pelukku.
“Pagi Yun..!tumben kamu sudah berada dalam kelas, biasanya kan selalu terlambat”.
Yuni adalah sahabat Zah sejak kecil. Tepatnya ketika berada di taman kanak-kanak dan hingga sekarang di tinggkatan atas. Karena begitu akrabnya hingga mereka seperti saudara.
Apabila Zah lagi punya masalah mka larinya kepada Yuni. Minta pendapa yang terbaik. Hari ini Zah masih bahagia karena dia belum mengetahui kalau sedang di duakan oleh kekasinya. Andai hari ini dia mengetahui bahwa kekasihnya tidak setia, mungkin dia tak bisa tertawa dengan ceria. Seperti mentari pagi yang bersinar di balik awan.
Namanya juga sekolah pasri mempunyai rasa bosen. Hampir selama pelajaran berlangsung dia nggak tenang pikirannya selalu melayang memikirkan hubungannnya dengan Topik.
“Ada apa nih…kok tiba-tiba aku rindu sama kekasihku?”
Guru di depan kelas yang lagi menerangkan pelajaran, dimata Zah seakan tidak ada. Apa yang di terangkan dengan panjang lebar tak ada yang masuk kedalam memori otak. Semua keterangan dari guru masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
“Tet…..tet……..”
Bel menjeri dengan keras sebagai tanda mata pelajaran sudah berakhirdan waktu istirahat mulai. Suara bel tadi telah membuyarkan lamunannya. Semua siswa apabila emndengar berbunyi sangatgembira sekali. Di karenankan waktu itulah yang sangatdi tungu-tungu. Sebab di dalam kelas terlalu lama sangatlah jenuh plus membosankan.
“Zah ayok kita kekantin sekolah, hari ini aku yang bayarin semua”
“Beneran Yun?”
“Ya kapan, aku bohong sama kamu, nanti aku critain sesuatu padamu”.
Terlebih dahulu mereka memasukkan buku-buku kedalam tas. Sebelum pergi kekantin. Mereka berjalan bergandengan tangan laykanya kakak dan adik. Tanpa mau perduli dengan pandangan orang.
“Kamu pesen apa Zah”.
“Es buah saja”.
“Nggak sarapan”.
“Perutku masih kenyag, tadi pagi sudah sarapan dirumah”.
Yuni beranjak menuju tempat pemesanan. Meninggalkan sahabatnya itu sendirian.
“Es buah, dua dan bakso satu”
“Itu saja”
“Ya, nanti di anterkan kemeja di ujung sana”.
Kantin sekolah di desain dengan sangat apik. Di sesuaikan dengan selera anak muda sekarang. Ada poster bintang terkenal terpampang di dinding. Tulisan penyemangat untuk selalu belajar. Supaya tidak terlalu mengumbar waktu dengan sia-sia.
Tak pernah sepi dari siswa maupun siswi kantin ini. Hampir setipa hari apa yang di jual selu habis. Siang sedikit pergi kekantin maka tidak akan menemukan sesuatu yang untuk mengganjal perut. Paling-paling adanya cuman es doang.
“He…..h kok bengong, baru di tinggal sebentar saja sudah ngelamun”.
“Kamu ini Yun ngagetin aku saja, gimana kalau aku punya penyakit jantung apa jadinya”.
“Ya…..ya… maaf habisnya kamu sih siang-siang melamun nanti kerasukan setan baru tahu rasa”
Sambil menunggu mereka asyik mengobrol. Bercerita bagiman jenuhnya berada di dalam kelas terlalu lama. Apalagi ketika mata peljaran yang tidak di sukainya semenit saja seperti satu tahun.
“Es buah sama bakso tadi siapa yang pesen ya….?
“Sini buk tadi saya yang pesen”.
Penjaga kantin memang selalu berlaku ramah kepada setiap siswa yang makan disini. Orangnya masih cantik meskipun sudah beranak satu namun masih memperhatikan penampilan. Kebanyakan siswa atau pun siswi perguruan Ad-Darul memangilnya dengan mbak Sri atau bu Sri. Dia tak pernah melarang kalau ada anak yang lagi pacran di kantinya. Asalkan masih batas kewajaran. Kalau sudah keliwat batas maka akan kena semprot habis-habisan.
Pernah pada suatu hari. Ketika jam pelajaran berlangsung ada anak yang bercumbu mesra di meja paling pojok. Mungkin sudah lama mereka di situ, tapi baru ketahuan oleh pemilik kantin ketika mereka akan melakukan ciuman basah. Ketika melihat peristiwa itu kontn saja pemilik kantin marah-marah.
“Kalian ini gimana, di biyayain orang tua mahal-mahal malah ngelakuin sesuatu yang belum saatnya kalian lakukan, sudah sana pergi. Baru di tinggal di dapur sebentar sudah berbuat yang nggak-nggak apalagi lama”.
Dua anak yang lagi memadu kasih itu tak mampu berucap apa-apa. Wajah mereka merah padam. Malu mungkin kalau belangnya ketahuan. Tanpa pikir panjang mereka pergi dengan wajah tertuntuk menahan malu.
“Ayo…diminum Zah jangan di pandangin saja,nggak bisa habis sendiri kalau tidak diminum”.
Memanng dari dalam kelas Zah kurang rada punya gairah sama sekali. Pikirannya lagi semprawut. Perasaannnya lagi terbang memikirkan pacaranya yang lagi berda di kota santri. Jauh di sana. Bertemu pun untuk melepas rindu hanya dalam satu bulan sekali.
“Yun…perasaanku mulai dari sebelum istirahat tadi kurang nyaman, selalu saja memikirkan Topik. Apa aku rindu? Kalau rindu tak mungkin padahal baru kemaren dia main kerumahku. Aku takut dia menduakanku!”
Apabila ada orang yang sedang memadu benang cinta. Perasaan dan kasih saying maka mereka itu dapat dikatakan satu tubuh. Ketika salah satu anggota tubuhnya ada yang tersakiti maka tubuh yang lain ikut merasakannya. Seperti ada ikatan batin.
Sedang yang di rasakan oleh Zah adalah sebuah pengenjawatahan oleh rasa cinta terhadap pacarnya. Jika sang pacar lagi sakit maka sperti ada yang memberi tahu kalau belahan jiwanya lagi membutuhkan belaian kasih sayang. Tapi hari ini perasaan nya berbeda dengan hari-hari sebelumnya.
Tiba-tiba Yuni tersendat pada saat makan bakso di waktu mendengar perkataanya sahabatnya itu. Dia mau bulang yang sejujurnya tentang Topik yang telah menjalin hubungan dengan tetangganya sendiri. Dia mengetahui hal itu dari sahabatnya ketika balita yaitu Yono. Yono adalah pusat informasi apa-apa yang berkembang dari Amri,Topik, Faizatin, dan Zahrotun. Karena jika ada masalah maka larinmya ke Yono. Dia orangnya mampu bersifat lebih dewasa dan mampu menyelesaikan permasalahn dengan pikiran dingin.
“Nih minum dulu, makanya kalau makan pelan-pelan, nggak bakalan ada yang ngerebut”.
“Makasih”
Sambil menerima minum dari sahabatnya. Yuni menarik nafas dalam-dalam agar dia mampu berbicara dengan lancer ketika menceritakan apa yang sedang terjadi dengan jalinan asmaranya terhadap Topik.
“Zah aku mau bicara sesuatu sama kamu, tapi terlebih dahulu harus janji mau mendengarkan ceritaku hingga selesai”.
“Ya aku janji tapi tunggu dulu yang akan kamu ceritakan ini soal apa? Menarik nggak untuk aku dengar, jika tak menarik ngapain aku mendengarkannya,. Buang-buang tenaga saja”.
“Pasti menarik, ini tentang pacarmu Topik”.
Zah tersentak kaget dan membetulkan posisi duduknya agar lebih dekat dengan sahabatnya.
“Ada apa dengan dirinya, sakitkah, atau……?”
“Dia ngggak sakit Cuma……!”
Baru mau melanjutkan ceritanya. Tak tahu kenapa tiba-tiba bibirnya Yuni kelu untuk mengucapkan kata rasanya seperti di kunci rapat-rapat.
“Cuma apa Yun, nggak dilanjutkan”.
Dengan wajah yang penasaran dan sambil memegang bahunya sahabatnya. Zah berusaha mencari sesuaru yang telah di katakana Yuni barusan.
“Terlebih dahulu tabahkanlah dirimu. Karena kenyataan itu sangat berat untuk diterima”.
“Ya aku sudah tabah tapi jangan ceramah dulu. Di simpan saja ceramahmu untuk besok”.
“Topik….telah menduakannmu, dia telah menjalin cinta dengan sahabatmu sendiri yang sekarang juga sama-sama belajar dikota santri. Aku mendengar ini karena kemaren Yono main kerumahku dan menceritakan semua yang sedang terjadi mulai dari A hingga Z. dan bagaimana proses jalinan cintanya dimulai”.
“Maksud kamu, Topik telah bercinta dengan Faiz….gitu..?”.
“Benar”.
Putih wajah di pipinya tanpa dirasa telah terbasahi oleh air kesediahan. Wajah yang tadinya penuh kecerian kini telah berubah menjadi mendung dan tak ada bedanya dengan bulan kesiangan. Benar apa yang dikatakan Yuni tadi kalau kenyatan itu pahit sekali.
“Yun.. kenapa dia setega ini, yang lebih menyakitkan lagi adalah yang di cintanya adalah Faiz temanku sendiri. Apa dia nggak malu pacar teman sendiri di embat. Apa dia nggak punya perasaan”.
“Begitulah.. orang yang lagi sedang buta mata hatinya. Tak perduli milik teman atau lawan semuanya di makan saja”.
“Aku benci mereka benci……benci…!!!”
Sambil memeluk sahabatnya. Zah menangis tanpa memperdulikan orang di sekitarnya padahal dia sekarang berada di kantin sekolah. Untungnya hari ini kantin rada sepi tidak seperti biasanya.
“Tolong jangan nangis disini malu dilihat orang”.
Yuni menyeka air mata yang keluar dari pelupuk mata indahnya Zah. Dia berusaha menghibur. Sesama perempuan apa yang dirasakan oleh sahabatnya. Juga dirasakan. Mereka tidak kembali kedalam kelas. Tak ada bedanya kembali kekelas dengan keadaan sedih, pikiran tak karuan. Jika di paksakan ujung-ujngnya pengen marah-marah terus.
“Apa kalian tak kembali ke kelas? bel tanda masuk sudah dari tadi berbunyi lho…!”.
Mereka dikagetkan oleh perkataan bu Sri.
“Nggak bu, teman saya lagi nggak enak badan. Boleh kan kami berada disini?”
“Boleh, tapi jangan di sini pindah kekamar depan soalnya ibu mau beres-beres”.
“Makasih bu”.
Mereka berdua pergi dari tempat duduknya dan beranjak menuju kamar yang disarankan oleh pemilik kantin. Sedangkan Zah berjalan dengan tertunduk mencoba menutup-nutupi kalau habis menangis.
Selama di dalam kamar Zah selalu menangis. Dia meratapi keadaannya sendiri. Sahabat yang tadinya kuanggap sudah seperti saudara kini telah rela menikamku dari belakang. Perih rasanya. Lebih baik ditikam sebilah belati setelah itu di taburi garam. Rasa sakitnya tidak sesakit hatiku saat ini. Karena telah di hianati sang pujaan hati dan lebih menyakitkan lagi adalah berhianatnya dengan sahabatku sendiri.
“Hati ini sakit Yun sakit…sakit..!”
Yuni hanya bisa menghibur sahabatnya yang sedang sedih. Gunanya persahabatan adalah jika ada sahabatnya yang lagi dirudung masalah maka selalu ada di sampingnya. Bisa menghibur. Mendengarkan keluh kesah yang di alami. Persahabatan yang kayak begitu sulit untuk mencarinya. Tidak semua persahabatan bisa saling melengkapi satu dengan yang lain. Dan memahami sebuah perbedaan.
Ada juga manusia yang bersahabat maunya yang enaknya saja. Jika ada rasa pahitnya maka pura-pura tidak mengetahuinya. Yang begitu biasanya membangun awalnya dengan penuh kebohongan. Sesuatu yang awalnya sudah terbangun dengan kebohongan maka bagaimana dengan kelanjutannya?.
“Jangan nangis terus nanti ketika pulang wajah kamu kelihatan sembab. Bisa-bisa dikira berbuat yang nggak-nggak oleh orang tuamu. Nanti yang kena marah siapa lagi hayo…”.
“Tapi aku masih pengen nangis terus sampai puas”.
“Zah coba lihat wajahku dan dengarkan apa yang kukatakan, mengangis itu tidak menyelesaikan permasalahan malahan akan menambah kesedihan kita hingga berlaru-larut. Kamu masih punya aku disini yang setia menemanimu berkeluh-kesah. Ini tisu seka air matamu. Karena sebentar lagi bel pulang akan berbunyi. Soal alat tulis serta tasnya aku tadi sudah bilang sama Anis untuk mengantarkan kesini. Jadi jangan kawatir. Yang penting adalah ketika pulang orang tuamu tidak mengetahui kamu habis mengangis”.
“Mbak Sri Yuni sama Zah dimana?” tanya Anis sambil menenteng tas mereka berdua.
“Mereka berada di kamar depan cari sendiri sana”.
“Yun, init tas kalian”.
“Langsung saja bawa kesini”.
“Ku taruh saja dimeja kantin soalnya aku kebelet mau kekamar kecil nih..”.
“Ya sudah makasih banyak atas bantuannya, tadi tidak ada guru yang nanyainkan?”
“Nggak. Kalian aman. Sama-sama aku pergi dulu sampai jumpa besok”
Dengan tenaga yang di kumpulkan. Anis berlari menuju kamar mandi yang berada di kantin sekolah. Untuk buang air kecil sebab hampir satu jam dia menahannya. Untung saja nggak bocor di jalan.
“Sekarang kita pulang tasnya sudah ada di meja”
“Makasih ya Yun untuk hari ini. Jika kamu tidak memberitahu yang sejujurnya mungkin aku tak pernah mengetahui apa yang dilakukan Topik disana”.
“Begitulah sahabat, harus saling mengingatkan, menasehati, ketika lagi mendapatkan sebuah permasalahan dan juga bisa menjadi sandaran”.
Teryata kesedihan yang di alami Zah tak kunjung berkhir. Dia masih saja terpasung dengan rasanya sendiri. Terlalu sakit untuk cepat melupakannya. Karena penyakit ini obatnya tidak mudah di dapat. Sebab tidak ada di dalam apotik manapun. Malam ini sehabis sholat isya’ dia sudah berpamitan dengan orang tuanya kalau tidak tidur di rumah. Melainkan dia tidur diruamahnya Mbak Ul tetangganya yang rumahnya hanya berjarak tiga rumah dari rumah ortunya.
Ulfa adalah sahabatnya dirumah. Teman bermain ketika masih balita. Menangis bersama ketika rebutan boneka. Cewek yang mempunyai nama lengkap Ulfayani ini lebih agresif dalam hal apa pun. Akan tetapi masih mengetahui batasan.
Mereka sering bergantian menginap ketika salah satunya membutuhkan teman untuk curhat. Dan untuk malam ini yang lagi membutuhkan teman curhat adalah Zah. Makanya dia yang harus menginap di rumahnya Ulfa. Nama pangilannya.
“Mbak nanti malam aku menginap kerumahmu. Aku sekarang aku butuh teman untuk berbagi cerita”.
“Boleh nanti malam aku siap mendengarkan ceritamu mulai dari A hingga Z” timpalnya sambil mencubit hidungya Zah.
Malam ini begitu sunyi tak ada suara binatang malam yang berkumandang. Seakan musik-musik yang di petik oleh para binatang malam telah usai. Sedang langit tak ada bintang yang memancarkan cahaya keindahanya. Yang ada gumpalan awan hitam. Dan gerimis kecil turun dengan perlahan-lahan namun penuh dengan kepastian. Apakah langit dan bumi seisinya ikut merasakan kesedihan yang di alami insan manusia yang lagi dihianati oleh kekasihnya.
Dua sahabat yang tadi sudah berjanji untuk tidur bersama. Kini mereka sudah berada di atas ranjang. Dalam satu selimut dan lampu diganti dengan yang remang-remang biar lebih enak. Mereka nggak melakukan apa-apa mereka normal bukan lesbi . Kelakuan dua sahabat selalu begitu jika ingin bercerita dan curhat.
Zah bercerita panjang lebar mulai awalnya dia menolak cinta yang telah di tawarkan Topik hingga dia menerimanya. Karena melihat Topik sungguh-sunguh dan hatinya pun luluh.
Namun sekarang….?ibarat sebuah bunga yang baru saja mekar. Masih mengeluarkan hawa yang sangat harum. Kini telah ternodai hingga keharuman bunga tersebut seakan hilang. Kisah cintaku sama dengan bunga itu. Sambil bercerita air matanya terus meleleh tak mampu untuk di bendung.
“Zah jangan nangis dong… aku jadi ikut sedih nih..!”
Ulfa mencoba mengibur sahabatnya. Dia membelai rambutnya seperti anak kecil yang lagi di suruh berhenti menangis oleh ibunya. Di peluknya Zah agar kesedihan yang ada dalam dadanya agar merasa lebih lega.
“Nggak kusangka bercinta itu membutuhkan derita dan nestapa. Dan sahabatku sendiri telah…….”
Tak mampu melanjutkannya. Yang tumpah malah air kesedihan hingga membasahi boneka yang sedang di peluknya.
Dengan melihat keadaan yang seperti itu. Ulfa sebagai seorang sahabat yang lebih dewasa dalam umur. Sudah seharusnya mampu untuk mengibur.
Sekarang gantian yang cerita adalah Ulfa karena sejak tadi dia hanya menjadi pendengar setia. Jika dia bercerita ada kemungkinan sahabatnya akan melupakan kesedihan meskipun tidak untuk selamanya. Harapnya. Dia bercerita bagaimana ketika di sekolah ada teman sekelasnya yang rebutan ingin jadi pacarnya. Sampai-sampai mereka berkelahi dan di bawa kekantor untuk di sidang oleh guru sebab perkelahian yang mereka lakukan pada saat jam sekolah aktif.
Malam pun sudah beranjak menuju separuhnya akan tetapi dua manusia tersebut masih asik bercerita ria. Tak perduli besok mereka harus bangun bagi untuk sekolah sedangkan Zah sendiri punya jadwal membantu ortunya pergi kepasar. Sekarang Zah sudah rada mendingan sudah tidak menangis lagi. Sedikit demi sedikit sudah mampu melupakan rasa sakit hatinya. Karena sudah di hibur dengan cerita-cerita dari Mbaknya.
“Mbak makasih karena sudah mau mendengarkan ceritaku dan mengiburku”. Ucapnya sambil memeluk sahabatnya.
“Sama-sama asalkan kamu bahagia aku pun juga bahagia”.
Masih dalam keadaan satu selimut. Dan dalam posisi berpelukan mereka tertidur hingga subuh bergema. Untung mereka satu jenis andaikan mereka lawan jenis apa yang dilakukan dan yang terjadi. Mungkin hingga pagi tidak akan tertidur.
Zah baru saja mencoba berusaha melupakan kesedihan yang dialaminya. Sedang kini gadis yang merebut kekasihnya lagi dirudung kegelisahan yang teramat sangat. Faiz. Hingga untuk tidur saja susahnya bukan main. Jumat sore mendengar kejujuran dari Topik bahwa dia mau mengulang bahtera cinta yang dulunya pernah kandas. Dan Faiz pun menyambut dengan riang gembira.
Akan tetapi Sabtu pagi ini. Aku telah mendapatkan surat dari sahabatku yang juga pernah satu kelas. Dan kini sama-sama menunutut ilmu di perguruan yang sama yaitu Al-Falah.
Tak seperti biasanya pagi itu Robi bermain kerumahku. Tanyaku dalam hati ketika mendengar suara salam dari depan pintu. Dan kulihat teryata Robi.
“Tumben.. kamu main kerumahku. Aku kira kamu sudah lupa setelah lulus dari perguruan Ad-Darul”.
“Tak mungkin aku melupakan seorang gadis secantik Mbak”.
“Ah.. kamu bisa saja Rob..!”
Robi pun masuk kedalam dan duduk di sofa yang berwarna kuning kecoklatan. Dengan basa-basi dia tanya tentang kabarnya bagaimana?. Sebelum mengutarakan maksud kedatangannya kemari.
“Mbak Faiz ada titipan surat buatmu..!”
Dan Robi mengeluarkan amplop putih dari dalam sakunya, serta mengulurkan tangannya kepada Faiz yang duduk di depannya.
“Dari siapa ?”
Dengan rasa penuh penasaran. Faiz menerima amplop putih tersebut.
“Nanti juga kamu tahu sendiri”.
Perlahan-lahan amplop putih itu di buka. Dikeluarkan isi yang didalamnya. Tak terlalu cepat dan tak terlalu lambat dia menelanjangi setiap kata yang ada dalam selembar kertas yang berwarna pikn tersebut.
Ketika selesai menelanjangi kata demi kata wajahnya Faiz berubah bengong dan rada gelisah. Sedangkan Robi yang berda di depanya pun menjadi kebingungan, isinya apa surat yang dibawanya tadi. Hingga mampu membuat wajah cantiknya Faiz berubah drastic. Jangan…jangan… surat….!!!
“Isinya apa hingga membuat wajah Mbak menjadi gelisah begitu?”
“Ini kamu lihat sendiri”.
“O….o teryata surat cinta to gitu saja repot”.
Mentari pagi yang baru saja memancarkan cahaya kebahagiaan bagi manusia di bumi. Kini seakan sudah berubah menjadi galap gulita. Faiz bingung dengan datangnya cinta dari Amri. Mau menyambut bagaimana?. Tidak menyambut juga bagaimana?. Padahal baru kemaren dia mendapat cinta dari sahabatnya pula. Dan juga sahabatnya Amri.
Lama dia memikirkan bagaimana caranya agar membalas surat tersebut tidak meninggalkan luka. Dan kecewa dalam hati. Tak mungkin aku menerima cinta dari Amri. Kalau dia tahu kalau sekarang aku sedang menjalin kasih dengan sahabatnya sendiri maka semunya akan berakibat fatal. Bisa juga persahabatnya akan berantakan.
“Gimana Rob bantu aku untuk menanggapi surat ini”.
“Wah….kalau masalah itu aku nggak berani berkomentar. Sebab yang punya hak penuh Mbak, dipikir-pikir dulu ketika menjawabnya”.
Karena kelihatannya sudah lama Robi berada di rumahya Faiz maka dia berpamitan untuk pulang.
“Mbak aku pulang dulu ya karena masih banyak urusan”.
“Makasih ya sudah mau main kerumahku, e…salam buat Amri kalau balasannya nggak bisa langsung dia suruh menunggu satu atau dua minggu baru dapat balasan dariku”.
“Ya nanti ku sampaikan”.
Setelah mengantar Robi sampai di depan pintu. Faiz kembali keruang tamu untuk mengambil surat dari Amri dan juga membaca puisi di dalamnya.
Ada mata yang tersembul dari kelopak buta
ada mulut yang terbata mengucap makna kata
ada tangan yang meraba di dalam kepala
ada kaki yang melangkah pada kerikil basah
tapi ragaku ingin bergerak diantara ruhmu
dekat dengan jantungmu
kemaren…..
air menjemput jassad-jassad tak bernyawa
hari ini……
air mendorong tanah dari atas kebawah
besok….
mungkin bumi yang kan terbelah
tapi selamanya….
aku ingin di pangkuanmu
rasakan hangat dekapan jantungmu
yang lelah telah mencari
ketidak mengertian kita
dekaplah aku
sampai ketika waktu tekah lesu
Puisinya Amri bagus sekali. Tapi bagaimana lagi hatiku sudah ada yang punya rasanya tak mungkin aku menghianatinya. Maafkan aku Am, bukan maksudku menolak cintamu tapi hati ini sudah ada yang mengisi. Aku harap kau mengerti dengan keadaanku.
Begitulah rencana balasan surat untuk sahabatnya. Yang dulunya ketika masih dalam satu kelas dengan seorang gadis dinginnya minta ampun. Sukanya buat onar dalam kelas maupun sekolah. Tapi sekarang dia sudah berubah. Mau mondok segala nggak nyangka kalau sahabatku itu bisa berubah seperti sekarang.
Sebenarnya Faiz mau memberitahu yang sejujurnya dalam surat balasan tentang siapa yang telah mengisi hatinya. Namun niatnya telah di urungkan kembali dia takut sahabatnya itu akan mengamuk dan bertindak arogan dan menghajar sahabatnya sendiri habis-habisan. Hal itu tidak boleh terjadi.
Karena dulunya dia pernah menghajar pengurus sekolah Ad-Darul hingga babak belor tidak ada yang berani menolongnya. Aku tak mau itu terjadi dengan cintaku. Meskipun sekarang Amri sudah berubah. Akan tetapi sifat nakalnya dulu kemungkinan bisa kambuh dan membuatnya kalab tak bisa membedakan lawan maupun kawan.
Biarlah waktu yang menjawabnya semua. Dan Amri tahu dengan sendirinya. Jika aku memberitahunya langsung maka tidak menutup kemungkinan dia akan memuncak emosinya. Karena dia mendapat dua kenyataan yang sangat pahit, pertama cintanya tidak aku tanggapi dan yang kedua dia mengetahui kalau aku sudah mempunyai kekasih yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Biarkanlah waktu yang berbicara semunya.
Senin hari ini. Matahari seakan-akan tidak mau di ajak kompromi. Panasnya dapat membuat batok kepala mendidih. Padahal musim kemarau baru saja di buka. Namun panasnya seperti sudah lama musim kemarau berjalan.
Panasnya hari ini mungkin sama dengan panasnya hatinya Amri. Karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Dan mendapatkan kenyataan jika dia telah di bohongi oleh sahabatnya sendiri. Yang lebih menganga lukanya adalah cewek pautan hatinya serta penyemangat dalam hidupnya telah menjalin cinta kasih dengan Topik. Mengapa hal ini harus terjadi denganku. Bukan pada yang lain. Kenapa kabar itu baru sekarang aku terima katika aku sudah terlanjur ucapkan kata cinta.
Baru saja aku merasakan bagaimana rasanya orang yang sedang jatuh cinta. Baru saja aku merasa ada seorang cewek yang singgah dalam sanubariku. Mungkin ini cinta pertamaku setelah sekian lama belum mampu untuk jatuh cinta. Cinta pertama yang tanpa balas. Bertepuk sebelah tangan. Begitulah yang sedang aku alami. Jawaban yang telah diberikan Faizatin sedikit banyak telah merubah gaya hidupku. Yang awalnya sebelum jatuh cinta terhadapnya aku biasa-biasa saja berjalan normal. Namun kini makan saja rasanya tak enak antara yang manis, pedas, asam sama. Dalam satu hari saja aku tak melihat wajahnya dunia seakan mau runtuh. Mendengar namanya saja hatiku sudah merasa tentram. Apalagi hingga bertemu. Betapa bahagianya.
Faiz….
bila pergi
jangan pergi lagi
tuk menjauh dari jiwa ini
peluklah aku ingin hangatmu
walau rasa ayal maupun nyata
aku ingin damaimu
tentang kalbu
saat dekat denganmu
damai jiwaku
hanya disampingmu
aku gila
gila cinta, gila dirimu bidadariku Faiz
bidadari yang selalu diisi
dalam rasa dan lensa
menemani diri ini
dalam suka duka
ria, gundah gulana
penentram raga jiwa
Cinta telah membuat aku gila. Cinta pula yang membuat aku nggak nafsu makan, nggak bernafsu untuk belajar. Setiap hari perkerjaannya hanya merenung dan membayangkan cinta pertamanya. Perut lapar apabila betemu dengan dambaan jiwa maka akan kenyang dengan sendirinya. Berusaha menerima kenyataan dan melupakan gadis yang telah membuatnya memahami apa itu cinta. Sebab cinta adalah penderitaan. Dan membiarkan aku hidup bahagia bersama pilihan hatinya. Meskipun aku menderita akan tetapi sahabatku bahagia. Bahagianya juga bahagiaku tapi dalam hal yang lain.
Jam pelajaran sekolah hari Senin adalah matematika. Mata pelajaran yang nggak aku sukai. Nggak suka pelajarannya bukan berarti tidak menyukai gurunya. Gurunya banyak disukai oleh para anak banin. Oranya penyabar tidak mudah marah. Dan ketika ada salah satu muridnya yang tidur dalam kelas di biarkan saja. Tapi ketika pada saat mengerjakan soal maka di suruh maju kedepan. Bisa nggak bisa harus maju.
Namanya juga orang yang sedang gila cinta pergi sekolah hanya memehuhi absent. Tak punya gairah sedikit pun. Aku hanya menjalani rutinitasku sebagai seorang siswa. Sebenarnya aku sudah bosen sekolah. Jika aku bolos dan hanya tiduran di pondok maka akan kena sangsi dari pengurus pondok. Lebih baik pergi sekolah bisa tidur di dalam kelas tak ada yang menggangu.
Yang membuatku enggan pergi sekolah adalah harus bertemu dengan manusia yang telah merebut gadis pujaanku. Dan menduakan sahabatku juga. Aku tak rela jika orang yang aku cintai harus di duakan.
Sepulang sekolah Amri langsung tidur di dalam kamar. Tanpa ganti pakaian. Dia hanya memberi pesan kepada salah satu anggota kamar kalau jam dua untuk di bangunin karena belum sholat dhuhur.
Matahari masih terasa menyengat kepala. Panasnya matahari tak mengurungkan niatku untuk pergi kerumahnya Faizatin yang katanya sekarang lagi sakit dirumah. Perjalanan dari kota santri menuju rumahnya memang lama. Satu jam. Aku pergi sendirian tanpa membawa teman. Dengan harapan bahwa Faiz akan sedikit simpati terhadapku.
Ketika sampai dirumah betapa terkejutnya aku karena melihat pakaian yang di kenakan sahabatku itu. Dia hanya mengenakan sarung yang trasparan kainnya. Hingga memperlihatkan semua lekuk tubuh indahnya dan kaus yang pendek. Tanpa mengenakan kerudung.
Aku pun di persilahkan masuk keruang tamu yang biasanya. Namun ketika aku mau duduk di sofa tanganya menariku, mengajak keruang tamu yang berada dibelakang. Katanya sih biar enak ngobrolnya. Hari ini dia tidak seperti biasanya. Duduknya sangat dekat denganku. Aku berkali-kali menelan ludah dan tampak kikuk dengan kelakuan sahabatnya. Bukan apa, entah dia sengaja atau tidak, di sadari atau tidak, sarung yang dipakainnya sangat tipis sekali sehingga memperlihatkan pahanya yang sangat putih dan mulus. Dan bukanya merasa riskan dengan pandanganku melainkan membiarkan aku memandangnya hingga aku merasa malu sendiri. Untuk mengalihkan agar aku tidak ketahuan karena telah memandangi di bawah perutnya yang indah. Maka aku basa- basi bertannya.
“Ibu ada dirumah Is?
“Tidak ada, emang ada apa tanya ibuku segala apa kamu kesini tadi ingin bertemu dengan ibuku?”
“Nggak Cuma nanya saja, kelihatanya kamu sudah sembuh terus rencana kembali kepondok kapan?”
“Nggak tahu lah aku masih kepengen dirumah dulu. Kok tumben kesini kamu nggak bawa teman. Yono mana?”
“Dia lagi ada tugas dari pondok makanya nggak kuajak kesini”.
Kami erdua duduk berdampingan, sangat dekat sekali.
Aduh, apa yang harus kulakukan. Hatiku berdebar-debar kencang. Aku pun sedikit bergeser agar tidak terlalu dekat dengannya.
“Kok geser Am, mau kemana?”
“Nggak kemana-mana, nggak enak saja aku takut kalau kita berdekatan kayak gini. Ibumu dan bapakmu datang. Maka mereka akan beranggapan kita berbuat yang nggak-nggak”.
“Tak mungkin Am mereka datang. Ortuku tidak pulang siang-siang begini. Paling juga nanti malam baru pulang”.
Tanpa menunggu aku bicara, dia menarik tanganku dan memaksaku untuk duduk disampingnya. Dia melepaskan baju dan menarik tanganku untuk membelai pipinya yang halus. Tanpa ku sadari bajunya sudah di tanggalkan semua. Tinggal BH nya saja yang masi menutupi buah dadanya yang kecil montok dan padat. Tanganya menarik tubuhku agar lebih mendekat. Dia melepaskan menyingkap sarungya sehingga pahanya yang putih bersih tanpa ada bercak-bercak hitam sedikit pun yang menempel. Aku tidak memiliki kekuatan untuk menolak. Karena melihat pemandangan yang seumur hidup baru kali ini aku menyaksikannya.
Dan dia pun menarikku dalam-dalam dalam wajahnya. Bibirku dan bibirnya saling mengulum penuh nafsu. Kami masih berpangutan sedang tangannya meraba-raba tubuhku untuk melepaskan pakaian yang aku kenakan. Tanganku pun tidak tinggal diam. Aku meremas-remas gunung kembar yang belum terjamah tangan lain yang padat, kanyal. Lalu kami bergumul di atas sofa dan aku mengecup seluruh tubuhnya. Setiap sentuhan mengobarkan gairah. Segara saja decit sofa membentur pendengaran. Kami melenguh panjang dan terempas di sofa. Orgasme panjang telah merontokkan ketegangan dan nafsu yang semula meregang diatas sofa. Kulihat bercak darah yang ber ceceran di sofa. Aku tahu darah itu adalah darah keperawananya Faiz. Aku tak pernah membayangkan kalau aku akhirnya melakukan hubungan yang seharusnya belum saatnya aku jalani. Tapi dia dulu yang memulai. Dan aku tak tahan melihat kemolekan tubuh gadis yang sangat aku cintai.
Tubuh kami masih berpelukan. Dan aku menyeka keringat yang berada di wajah sahabatku itu. Kami berdua kelelahan karena habis bertempur dalam arena kenikmatan surga dunia.
“Am, Am. Nggak sholat kamu”. Betapa kagetnya aku ketika mendengar ada suara yang membangunkanku.
Tapi yang lebih kaget lagi ketika aku merasakan ada cairan yang lain melekat di celanaku. Aku merabanya. Tampak berair. Wah rupanya aku bermimpi tadi. Aku kembali berbaring namun sebelumnya melihat jam yang berada didinding. Ah baru jam setengah dua. Aku mencoba mengingat-ingat kembali mimpi panjangku. Menyambung beberapa peristiwa yang masih teringat. Aku hanya tersenyum dan membuka serta menaruh celana dalamku pada ember yang kosong. Dengan sarung dan handuk di bahu aku pergi kekamar mandi dan mandi sepuas-puasnya.
Aku bernyanyi-nyanyi tanpa irama yang pasti. Tertawa sendiri bila teringat dengan mimpi yang barusan aku alami. Mungkin mimpiku tadidikarenakan sebelum tidur aku terlalu memikirkannya sehingga terbawa di alam bawah sadar.
Jam tiga sore adalah waktu yang paling di tunggu-tunggu oleh santri pondok Al-Faruqi. Karena di jam itu anak banat perguruan Al-Falah telah istirahat. Banyak alasan juga yang di lakukan para santri untuk sekedar cuci mata dengan melihat gadis Al-Falah yang mayoritas cantik-cantik. Cara berjalannya yang tak mungkin terlupakan, setiap langkah seakan menggunakan irama yang halus. Langkahnya pun kecil. Sebab seragam yang di kenakannya adalah jarit. Bukan rok seperti kebannyakan sekolah-sekolah lain.
Entah perasaan apa yang menuntun ku untuk pergi ketoko yang berada di depan pondok. Aku begitu bernafsu untuk pergi kesana. Aku pun menuruti apa yng telah menjadi keinginanaku. Ketika aku keluar dari kamar dan sudah berada di depan pondok. Ternyata masih banyak anak banat yang berseliweran ditoko yang akan aku tuju. Dengan wajah tertunduk dan kupercepat langkah kakiku. Menuju tempat tujuanku semula. Disaat aku sampai di depan toko tak sengaja aku beradu pandang dengan Faiz gadis yang tadi siang telah memberikan keperawanannya padaku. Tapi dalam mimpi. Aku pun kaget begitu juga dengan dirinya. Tanpa ada kata yang berucap. Diam membisu. Kata yang akan di ucapkan sudah terwakilkan oleh mata kami yang beradu pandang. Hanya sesaat namun sudah menjadi penyejuk jiwaku yang rindu akan wajahnya.
Bagi orang yang lagi di terpa kidung cinta. Bertemu dengan pujaan hati meski sedetik saja adalah sebuah harapan. Bukan penyesalan. Bertemu dengan dambaan hati yang dengan tegas telah menolak cintanya. Sama juga dengan penderitaan yang tak berujung. Tapi aku bahagia jika bertemua dengan Faiz, meskipun pertemuanaku dengan dirinya menambah penyiksaan batinku dan menyayat-nyayat ulu kalbuku untuk melupakannya. Semakin aku berusaha mencoret wajahnya dari memori otakaku. Maka saat itu pula tanpa sengaja aku bertemu denganya entah di jalan menuju makam. Atau waktu dimau pergi daurah dan musyawarah. Apa ini tandanya kalau aku tak kuasa untuk menghapus cinta pertamaku dalam hati yang galuh.
Aku pun kembali melakukan rutinitasku sebagai seorang yang hidup di pesantren. Setelah sholat magrib mengaji alqur’an di pondok putri As-Syifa’ yang santri putrinya ada yng menawan hatiku. Faizatin. Mengaji alquran aku begitu bersemangat ketimbang mengaji yang lain. Entah karena apa? Mungkin bisa karena secara tidak langsung aku telah dekat dengan cinta pertamaku. Hanya terbatasi oleh tembok saja. Tapi aku merasakan ketika mengaji di podoknya begitu tentram dan damai jiwa ini.
Biasanya ngajinya selesai setelah adzan isya’ berkumandang. Hari itu aku keluara dari pondok As-Syifa’ langsung di sambut temanku dari komunitas Komed. Shiro. Dia mengajakku untuk pergi ke Sanggar Assalam yang berada di Bulumanis. Biasa diskusi dan ngumpul-ngumpul dengan anggota lainnya. Sanggar yang di didirikan atas insitif anak Komed dan di dukung oleh mas Yanto sebagai ketua sekaligus pengelolanya dan pemilik tempat. Maka kegiatan yang ada di Sanggar tersebut masih sederhana hanya diskusi, pelatihan dan membuka kedai kopi.
Keterbatasan kegitan tak lain karena rata-rata anggotanya masih sekolah. Aku pun mengikuti kegiatan yang ada disela-sela waktu senggangku. Dan malam ini di Sanggar ada diskusi maka aku pun mengikuti ajakan Shiro meninggalkan kegiatan pondok yang berjalan dengan itu-itu saja. Aku mencoba mencari sesuatu yang baru. Dan belum aku temukan di pondok.
Perjalanan dari kota santri menuju Bulumanis berjarak satu mil. Meski jaraknya cukup jauh tetap aku lalui dengan perasaan senang. Disana para anggota komed sudah ada, Rai, Roni, Zakka, O2nd yang terlambat aku sama Shiro. Aku datang dan acara diskusi langsung di mulai di pimpin oleh mas Yanto pemilik sanggar.
Dalam diskusi kali ini membahas tentang kesadaran. Bahwa kesadaran itu timbul dari sebuah keterpaksaan. Perbedaan adalah dinamika. Pemberontakan timbul karena kegelisahan. Kegelisahan datang dari pengetahuan, pengetahuan datang dari pemikiran, pemikiran datang dari permasalahan. Kita akan mempunyai nilai lebih jika kita mempunyai kekurangan. Kita tanpa yang lain tidak ada apa-apanya. Begitu lancar mas Yanto menerangkan bagaimana orang sadar dan memiliki kesadaran yang lebih. Dari semua yang di paparkan tadi semuanya terekam di memori otakku. Namun aku tidak terlalu paham dengan makna yang tersirat dari semua yang telah di bicarakan tadi. Apakah yang kurang cerdas akunya atau penjelasannya kurang terperinci?
Jika sudah diskusi maka kami semua lupa akan waktu. Jam dengan setia menempel di tebok sudah menunjukan pukul 01.00 dini hari. Dengan waktu yang sudah segitu maka seharusnya bagi pelajar adalah tidur. Karena esok harinya harus memenuhi kewajiban mencari ilmu di bangku sekolah. Berbeda dengan kalangan santri apalagi anak-anak Komed tidur sore hari adalah tandanya pemuda yang masa depannya suram. Aneh juga dengan prinsip yang di pegang. Akan tetapi rata-rata kebanyakan santri tidurnya malam-malam dan ketika musim catur wulan hampir seluruh siswa perguruan Al-Falah tak ada yang tidur di bawah pukul 01.00 dini hari hari, disebabkan mereka harus menghapal semua mata pelajaran yang akan di ujikan besok.
Waktu sudah menunjukan lebih dari separoh dari malam. Maka aku dengan Shiro berpamitan untuk kembali ke pondok lebih awal.
“Sudah malam tidur sini saja”.ucap mas Yanto
Shiro dan aku beradu pandang. Mencoba berbicara dengan isarat mata.
“Kembali saja mas”. Jawab Shiro
Aku pun berpamitan untuk pergi. Sedang anggota Komed yang lain mereka tetap disitu hingga pagi. Sambil minum kopi dan berbincang-bincang bertukar pengalaman sebelum mondok.
Tak terasa perjalanku dari Sanggar Assalam Bulumanis telah sampai di kota santri. Disaat kakiku berpijak didepan warung yang biasa buat mangkal anak Komed. Niatku yang semula kembali kepondok diurungkan.
“Mampir dulu Am”.
“Aku lagi krisis Ro!”
“Alah…. Aku lagi ada rejeki dikit masih cukup untuk kita berdua”ajaknya
Kami berdua memang selalu begitu. Jika mau ngopi atau sekedar jajan siapa yang lagi punya rejeki. Tidak pernah mempermasalahkan kemaren aku sudah mentraktir kamu sekarang gentian kamu yang mentrakti aku. Pokoknya aku dengan Shiro sudah seperti keluarga. Siapa yang punya dan lagi membutuhkan maka di ambil dulu.







ANTARA PERSAHABATAN DAN CINTA
Di warung kopi depan toko kitab Himmah aku habiskan separuh dari malam bersama Shiro setelah selesai diskusi di Sanggar Assalam. Aku bercerita tentang nasib cintaku yang penuh dengan penderitaan. Gadis yang aku puja, yang di setiap langkahku bayangannya selalu hadir. Hingga sudah melekat dalam memori perasaan. Tak mampu untuk dibuangnya. Namun mengapa cintaku di pandang sebelah mata. Dan lebih memilih dengan sahabatku yang sudah mempunyai pacar. Pacarnya adalah sahabatnya juga. Apa dia niatnya untuk menghabat kebahagian orang.
Jika di terka akan terlihat lucu kisah cinta yang aku alami dengan sahabatku. Aku jatuh cinta terhadap Faiz dan Faiz cinta mati dengan Topik sedangkan Topik tak bisa meninggalkan cinta pertamanya yaitu Zahrotun. Mereka semua adalah sahabat mulai dari perguruan Ad-Darul hingga sekarang. Mempertahankan persahabatan atau cinta?
Pertanyaan yang selalu membingungkan pikiranku. Setiap permasalahan pasti punya jalan keluar dan jalan keluar adalah memilih salah satunya yang terbaik untuk kemudian hari. Apabila yang di pertahankan persahabatan maka cintanya harus kandas. Begitu pula jika yang di pertahankan cinta, persahabatan akan berantakan.
Sepening-peningnya aku. Masih ada yang lebih pening yaitu Yono karena dia adalah tempat mencari solusi dari keempat manusia yang lagi punya penyakit cinta. Semuanya jika ada masalah maka masuknya keYono untuk mencari jalan keluar yang baik. Sekarang yang akan dilakukan Yono apa? mempersatukan mereka dalam cinta atau persahabatan?
Yang mempunyai kisah cinta yang menyedihkan tidak hanya aku saja. Shiro pun sama kisah cintanya tak jauh beda denganku. Dia ditolak cinta pertamanya yaitu terhadap Alif seorang cewek yang di kenalnya ketika ada pelatihan management organisasi yang diadakan NU cabang Pati. Yang lebih menyakitkan bukan karena penolakan cintanya melaikan Alif telah menelan ludanya kembali. Dengan alasan nggak berani pacaran dia menolak cintaku. Tapi…….selang dua hari dia menerima cinta dari teman satu pondokku sungguh menyedihkan bukan?
Teryata orang bercinta harus diawali dengan pederitaan. Diawali dengan kesakitan. Meskipun sudah sakit dan menderita belum tentu bahagia di kemudaian hari. Sebab cinta sulit dimengerti apalagi untuk menjalani. Hanya orang yang terserang penyakit gila mampu memahami apa itu cinta yang sesungguhnya. Cinta itu bukan mengambil melainkan memberi.
Matahari bersinar dari ufuk Timur berwarna kuning kemerah merahan. Seperti mataku hari ini berwarna merah karena bergadang semalam suntuk tanpa aral tujuan yang pasti. Sekolah pun hari ini kupaksakan. Entah di dalam kelas nanti tidur itu urusan belakangan, yang penting adalah tidak membolos maka nilai kerajinan akan tetap tujuh.
Kitab Goyaul ushul, Asbah wanadoir, ilmu tafsir kubegang erat ditangan untuk aku bawa pergi kesekolah. Untuk hari ini aku pergi lebih awal setengah tujuh sudah berangkat padahal tembok sekolah dapat di sentuh. Aku pergi agar di kelas bisa mencicil tidur, dapat setengah jam kan lumayan.
Sebelum aku pergi kesekolah Yono sudah menghadangku di depan pintu.
“Am aku mau bicara sama kamu”.
Yono menarik tanganku agar lebih mendekat dan mencari tempat duduk yang pas untuk berbicara.
“Nanti sepulang sekolah bagaimana, apa kamu nggak lihat aku sudah membawa kitab mau berangkat sekolah ini?”
Aku mencoba mengelak untuk diajak bicara soalnya mataku sudah pedas minta diistirahatkan meskipun hanya semenit.
“Bener sepulang sekolah apa nggak nyesel kamu aku membawa pesan dari Faiz lho untuk kamu”.
Ketika telingaku mendengar nama Faiz mata yang tadinya mengantuk sekarang kembali terang benderang. Rasa pedas pun hilang seketika.
“Pesannya apa?”selidiku dengan penuh penasaran
“Tadi bilang sepulang sekolah, tapi sekarang…”
Belum selesai Yono berbicara aku memotongnya terlebih dahulu.
“Tadi ya tadi yang penting sekarang jangan membahas tadi”.
“Ya udah besok sekolah libur karena bertepatan dengan hari kemerdekaan. Kamu disuruh kerumahnya Faiz dia mau berbicara sama kamu. Penting tidak bisa diwakilkan”.
“Soalnya rencananya liburan besok aku pergunakan untuk buat laporan pertanggung jawaban Paprim (Panitia Isro Mi’roj). Kalau kamu bilang penting maka akan aku batalkan rencana semula”.
Sedikit kaget. Masak Faiz mau bertemu aku dan mau bicara, tentang apa? mengulang penolakan cintanya terhadapku. Atau mau bicara jujur kalau dia sedang menjalin hubungan dengan sahabatku karena selama ini dia belum berkata siapa yang telah mengisi pautan hatinya. Apa dia sudah siap mengatakan yang sesungguhnya. Karena kenyataan itu pahit dirasa. Kenyataan tak seindah yang kita kira.
Semalam suntuk mata tak terpejam sedikit pun. Namun hari ini rasa kantuk telah sirna. Karena mendapat pesan kalau Faiz mau bicara. Berarti aku bisa melihat wajah cantiknya yang bisa membangunkan cinta yang tertidur. Karena hati bahagia jam sekolah yang biasanya terasa lama, untuk hari ini berjalan dengan cepat mungkin perasaanku saja.
Aku menuruti apa yng di pesankan Yono pulang kerumah untuk menemui Faiz. Meski sebenarnya tak ada niat untuk pulang. Karena gadis pujaanku yang meminta maka sebisa mungkin ku kabulkan.
Ketika sampai dirumah rencana untuk pergi menemuai Faiz di malam harinya. Akan tetapi sorenya aku mendapat berita yang merontokan semua kepercayaanku dan membakar semua emosiku. Karena Faiz tidak pulang.
Yono merasa bersalah dengan kejadian ini. Sebab dia yang telah menyampaikan beritanya dan mengetahui kesibukanku dalam organisasi sekolah maupun pondok. Dia merasa di permainkan oleh Faiz.
“Sebenarnya dia mau ngomong apa Yon? Pasti sedikit banyak kamu mengetahuinya”.
Ketika aku bertanya begitu Yono tak lansung menjawab. Dia kelihatannya befikir sejenak.
“Dia mau bilang kalau sekarang sedang menjalin cinta dengan sahabatmu sendiri. Karena kemaren atas kesepakatanku, Topik dan dia. Bahwa yang bilang itu Faiz”.
“Cuman itu saja? Kenapa yang bilang bukan Topik saja”
“Kalau Topik yang bilang dia sungkan terhadapmu, nanti bisa-bisa menimbulkan kejadian yang nggak-nggak”.
Hanya mau bilang begitu saja dia telah menyita waktuku. Dan sama juga dia menyakitiku untuk yang kedua kalinya. Baru kali ini ada orang yang mebuat janji mengingkari sendiri. Emosiku memuncak dan aku membuat surat untuk dirinya yang telah memberi pelajaran berharga bagi hidupku.
Apakah perlu salam?
Ku awali salamku dengan kebencian.
Ku goreskan pena dengan pena kesakitan.
Terima kasih, dirimu telah memberi pelajaran yang begitu berharga buat hidupku, bagaimana caranya menjilat ludah yang telah kau buang.
Dan terima kasih kau telah memberi petuah berharga bagi waktuku. Bagimana menepati janji yang baik.
Hanya ucapkan terima kasih yang mampu aku persembahkan atas pelajaran, petuah yang kau berikan di hari kemerdekaan Negara kita. Aku tak mampu membalas semua kebaikan yang kamu berikan.
Maaf dengan semua lakuku.
Kertas yang akan kuberikan terhadapnya yang sudah tertaburi dengan pena kebencian terlebih dahulu aku remas. Dan setelah itu aku masukan kedalam amplop agar dia mengetahui kalau yang memberikan surat ini sedang marah besar.
Mengetahui kalau Faiz tidak pulang kerumah maka setelah sholat dhuhur aku kembali kepondok dengan membawa luka mendalam. Surat untuk dirinya yang aku buat dengan penuh kemarahan. Ku titipkan pada Yono untuk diberikan kapada Faiz entah kapan memberikanya yang terpenting surat itu sampai terhadapnya. Aku tak mau tahu lewat apa untuk menyampaikan surat itu, yang terpenting aku mendengar kabar jika suratnya telah sampai pada yang dituju.
Biasanya sih, dititipkan kepada mbak Nik pemilik toko yang berada di bagian Selatan perguruan Al-Falah. Hampir semua anak banin maupun banat jika memberikan sesuatu, surat kado ultah maka pos gratisnya adalah mbak Nik. Dia bagikan malaikat penolong bagi manusia yang lagi di mabuk asmara. Orangnya biasa mudah bergaul. Mungkin saja dulunya waktu sekolah di perguruan ini melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan anak-anak sekarang.
Mendung bergelantungan di atas pondok putri As-syifa’. Bintang-bintang yang biasanya memmancarkan sinar dan bulan yang biasanya menyemburatkan keindahan warnanya. Kini semuannya telah bersembunyi rapat di balik gumpalan awan hitam.
Aktifitas pondok putri tak jauh berbeda dengan aktifitasnya pondok putra. Ngaji, jamaah belajar besama adalah kegiatan yang harus dijalaninya.
Sore tadi sepulang sekolah Faiz mendapatkan surat dari mbak Nik dia tak langsung membukanya melainkan mencari waktu yang enak untuk membaca. Setelah jamaah isya’ selesai, dia menuju kekamar membuka almari mencari-cari surat yang amplopnya lusuh tadi.
“Dari siapa ya..? dari kekasihku tak mungkin soalnya amplopnya jelek begini” gumamnya.
Faiz pun membuka amplop tadi dengan perlahan-lahan. Betapa kagetnya dia setelah di buka kertasnya kelihatan habis diremas-remas. Dengan penuh kesabaran dia merapikannya agar dapat di baca. Susah payah merapikan kata-kata yang tertuang tidak ada yang bagus sedikitpun. Semuanya penuh dengan amarah dan kebencian.
Baru kali ini aku mendapatkan surat yang begitu menyakitkan hati. Teryata Amri marah besar dengan kejadian kemaren yang tidak aku tepati. Apa dia tidak mengetahui dengan keadaanku yang sesungguhnya hingga dia tega berkata yang amat menyakitkan terhadapku.
Tanpa tersadari olehku air mata turun perlahan-lahan. Wajah yang tadinya terbesut oleh bedak kini telah luntur karena terkena air kesedihan.
“Is kok nangis lagi punya masalah apa cerita dong biar terasa ringan masalahnya”tutur Aya
“Nih lihat sendiri Ya”.
Faiz memberikan surat kepada Aya sahabatnya yang sangat memahami dirinya meskipun beda tinggakatan. Tapi persahabatan mereka tetap terjalin dengan baik.
“Kok sampai begitu marahnya sahabatmu itu apa yang kamu lakukan?”
“Aku nggak ngelakuin apa-apa cuman tidak menepati janji yang aku ucapkan”
“Itu kesalahanmu, kamu harus tahu bahwa Amri anak organisasi, kesibukannya pasti banyak. Malah aku denger-denger sekarang dia menjabat menjadi sekretaris dalam kepanitiaan Paprim yang kemaren ada pengajiannya itu. Mungkin akhir-akhir ini dia sibuk mempersiapkan sidang pertangung jawaban, makanya dia marah ketika ada orang yang membuat janji dan mengingkarinya” jelas Aya sambil memeluk Faiz untuk sedikit mereda kesedihanya.
Malam ini langit seakan ikut serta merasakan kesediahn yang telah di alami oleh Faiz seorang cewek yang jadi perhatian setiap mata memandang karena keindahan paras ayunya.
Dia tak mau kebencian yang ada dalam hatinya Amri berlarut-larut. Maka malam ini juga dia menelpon pondok Al-Faruqi untuk berbicara dengan sahabatnya. Namun apa yang di dapat? Nihil. Usahanya telah sia-sia karena sahabatnya itu telah pulang kerumah karena sakit.
Ketika mendengar itu. Faiz merasa sangat bersalah sekali
“Apa dia sakit karena aku?”
Semalaman Faiz tidak menguncupkan matanya. Dia terus menangis. Mencari tahu bagaimana cara tercepat untuk bisa minta maaf. Aku pulang tak mungkin. Lewat surat juga nggak baik. Terus gimana? Dia teringat ibunya. Ah solusi yang pas adalah minta bantuan ibu untuk minta maaf terhadap Amri.
Pagi masih menampakkan gelapnya. Santri-santri pondok As-Syifa’ sudah menjalankan aktifitasnya. Mengaji dan sholat berjamaah.
“Is bangun sholat jamaah sana”. Ucap Anif yang tak lain saudaranya sendiri.
“Aku gak sholat Mbak lagi tanggal merah” jawab Faiz sambil menaikan selimutnya.
Sudah menjadi peraturan yang berlaku. Apabila ada salah satu santriwati yang lagi diserang setan marah maka sholatnya mendapatkan dispensasi. Dengan begitu bisa tidur sampai matahari tersenyum.
Ketika matahari sudah menampakan senyum yang amat lebar. Faiz teringat pada Amri sahabatnya yang saat ini sedang marah besar. Gara-gara dikecewain tempo hari. Agar amarah sahabatnya itu tidak berlarut-larut maka secepat mungkin harus minta maaf dan menjelaskan alasannya hingga tak menepati janji.
Untuk saat ini dia lagi sakit dirumah. Pulang tak mungkin. Solusi yang bagus adalah menelpon ibuku.
“Aya….ya…temenini aku kewartel, mau nelpon ibu nih…!!”
“Tunggu sebentar lagi aku lagi berdandan nanggung”
Sahabatnya Faiz. Aya anak Kudus kota kretek itu penampilan adalah hal yang paling utama. Baginya cowok yang mau melirik adalah penapilannya. Maka dari itu jika mau keluar dari penjara suci terlebih dahulu dan sebisa mungkin harus cantik.
“Kamu ini lama amat sih dandanannya”
“Baru lima menit saja udah cerewet abis…”
Namanya perkerjaan menunggu sangatlah membosankan. Satu menit sama juga dengan satu jam. Tanpa pikir panjang Aya dengan Faiz langsung bergegas mencari wartel terdekat.
“Halo…assamualaikum bu”.
“Walaikumsalam”.jawab ibunya di seberang sana
“Ada apa Is, jatah bulanannya habis”.
“Nggak bu..hik…hik..”
“Lho kok nangis, emang ada apa?”
“Tolong bu tolong minta maafkan Faiz dengan Amri, dia marah-marah denganku dan sekarang sedang sakit dirumah”.
“Kamu berbuat apa dengannya, hingga sampai marah sama kamu?”
“Nggak berbuat apa-apa cuman Faiz kemaren telah mengingkari janji yang telah Faiz buat”.
“Tapi Is, ibu tak mengetahui rumahnya”.
“Ibu bisa bertanya sama orang. Bilang aja yang mondok di Kajen karena di desanya hanya dia seorang yang menjadi santri”.
“Ya udah nanti ibu cari tahu”.
Faiz begitu manja dengan ibunya. Dan ibunya sendiri memanjakannya. Semua yang di inginkan oleh putri terakhirnya itu sebisa mungkin di turuti. Ibunya nggak mau jika putri tersayangnya itu bersedih.
Tapi yang sungguh terlalu adalah Faiz. Kadang dia meminta sesuatu yang diluar batas dan seharunya tidak di lakukan oleh orang tua. Urusan yang seharusnya bisa di selesaikan dirinya sendiri. Namun dia telah melibatkan ortunya. Seperti anak kecil saja.

Matahari mau udzur dari tugasnya. Dan menggatikan tugasnya sama bulan dan bintang. Warna kuning keemasan yang tersemburat dari ufuk Barat pertanda kalau surup pun telah tiba.
Ibu setengah baya terpontang-pontang panting mencari alamat manusia yang telah menangiskan hatinya anak tersayangnya. Usaha yang keras telah menemu hasil.
“Assalamuialaikum”.
Berkali-kali ibunya Faiz mengucapkan salam. Tak ada jawaban yang terlontar keluar dari rumah. Baru ketika akan kembali ada suara yang menyahutnya.
“Wailaikum salam, ada keperluan apa bu?”tanyaku dengan detak jantung yang tak setabil. Takut karena tidak seperti biasa ibunya Faiz berkunjung kerumahku. Pasti ada sesuatau yang terjadi ini.
“Mencari rumah kamu susahnya minta ampun Am”.
“Ya beginilah rumahnya buk”
Hampir satu jam lebih ibunya cinta pertamaku itu berada dirumahku. Memberi ceramah terhadapku.
“Aku kesini atas permintaan Faiz untuk menyampaikan maafnya, tadi dia telpon sambil menangis katanya kamu habis memarahinya”.
Begitu bingungya aku ketika mendengar apa yang dikatakan ibunya Faiz. Mau berkata pun kebingungan. Sebab kelihatanya ibunya telah mengetahui seluruhnya tentang masalahku dengan anak yang paling dimanja itu.
“Ah.. mungkin itu salah paham bu”.
“Gimana salah paham, tadi Faiz sudah cerita semuanya”.
Tambah bingung aku ketika mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya Faiz. Baru kali ini seumur hidupku punya masalah dengan teman, orang tua di bawa-bawa. Untuk ikut menyelesaikanya.
Kedatangan ibunya Faiz. Adalah petaka pertama yang datang dalam sejarah hidupku. Secara tidak langsung Faiz telah menginjak-nginjak harga diriku. Karena dengan kedatangan ibunya. Dia telah membuat aku di marahi habis-habisan oleh ortuku.
Setelah kejadian itu. Aku berjanji dalam marah kalau tidak akan menggangunya dan berurusan dengannya. Tambah masalah saja.
Mungkin sudah puas ibunya Faiz memberi ceramah terhadapku. Maka baru pulang bersama saudaranya Faiz. Ela.
Semalaman aku diserang penyakit insomia penyakit tak bisa tidur yang akut. Memikirkan kejadian sore tadi yang sungguh mencekam. Tak terpikirkan olehku kalau hasil goresan penaku mampu membawa ibunya Faiz bekunjung kerumahku. Ada sebuah pepatah bilang ketajaman goresan pena mengalahkan beribu-ribu tajamnya pedang. Karena sifatnya yang suka merekam.
Aku menerka-nerka pada gelamnya malam. siapa yang bilang kalau aku sakit dirumah padahal sebelum pulang aku titip pesan jika ada yang mencariku jangan bilang kalau aku sedang sakit dirumah.
“Pasti Yono yang memberitahu semua ini, awas nanti kalau aku kembali kepondok ku marahi habis-habisan dia”.
Jika mengingat kejadian itu maka hatiku terasa dongkol dan sakit yang teramat sangat. Aku baru tahu kalau cewek yang selama ini aku cintai dan punya keinginan kalau kelak akan ku jadikan pendamping dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang rumit dan sulit namun penuh dengan kebahagiaan.
Namun setelah kejadian itu, cintaku seakan patah untuk menjadikannya teman dalam keluarga. Rasa cintaku pun berubah menjadi benci. Semula pandanganku terhadapnya tentang kedewasaannya telah pindah haluan. Bahwa dia sifatnya tak jauh berbeda dengan anak-anak yang baru saja belajar berjalan dan berbicara.
ఇఇఇ
Dengan membawa rasa marah yang teramat sangat. Ingin mencari orang yang pas untuk menumpahkan kemarahan yang berkecamuk dalam dada. Pergi menuju pondok dalam keadaan jangkel dan kesal. Dalam benakku orang pertama kali yang harus aku temui adalah Yono. Akan kuceritakan semua perihal kedatangannya ibunya Faiz. Setelah itu gantian aku yang marah-marah terhadapanya.
Lelah pun masih terlihat pada raut mukaku. Sebetulnya badanku belum sehat secara seratus persen. Berubung karena kedatangan tamu hingga membuat hati terluka. Rasa sakit yang bersemayan dalam tubuh telah lenyap seketika seperti tertelah angin dan pergi entah kemana.
“Sudah sehat benar apa?”tanya Yono sambil membuka tas mencari oleh-oleh dari rumah.
Jika ada santri yang pulang dari rumah maka yang di harapkan santri yang berada di pondok tak lain adalah oleh-olehnya. Apa saja yang penting dapat dimakan. Dan halal. Jadi jangan heran kalau ada santri yang baru datang dari rumah banyak santri lain yang mengerubunginya.
“Belum sih, dirumah jenuh sekali. Eh.. Yon nanti malam aku mau ngomong penting denganmu dan juga Topik. Bertiga. Tempat di masjid RSI (Rumah Sakit Islam) Waturoyo”.
Yono sedikit tertegun mendengar ucapanku barusan.
“Mau ngomong apa penting nggak?”.
“Ya penting banget, ini menyangkut kesejahteraan orang banyak”.
Aku pun berganti sarung. Berubah menjadi santri lagi dan menyesuaikan dengan lingkungan pesantren masak di dalam pondok memakai celana jins dan kaos. Sangat aneh dan terlihat lucu. Orang hidup tuh harus bisa menyesuaikan dengan tempatnya. Dengan catatan masih mempunyai prinsip dan tidak akan terbawa. Lebih baik lagi di setiap tempat harus bisa memberi warna yang positif dan jangan sampai di warnai.
Istirahat sejenak sambil mengunggu adzan asar berkumandang. Setelah itu menjalani rutinitas seperti sedia kala. Mengaji kitab. Menjadi makanan pokok yang tak boleh di tinggalkan. Kalau meninggalkan makanan pokok tersebut tanpa adanya izin maka ujung-ujungnya adalah kena ta’zir.
Meninggat tujuannya santri dari rumah adalah mengaji. Tak ada yang lain. Jika ada santri yang setiap hari kerjaannya tidur melulu mungkin dulu sebelum berangkat ke pesantren lupa akan niatnya yang semestinya.
Malam yang dinanti telah tiba. Aku Topik, Yono telah sepakat untuk bertemu di masjid dekat RSI untuk membicarakan tentang hubungan persahabatan kami. Dan cinta yang ada dalam jiwa kami. Terlebih antara aku dan Topik. Karena kami berdua mencintai satu cewek.
Ketika bertemu dengan sahabatku. Terlintas kebingungan yang mendalam dalam hatiku. Aku mau ngomong apa? Jika tak di omongkan akan menimbulakan dampak yang tak mengenakan di kemudian hari. Dan bisa juga persahabatan kita semua dari kecil akan berantakan disebabkan mempertahankan egonya masing-masing aku tak mau itu terjadi.
“Gimana kabarnya Pik, malam ini?”
“Baik-baik aja, lha kamu gimana?”
“Seperti yang kamu lihat, sory menyita waktumu sebentar”.
“nggak apa-apa”.
Aku pun tidak langsung mengutarakan maksud apa yang akan dibicarakan melainkan aku terlebih dahulu basa-basi agar supaya keadaan lebih mencair. Lama aku terdiam. Bingung mau memulai dari mana. Rasanya mulut ini untuk bicara terasa ada yang mengganjal. Susah untuk dikeluarkan meski satu kata saja.
“Pik tujuanku mengajakmu kesini tak lain hanya ingin membicarakan tentang Faiz, Zahrotun agar semuanya jelas dan tidak akan menimbulkan ketimpangan di kemudian hari”.
“Ya aku ngerti”
Yono pun selesai mengawali pembicarannya. Dan untuk yang selanjutnya adalah aku yang mengambil peran.
“Pik aku kemaren pulang karena sakit. Karena kepulanganku itu telah menimbulkan banyak masalah dirumah. Gara-gara ibunya Faiz menjengukku katanya di suruh Faiz untuk minta maaf terhadapku tentanng kejadian kemaren yang tidak dapat di tepatinya. Dia menceritakan semuanya terhadap ibunya. Aku dirumah mendapat ceramah banyak sekali, hingga kupingku merasa panas mendengarkanya. Sekarang aku ingin minta bantuanmu agar Faiz dapat menjalani hari-harinya dengan biasa saja. Dan juga beritahu kalau antara kita tidak ada masalah lagi. Kita sudah dewasa jadi jangan menibulkan hal-hal yang seperti anak kecil lakukan”.
“Ya nanti aku kasih pengertian terhadapnya”.
“Trus tentang hubunganmu dengan Zah dan Faiz gimana?” tanya Yono dengan spontan.
Ketika mendengar itu. Mukanya Topik rada berubah seperti orang yang lagi kebingungan. Maklum pertanyaan yang barusan di lontarkan Yono sangatlah menusuk hati. Sebab menyangkut masalah privasi. Tapi mau bagaimana lagi. Jika hal tersebut tidak dibicarakan terlebih dahulu maka akan menimbulkan bencana kemudian hari.
“Soal itu nanti aku urus sendiri”.
“Aku pengen tentang masalah yang terjadi diantara aku, kamu, Zah, Faiz jika sudah menemu kejelasan maka kita dalam mengarugi hubungan persahabat tidak ada unsur, rasa sungkan. Intinya saling terbuka”. Ucapku dengan pasti.
Hampir separuh dari malam kami bertiga menghabiskan waktu dimasjid. Terasa aneh bukan. Ada manusia yang merebutkan satu cewek masih bersahabat dengan baik. Padahal kebanyakan orang apabila mengalami keadaan yang seperti itu akan saling bermusuhan. Kayak anjing dan kucing.
Diantara kami bertiga mungkin yang paling bingung adalah Topik. Di sekarang seperti makan buah Simalakama. Maju kena, mundur hancur. Apabila melanjutkan hubungan dengan Faiz akan merasa sungkan dengan Amri. Dan jika melanjutkan hubungan dengan Zah tak mungkin sebab dia marah besar setelah mengetahui perihal hubunganku dengan Faiz. Trus yang sekarang tindakan apa yang akan aku lakukan? Merelakan cinta yang ada didada dan mempertahankan persahabatan?.
Jika aku merelakan cinta maka yang merana cukup aku saja. Sedang apabila aku bersikeras mempertahankan cinta maka yang akan merasa sakit banyak orang dan persahabatan yang selama ini telah terbina akan hancur berantakan gara-gara egoku.
“Sekarang aku sudah dewasa seharusnya dapat mengerti mana yang baik dan mana yang tidak pantas untuk orang banyak. Tidak hanya memikirkan diri sendiri. Sebab sesungguhnya hidup didunia ini adalah ibadah”.guman Topik dalam kesunyian malam yang mencekam.
Pagi pun masih buta. Embun pagi belum terjaga. Meskipun pagi masih menampakkan warna hitamnya. Kota santri seakan sudah pada hidup semua. Di setiap pondok pesantren lampu-lampunya sudah pada menyala dengan terang benderang. Suara-suara santri yang membaca ayat-ayat suci alquran menjadi pemusik dalam menyambut pagi yang indah.
Seperti yang sudah di putuskan semalaman maka Topik mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungannya dengan Faiz dan juga sama Zah. Dia lebih memilih persahabatan yang berlangsung hingga tua renta. Karena cinta seseorang itu mudah berubah. Hari ini bilang cinta entah besok. Karena kebanyakan orang yang pacaran belum tentu menjadi pendamping hidup dalam pernikahan. Karena berpacaran adalah masa penjajakan. Berusaha mengenal karakter masing-masing.
Hari ini sepulang sekolah Topik merencanakan untuk pulang. Padahal tidak libur sekolah. Dia harus menjelaskan terhadap Zahrotun tentang semuanya agar persabatannya tidak menimbulkan gejolak atau masalah di kemudian hari.
Ketika sudah sampai dirumah maka Topik istirahat sebentar. Setelah itu pergi kerumahnya Zah membicarakan tentang hubungannya terhadap Faiz dan juga terhadap dirinya.
Terik matahari begitu sangat menyengat. Akan tetapi semua itu tidak menyurutkan niat untuk berkunjung kerumahnya Zah.
“Assalamuaikum”
“Walaikumsallam”
“Zahnya ada buk”
“Ada tunggu sebentar dia sedang sholat, silahkan masuk dulu”.
“Ya buk”
Topik pun masuk setelah mendapatlan izin dari pemilik rumah. Sambil menunggu Zah yang sedang sholat dia hanya diam mematung seperti orang yang tak punya perkerjaan saja. Memang perkerjan yang sangat membosankan sekali adalah menunggu satu menit saja bagaikan satu hari. Apalagi kalau menunggu sendirian bosennya minta ampun.
“O…o kamu Pik, sudah lama?”
“Nggak barusan”.
“Gimana kabarnnya lama tak pernah main kesini”.
Zah berlagak tidak terjadi apa-apa padahal dia malas menemui orang yang telah menduakan cintanya.
“Kabarku baik-baik, kamu sendiri gimana”
“Seperti yang kamu lihat sekarang, kok tumben siang-siang main kerumahku ada keperluan apa?”
Pertanyaan yang barusan muncul dari mulut mungilnya Zah telah membuat Topik terjaga. Dan raut mukanya sedikit berubah seperti orang yang lagi gugup.
“Ya memang ada keperluan yang sangat penting. Mau menjelaskan dan meluruskan tentang hubungan kita dan kamu sendiri sudah mengetahui tentang hubunganku sama sahabatmu sendiri. Faiz. Aku mau menjelaskan itu semua. Aku merasa bersalah sekali tentang apa yang sudah aku lakukan selama ini terhadap dirimu, Amri, Faiz. Dari itu maka minta maaf dan kita akan tetap bersahabat, kamu mau kan Zah?”
“Kalau demi kebaikan kita bersama aku setuju saja, tapi aku punya syarat”
“Apa itu syaratnya”
“Tentang hubunganmu sama Faiz bagaimana?”
“Soal itu, ya seperti apa yang aku lakukan terhadapmu. Aku masih akan tetap berhubungan dengan dirinya melainkan hanya sebagai sahabat. Tidak menjadi seorang kekasih seperti dulu”.
“Aku pegang ucapanmu”
“Ya aku ngerti”
Hatinya Topik sudah rada tenang. Karena Zah sudah mengerti tentang semua yang terjadi dan menerimanya dengan lapang dada. Dan sekarang yang jadi masalah adalah apakah Faiz akan menerima seperti yang dilakukan Zah? karena sifat yang dimiliki Faiz jauh berbeda sekali. Dia terlalu manja, sedikit-sedikit orang tua yang di ajukan. Nggak mau menyelesaikan sendiri masalah pribadinya. Ya namanya juga anak terakhir sudah menjadi hal yang lumprah apabila di manja oleh ortunya.
Dimanja sih boleh, tapi jangan sampai keliwatan manjanya bisa-bisa ngelunjak. Kemanjaan yang telah dilakukan oleh ibunya Faiz sudah terlalu akut. Gimana nggak akut masak masalah pribadi anak dengan teman-temannya ikut-ikutan. Kalau hanya sekedar ingin tahu sih nggak masalah. Malah ikut nimbrung ini yang bikin susah. Mau ngomong apa terhadap anaknya harus berfikir dua kali. Jangan-jangan yang di omongin itu bisa mendatangkan ortunya untuk andil.






KTA, KARYA TULIS ASMARA ATAU KARYA TULIS ARAB
Antara Faiz, Zah, Topik dan Amri sudah bisa menerima dengan semua yang terjadi. Mereka pun akhirnya bersahabat dan tidak mau lagi mengingat-ngingat masa percintaan yang hampir saja membuat persahabatan hancur berantakan. Jika ada sebuah penghargaan tentang terjalinan hubungan persahabatan mereka. Pantas diberikan kepada Yono, sebab dialah yang telah berperan aktif didalam menyelesaikan semua kemelut yang sedang berjalan.
Jarang sekali ada manusia yang bisa bersahabat setelah putus dengan pacarnya. Akan tetapi semua itu tidak berlaku bagi Zah, Topik dan Faiz. Karena apa, mereka semua lebih mementingkan persahabatan dari pada pacaran yang suatu saat akan membuat hati merana dan terluka.
Aku pun dengan Topik biasa-biasa saja tak ada kebencian yang di pendam. Sebab kami berdua tidak perlu mempermasalahkan lagi tentang masa lalu. Mungkin jika aku belum masuk ke pesantren maka tak ayal Topik akan babak belur karena terhantam tinjuku dan teman-temanku. Sebab dia telah merebut pujaan hatiku. Namun sekarang sudah berbeda aku harus memahami tentang perbedaan sebab perbedaan itu indah. Tak mungkin ada langit jika tak ada bumi. Begitu pula tak mungkin ada cinta apabila tidak ada benci.
Baru menyadari jika kalau masa perjuanganku di perguruan Al-Falah sudah hampir habis. Detik-detik perpisahan, detik-detik menegangkan sudah didepan pelupuk mata. Aku pun harus sadar jika kelas terakhir dari perguruan Al-Falah sangatlah berat sekali. Nilainya harus rata-rata 7,5 untuk bidang agamanya sedang untuk umum sih cuma 6,00. tidak hanya itu saja, masih dibebani dengan tes kitab, tes alquran dan membuat KTA (karya Tulis Arab) apabila ingin mengikuti ujin cawu dua. Kelihatannya berat kalau cuma dilihatin saja tidak di jalani. Tingginya gunung saja kalau cuma di pandang akan terlihat megah dan menjulang tinggi. Beda jika sudah di daki semua ketingiannya dan kemegahannya akan bertekuk lutut dibawah telapak kaki kita.
Kebanyakan dari para guru bilang kalau sudah menginjak kelas yang terkhir banyak cobaan yang bermunculan silih berganti. Entah dari keluarga, teman, cewek yang punya cewek. Dan dirinya masing-masing. Makanya yang sudah kelas tiga berorganisasi pun pengsiun. Guna untuk mempersiapkan pertempuran yang sangat menguras pikiran dan tenaga.
Disaat kebanyakan siswa pada kebingungan memikirkan tentang semua yang harus dilewati oleh anak kelas tiga. Aku bersama komunitas Komed masih santai-santai saja. Pandangan santai dari kami adalah penuh kepastian. Boleh santai asal pasti. Dari pada serius tapi tak pasti-pasti.
Dan rata-rata anak Komed belum ada yang pengsiun dari organisasai malahan pemikirannya. Yang terakhir kalau tidak digunakan nanti setelah lulus bisa menyesal lho. Aku dan Shiro masuk di MPS lembaga tertinggi di kepengurusan organisasi diperguruan Al-Falah. Saat itu aku menjabat sebagai ketua komisi B yang berurusan dengan masalah budget serta mengaudit laporan-laporan keuangan yang dirasa kurang jelas. Tidak hanya itu saja aku pun masih ikut dalam structural dalam bulletin Matta production, meski tidak berperan kunci akan tetapi masih menguras otak. Sedangkan Shiro di MPS menjabat sebagai ketua komisi C yang gerak lajunya untuk bahan pertimbangan jika dalam organisasi menui permasalahan. Intinya sebagi penengah dan cari solusi.
Sedangkan anggota Komed yang lain seperti Rai, O2nd juga tak mau dikatakan pengsiun untuk berorganisasi. Tidak mengikuti di perguruan malahan banyak yang menjadi pengurus pusat di pesantren masing-masing. Padahal kelas tiga di cawu pertama harus KTAnya sudah kelar. Namanya juga kompak maka dalam mengerjakan KTA pun harus bersama. Sering diadakan diskusi hanya untuk mencari sumber bahan pembuatan Karya tulis arab tersebut agar bisa mendalam. Lama kami berdiskusi akhirnya membuahkan hasil juga. Aku mengambil judul manfaat taubah finafssi. Yaitu manfaatnya bertaubat di dalam tubuh dengan alasan bahwa sekarang ini banyak manusia yang tidak mau bertaubat dikarenakan mereka semua tidak mengetahui dengan rinci betapa besarnya manusia yang bertaubat itu.
Dan Rai mengambil judul haruskah bermadhab perlu adanya fanatise. Memang dia kalau mengambil sebuah judul selalu yang sulit bin rumit maklum sih karena otaknya mencukupi. Dengan alasan ingin mengetahui agama islam secara sempurna, sebab agama islam banyak yang bermadhab. Dengan mengorek sumber-sumber yang terdahulu apakah di zaman sekarang sumber-sumbernya masih otentik atau tidak? Bagi dia bermadhab itu tidak wajib. Sebab madhab adalah sebuah kepercayaan untuk menyakini sesuatu entah syariat Islam atau ajaran-ajaran agama Islam secara menyeluruh. Dan Zakka lebih memilih judul uzjlah, dengan pertimbangan kalau zaman sekarang itu sudah tidak ada lagi tempat untuk berujzah menenangkan diri dengan bermujahadah terhadap tuhan semesta alam. Jika di pandang sekarang ini sudah tak adalagi tempat yang sepi agar bisa konsentrasi dalam mengagungkan cinta kepada ilahirobbi. Ada satu cara tersendiri untuk mengamalkan salah satu ajaran agama Islam di ilmu tasawuf. Kalau dulu orang ujzlah dengan beserta tubuh dan jasadnya ketempat yang sepi. Dan untuk era sekarang hal itu tak mungkin lagi terwujud karena sekarang setiap tempat yang kosong sudah didirikan rumah-rumah dan bangunan yang lain.
Melihat keadaan yang demikian rupa maka dalam karya tulis arabnya Zakka dia mencoba menawarkan sedikit solusi. Yaitu sekarang ini masih bisa ujzlah akan tetapi ujzlahnya tidak seperti dulu malainkan yang ujzlah hatinya sedang tubuhnya masih tetap berada dirumah bermujahadah dengan tuhan pencipta alam. Biasanya yang melakukan metode ini adalah para orang tua yang menjalankan thoriqoh.
Namanya juga masih keturunan kiai dan bisa dikatakan Gus. Karya tulis arabnya pun tak akan jauh dari pendidikan dia membahas tentang pendidikan sekarang ini telah mengabaikan hal-hal yang sangat penting yaitu penghormatan terhadap gurunya yang sudah susah payah telah memberrikan ilmu dengan penuh keteguhan. Sekarang coba kita lihat bayak dari murid sekolah umum yang jarang sekali menghormati gurunya. Murid yang seperti itu bisa pintar melainkan tak mempunyai ahlak.
Sedangkan yang di bahas oleh O2nd berbeda dengan yang lain. Dia berani membahas tentang filsafat pendidikan. Yaitu mengenai tujuan orang belajar untuk apa? Pintar jika sudah pintar lalu berbuat apa? membodohi orang lain. Karena sekarang bayak fenomena yang lagi gencar-gencarnya yaitu banyak orang yang belajar hanya ingin mendapat perkerjaan. Ujung-ujungnya perkerjaan tidak didapat stres ya. Karena bagaimana pun orang yang percaya dengan tuhan pasti urusan rejeki itu di pasrahkan terhadap yang maha kuasa.
Belum bisa berenang sudah berani mengikuti lomba renang. Begitulah gambaran yang pas untuk ditunjukkan terhadap Roni. Bahasa arabnya payah membuat karya tulis arab menerjemah semua. Pakai wawancara lagi. Dia mengambil tema sejarah pendidikan yang berada di perguruan Al-Falah. Semuanya mengalih bahasakan yaitu dari bahasa Indonesia ke bahasa arab. Karena banyak akal maka dia pun mempunyai solusi tersendiri untuk menambal kekuranganya, dengan meminta bantuan orang lain untuk menerjemah semua KTA. Yang di mintain bantuan tak lain adalah anggoata Komed sendiri yaitu Rai. Karena dia masalah terjemah menerjemah ahlinya. Pantes saja karena bahasa arabnya mahir sekali.
Karya tulis arab dalam proses pembuatan. Akan tetapi aku masih rajin membuat KTA (karya tulis asmara. Surat bangku) sebelum pulang sekolah. Dan dititipkan di pos gratis yaitu bangku kelas. Hampir setiap akan pulang pasti menyempatkan waktu untuk membuat karya tulis asmara. Karya itu aku tunjukan tak lain kepada cinta pertamaku yaitu Faiz. Isinya pun biasa-biasa saja, tanya keadaan, bagaimana persiapan menghadapi ujian. Dan sedikit sanjungan terhadap dirinya. Aku membuat karya tulis asmara dua atau tiga kali dan dia hanya membalasnya cukup satu kali. Meski begitu aku sangat bahagia sekali. Bagiku goresan penanya dalah untaian jiwanya, yang mampu membuatku bahagia. Meskipun dalam alam maya.
Teryata yang membuat karya tulis asmara tidak hanya aku saja. Shiro pun ikut andil dalam masalah ini. Hampir setiap hari dia selalu membuat risalah terhadap cintanya yaitu Nuril anak Blora yang sama-sama keturunan kiai. Neng lah. Paras ayunya memang cantik sekali namun ada sedikit kekurangan sifatnya yang paling tidak aku sukai terlalu angkuh. Mungkin sifat ini timbul karena didikan keluarga pesantren yang selalu memanjakan putri kiai. Jadi memandang orang lain itu hanya sebelah mata.
Kalau urusan puitis Shiro ahlinya. Karena dari sekian anak Komed yang paling sensitive adalah dia. Apa mungkin dia sifatnya seperti perempuan?
Pernah aku mendengar angin sumbang jika di kelas terkhir di perguruan AL-Falah ini banyak mengalami cobaan. Dan setelah aku mengamati dengan keadaan teryata ada benarnya apa yang dikatakan itu. Contohnya dikelasku, yang kebanyakan mantan pejabat organisasi yang mempunyai aliran berbeda-beda. Mulai ada yang suka ngeband, Sufis, aktifis, artikelis, kartunis (seperti orangnya) intinya miris-miris. Malahan pas diskusi nggak pernah selesai-selesai. Debat sana, debat sini, yang ujung-ujungnya kesimpulan kembali kepada diri sendiri.
Malah ada yang lebih miris lagi, setiap hari selalu membuat karya tulis asmara hingga dua samapai tiga lembar. Kayak membuat makalah saja. Pikirku. Yang membuatku bingung disitu yang dibahas apa semua kok sampai segitu banyaknya. Jika ada pergantian jam lansung dipergunakan untuk menulis karya tersebut karena setelah pulang akan di poskan. Dibangku. Apabila ada sebuah peraturan yang menerangkan bahwa pembuatan karya tulis yang tidak resmi akan mendapat razia. Tak sedikit anak yang terkena perturan itu. Karena apabila di teliti dengan seksama setiap kelas pasti ada salah satu murid yang buat karya tulis asmara minimal dua anak. Dan apabila digabungkan dari seluruh kelas maka banyak karya yang dibuat.
Jika mengingat tentang karya tulis asmara. Aku jadi merinding sendiri. Seakan otakku telah memutar memori lalu. Hampir saja karyaku terkena razia oleh guru yang mengadakan penggebrekan dengan tiba-tiba. Tanpa ada aba-aba terlebih dahulu. Karya yang semalaman aku buat dengan perasaan cinta yang mendalam dan akan aku tunjukan kepada cinta pertamaku. Faiz. Padahal aku sudah mengetahui kalau suratku nanti akan dipandang ampang oleh dirinya. Namun semangatku tak akan surut untuk membuat risalah kepadanya.
Aku mengirimi risalahku terhadapnya tiga sampai empat kali hanya dibalas satu kali. Itu pun hanya sedikit saja. Dan yang ditulis hanya itu-itu saja. Datar tidak ada yng menunjukkan pengungkapan perasaan.
Ketika itu, sebelum jam istirahat ada dua guru yang masuk kelas dan menyuruh semua siswa untuk berdiri dan mengeluarkan semua buku yang berada didalam laci meja. Dengan teliti salah satu guru memeriksa setiap laci dengan teliti. Pertama yang diperiksa adalah bangku yang paling depan dan berlanjut kebelakang.
Jantungku berdetak kencang melihat apa yang sedang terjadi. Aku takut apabila suratku yang berada disaku celana terazia. Karena pemeriksaan tidak hanya pada bangku saja, saku celana, dompet pun ikut di intip. Meskipun aku rada gelisah dengan keadaan yang ada. Aku sebisa mungkin menampakan wajah biasa-biasa saja. Supaya tidak kelihatan grogi dan takut.
“Gimana suratku ini Ad kalau ketahuan urusannya bisa panjang” tanyaku pada teman sebangku.
“Yang penting sekarang kamu jangan menampakkan muka takut atau grogi”.
Sambil berusaha biasa otakku berfikir mencari jalan keluar yang aman supaya suratku tidak terkena razia.
“Di taruh di dalam sepatu”
Teryata ideku itu tak bisa di pergunakan karena mataku melihat siswa yang berada di depan sepatunya disuruh mencopot. Di saku tak mungkin sebab setiap saku celana maupun baju di geledah semuanya. Berfikir lama tak menemukan jalan keluar. Buntu. Maka yang bisa aku lakukan adalah pasrah menerima apa yang terjadi nanti. Jika suratku terkena razia maka ujung-ujungnya adalah dibawa kekantor dan diintrograsi habis-habisan. Mungkin merambat sampai orang tua.
Disela-sela kepasrahanku itu. Tak disangka-sangka ide pun muncul diwaktu mataku tertunduk lesu melihat meja.
“Kenapa tadi aku tak berfikir untuk ditaruh didalam agenda saja”.
Tanpa pikir panjang aku pun secepat kilat memindahkan surat yang berada di saku kedalam agenda.
“Semoga saja agendaku tidak dibuka-buka pada waktu razia”doaku.
Lajunya detak jantungku semakin tidak setabil ketika guru sampai pada di bangkuku. Dan mengeledah diriku. Andai saja yang menggeledah pakar psikologis maka pasti mengetahui jika aku sedang gelisah dan ketakutan yang akut. Buku-buku yang aku tata di atas meja semuanya dibuka. Entah apa yang dicari aku sendiri tidak tahu.
Ketika guru memegang agendaku perasaanku tidak tenang. Mau melarang nanti kelihatan jika didalam agenda telah ada sesuatu yang disembunyikan. Diam adalah jalan yang terbaik. Tapi hatiku terus berdoa supaya agenda tidak terjamah.
Ketakutan yang aku alami tadi telah usai. Seiring dengan usainya pengeledahan dibankuku. Betapa bahagianya diriku karena agenda tidak jadi dibuka. Dan surat pun tidur dengan aman di balik lipatan-lipatan kertas. Kuurungkan niat semula untuk mengirimkan risalah kepada Faiz. Aku takut nantinya pas aku taruh dibangku kelas ada lagi pengeledahan ulang pada saat anak banin pergi jamaah.
Dalam urusan hubangan antara banin dan banat di perguruan ini sangat anti sekali. Karena perguruan ini berpijak pada dasar agama Islam yang memberi lampu merah pada lawan jenis yang bukan mahramnya.
Dari pengeledahan tersebuat banyak yang membuahkan hasil. Hp pun banyak yang disita, surat-surat bangku pun juga ada. Yang lebih mengerankan adalah tertangkapnya Shiro berserta tanda bukti surat bangkunya yang akan dikirimkan kepada kekasinya Nuril. Pantas saja Shiro tertangkap karena pada waktu penggeledahan dia tertidur pulas di bangkunya yang terletak dibelakang. Mungkin andaikan saja dia tidak tertidur maka peristiwa penangkapan tidak akan terjadi.
Aku mengetahui kalau sahabatku itu tertangkap karena melihat dia berada dikantor dan sedang diintrogasi oleh guru. Banyak yang melihat tentang apa yang telah dilakukan olehnya. Maka tak heran banyak pula angin-angin sumbang yang bermunculan. Imbasnya merambat pada sebuah organisasai yang pernah didiaminya dulu. Yaitu nama Matta Production pun kena.
“Tuh anak Matta kena razia surat-suratan bangku?”
Banyak yang bilang begitu jika tidak mengetahui latar belakangnya yang pasti. Begitulah orang bisanya cuma kasih komentar sedang dia sendiri belum tentu bisa melakukannya.
Jam istirahat pun menyambut. Dan aku pun sudah menunggu temanku itu diwarung untuk sarapan pagi. Dan hari ini giliranku untuk mentraktirnya. Sambil makan nasi pecel kesukaanku. Dia ku pancing bercerita tentang hukuman apa yang diterimanya karena telah ketangkap basah melakukan pelanggaran. Surat-suratan dengan anak banat.
“Nggak diapa-apain cuma disuruh membuat cerita mulai dari awal hubungan hingga saat ini. Intinya adalah prosesnya”.
“Cuman itu saja”, tanyaku sambil menghisap rokok dalam-dalam.
“Ya nggak lah masih disuruh membuat surat keterangan yang ditandatangani oleh walikelas, pengasuh pondok, dan PD yang sudah ditentukan”
“Makanya kalau berhubangan dengan anak banat harus lihat sikonya jangan asal babat saja”.
Keakraban kami berdua sudah dapat dikatakan seperti saudara sekandung. Keman-mana selalu bersama, susah bersama makan pun juga harus bersama. Ketika yang satu lagi dirudung permasalahan maka yang satunya lagi pasti ikut merasakan semuanya. Dalam keluargaan memang begitu, saling melengkapi. Apabila salah satu ada yang kurang. Maka yang merasa genap harus bisa mengisi.
Meskipun sedang mendapat masalah sahabatku itu tidak menampakkan muka sedih. Dia sebisa mungkin memberi kesan kalau dirinya bahagia. Baginya masalah itu sudah biasa. Manusia hidup didunia harus punya masalah jangan pernah berlari dari masalah sebab kita hidup ini sudah masalah. Kata-katanya masih terngiang jelas ditelingaku, pada suatu malam bersama teman yang lain dia berbicara seperti itu.
“Sudah Ro, apa semua yang kau makan?”
“Ini critanya yang membayar kamu semua?”
“Sekali-kali apa nggak boleh..!”
Ketika kami berdua selesai membayar sarapan beserta lauknya. Dan pelengkap atau penutup terakhir setelah makan yaitu rokok. Karena bagi para perokok jika setelah makan tidak dilengkapi dengan menghisap rokok makan rasanya kurang lengkap sekali. Sebab bagi pencandu rokok adalah segala-galanya. Karena cintanya aku pernah membaca puisi yang ada dalam agendanya sahabatku itu terinspirasi dari rokok, kalau aku tak salah seperti ini.
Dirimu memang setia
menjadi teman sepi-sepiku
dirimu memang setia
tak pernah mempunyai rasa cemburu
ketika aku menduakanmu
dirimu memang setia
dalam senang atau pun dukaku
namun…
setiamu itu telah membuatku sakau dan candu
tak jarang aku meregang kesakitan
karena setia yang kau beri
paru-paruku rapuh dan sakit
ketika terlalu sering memadu kasih denganmu
aku sudah tahu
jika adamu banyak membawa bencana
namun…
karena aku terlanjur
maka bencana akan ku jadikan kenikmatan
meski dihari tua nanti
kesakitan sebab kesetiaanmu
tak mampu aku elak
atau menolak
semuanya sudah menjadi jalanku
sebab berani mencintaimu.
Karena kami berdua seperti keluraga maka tak heran jika agenda yang menurut sebagian orang sebuah hal yang pribadi dan tak boleh ditengok-tengok orang lain. Namun bagi kami tak ada yang seperti itu agenda adalah milik bersama. Asal kan ketika akan membacaya harus minta ijin kepada yang memiliki. Jika tidak izin sudah melanggar dengan konsep agama Islam dan dipelajari setiap hari yaitu menggosob.
“Besok malam jadi kumpul nggak?”.
“Ya jadilah demi mempererat silaturrahmi”.
Kamis malam jumat anak-anak Komed mempunyai agenda untuk berkumpul bersama bercerita tentang pribadi masing-masing secara mendetail. Mulai dari keluarga hingga bagaimana pengalamnnya hidup sampai pertemuan ini terjadi. Bentuk pengejawantahn acara tersebut adalah dibuat seperti catatan dalam format buku, yang diakhir tahun buat kenang-kenangan. Agar supaya kalau sudah tidak bertemu maka masih bisa mengenang sosok masing-masing, ketika membaca buku tersebut.
Gambaran rencananya adalah nantinya setiap orang maju kedepan bercerita dengan lengkap tanpa ada kebohongan jika sudah menganggap bahwa semua yang hadir ini dalah keluarganya. Ada yang bercerita ada pula yang mencatatanya semuanya tidak hanya satu. Dengan tujuan nanti apabila yang mencatat ada yang ketinggalan bisa ditambal dengan yang lain. Saling melengkapi.









SEMUA ADALAH KELUARGA
Rencana yang telah dirancang jauh-jauh hari kebelakang akhirnya terwujud juga. Atas kesadaran bersama tanpa harus ada undangan kayak organisasi beneran. Hanya tinggal memberi tahu pada saat jam sekolah dari mulut kemulut. Apabila membutuhkan pasti mau datang. Kenapa di pilih hari itu sebab besoknya libur dan aktifitas pondok juga berkurang, jadi untuk bercerita hingga subuh menyapa tak akan menjadi soal.
“Ron nanti malam datang ke Sanggar Assalam, biasa rencana kemaren”
Dari kebanyakan anak Komed yang paling semangat jika ada ngumpul-ngumpul pasti yang rajin tak lain adalah Shiro anak Ungaran. Teman-teman yang lain suka menggasa’inya murtad dengan orang tuanya. Kenapa bisa diberi embel-embel seperti itu sebab dia jarang sekali mau menurut dengan apa yang dikatakan oleh ortunya. Banyak pengurus pondok yang kualahan mengatasi tingakah lakunya, yang sering melanggar pelaturan pondok, jarang mengikuti kegiatan yang sedang dirancang pondok pada awal tahun. sedang sukanya membuat kegiatan sendiri. Seperti kegiatan malam ini sebenarnya yang mempunyai ide awal adalah dirinya. Karena banginya berada di pondok itu seperti robot kegiatannya hanya itu-itu saja tak ada inovasi yang lebih fres. Kalau tidak mengaji, ya sholat jamaah tiap hari selalu begitu. Maka kalau ada orang yang hobinya berlalang buana akan terasa tidak nyaman hidup dalam keterkukungan pelaturan.
Adzan isya’ sudah selesai dari tadi dikumandangkan. Biasanya kalau isya’kebanyakan pondok menjadi sepi. Kayak tidak ada penghuninya. Karena para santrinya pergi untuk mengisi perut yang tadi sore sudah bermusik ria menuntut agar cepat dikasih solusi yaitu makan. Sekarang jarang ada anak pondok yang masak sendiri, rata-rata terima bersih. Yaitu dengan ngekos tinggal membayar satu bulan berapa makanan sudah siap saji tanpa harus repot-repot segala. Tinggal nyantap.
Ada pula yang tak tahan dengan lapar. Dengan mengendap-ngendap lari dari kegiatan hanya untuk mengisi tabung perutnya. Biasanya dilakukan setelah sholat magrib. Santri yang seperti itu telah membikin perkerjan baru untuk seksi keamanan. Sebab tugas dari seksi keamanan yaitu mengamankan bagi santri yang melanggar SKB (Surat Keputusan Bersama) yang telah disepakati seluruh santri. Tanpa terkecuali.
Mungkin aku termasuk golongan yang suka melanggar. Malam ini saja aku melanggar, karena setelah isya’ ada acara maka makan pun aku ajukan setelah magrib tapi izin dulu kepada seksi keamanan. Dan teryata mendapakan izin.
Karena aku satu pondok dengan Rai maka untuk pergi ke Sanggar Aassalam tidak sendirian. Sebetulnya pergi kesana sudah direncanakan tidak sendirian melainkan bersama-sama agar lebih asyik. Tak sengaja ketika kakiku melangkah sudah sampai didepan makam Syeh Ahmad Mutamakin, dari arah barat aku melihat o2nd dengan anggata Komed yang lain. Dari kejauhan sudah dapat ditebak kalau yang berjalan itu O2nd sebab cara berjalannya itu berbeda dengan kebanyakan orang. Seperti orang yang sedang menantang untuk berkelahi. Jika ada orang yang tidak mengetahui sesungguhnya maka pasti ber negative tingking kalau orang itu sedang menantangnya untuk berduel. Aku saja dunya sebelum dekat denganya rasanya ingin menghajarnya habis-habisan. Namun setelah mengenalnya lebih dekat teryata itu sudah bawaan sejak lahir. Maklum lah orang Tegal yang belum terlalu memehami tentang situasi dan keadaan orang Pati. Sebab Pati menurut kebanyakan orang itu keras-keras dalam hal watak, sedikit-sedikit main pukul. Masa bodoh dengan nantinya yang penting sekarang adalah hajar dulu.
“He..h itu can O2nd, dari jalanya sudah kelihatan”.
“Benar kita tunggu saja biar nanti perginya bersama-sama”
Berselang beberapa menit kemuadia O2nd dengan yang lainnya sudah berada didekatku. Dan aku pun langsung mengajaknya pergi bersama. Dalam perjalanan menuju Sanggar Asssalam adalah satu kilometeran. Yaitu desa Kajen dengan Bulumanis. Bercanda ria dalam perjalanan hingga perjalanan yang jauh seakan tidak terasa sama sekali.
“Ro bagaimana kabarnya Nuril?”
“Kok tanya aku, tanya sendiri sama orangnya”
“Iyalah karena kamu pacaranya makanya aku tanya sama kamu” ucapnya Zakka
Dari kebanyakan teman yang paling lamban berfikirnya adalah Zakka dia sering kali terlambat mendapatkan informasi. Ketika berdiskusi saja dia sering kali tak dapat mencerna apa yang sedang dibicarakan padahal yang lain sudah memahami semua.
Ya seperti sekarang ini dia telah terlamabat mendapatkan informasiu kalau Nuril dengan Shiro lagi sedang bertengkar. Begitulah orang yang sedang berpacaran ada-ada saja sesuatu yang bikin pertengkaran terjadi, biasanya dilandasi kerena cemburulah, kurang perhatianlah. Namanya juga lagi fase penjajakan untuk saling mengenal satu dengan yang lain.
“Zak…Zakka dari dulu kamu tuh nggak berubah selalu ketinggalan informasi, bahasa gaulnya kurin gitu..!”sahut O2nd dengan tiba-tiba.
Meski dikatain begitu tak sedikit pun raut mukanya Zakka memperlihatkan ketersinggungan dan marah. Dia hanya senyum nyengir kayak kuda.
“Kalau nggak begitu bukan Zakka dong..!” tambah Rai
Suasana dalam perjalanan begitu mengasyikan, untuk malam ini yang jadi bahan gasaan adalah Zakka. Sering kali teman-temanya memanggil dengan sebutan kakak ipar, disebabkan dia mempunyai adik yang juga mondok dikota santri ini. Namanya Zair. Menurut pendapat teman-teman orangnya cantik dan tak banyak tingkah seperti kebanyakan cewek lain. Lebih suka diam dari pada ngerumpi. Meski teman-teman suka begitu Zakka tak pernah menapakan muka marah atau emosi dengan teman-temanya. Karena dia mengetahui kalau semua yang dikatakan temannya itu hanya bercanda meskipun nadanya serius.
“Assamualaikum”
“Waalaikum salam”. Jawab Mas Yanto yang mengelola Sanggar Assalam
Awal mulanya berdirinya Sanggar ini ketika lagi ngopi bersama berbincang-bincang hingga larut malam. Dan juga melihat kebanyakan anak muda yang selalu nongkrong dipinggir jalan. Kadang pula menganggu orang yang sedang berjalan. Melihat fenomena itu maka mas Yanto dengan anak Komed yang kebannyakan anak pondok berusaha mencari gagasan agar nongkrongnya anak muda bisa dialihkan dalam sebuah paguyuban. Dengan begitu maka tak ada lagi orang yang merasa terganggu jika sedang berjalan. Rencana awalnya adalah membuat kedai kopi dan sekarang sudah terwujud. Dalam kedai nanti di kasih buku bacaan atau koran, majalah. Dengan begitu maka orang yang sedang mengopi dapat wawasan dan tambah ilmu. Seperti pepatah bilang menyelam sambil minum air. Santai sambil menikmati kopi dan wawasan pun bertambah.
“Bagaimana kabar kalian semua?”
“Seperti yang mas lihat ini bagaimana? Baik semua tapi ada sedikit masalah yaitu belum mempunyai pacar mas, bisa dicarikan..!”
Dalam masalah apa saja kami semua selalu terbuka, mulai dari pacar, keluarga dan masalah kasus-kasus dalam pondok pun kami berusaha selalu terbuka agar ketika lagi punya masalah bisa dijunjung bersama.
“Kalau urusan cari mencari pacar jangan tanya sama saya dong, disini ada pakarnya”
“Siapa mas?”
“Shiro…”
“Wah kalau berguru sama Shiro lebih baik nggak usah saja mas, nanti dapatnya seperti pacarnya setipis silet yang nggak punya bodi sedikit pun”.
Ketika mendengar perkataanku itu, semua yang ada lasung tertawa terpingkal-pingkal dan Shiro pun ikut tertawa tanpa tersingung sedikit pun padahal barusan pacarnya diledekin.
“Gimana acara dapat dimulai sekarang mumpung masih sore nanti kalau malam sudah lemas semua”. Ajak mas Yanto
“Nggak papa mas, trus yang maju terlebih dahulu siapa? Aku punya usul bagaimana kalau Rai dia bukan orang Jawa pasti pengalamnnya banyak sekali lika-liku kehidupannya pun pasti banyak warna seperti pelangi, bagaimana? Setuju…!!?”
“Setuju…..!!” jawab serentak
Dengan kesepakatan tersebut maka mau tidak mau Rai pun harus maju kedepan lebih awal untuk melakukan presentasi.
“Makasih atas waktunya yang kalian berikan terhadapku, tapi nanti jika aku bercerita jangan di ketawain”.
“Ya nggaklah kayak anak kecil saja”.
Tanpa ragu sedikit pun Rai memulai ceritanya. Sedangkan teman-teman yang lain sibuk dengan agendanya masing-masing. Berusaha merekam semua yang dibicarakan oleh Rai dalam goresan pena.
“Aku dilahirkan beberapa tahun yang lalu di Irian Jaya, masa kecil aku habiskan disana, setelah beranjak besar belum sekolah di SD aku pun pindah ke Sumatra mengikuti orang tuaku, sebab perkerjaan orang tuaku suka pindah-pindah tempat (tran). Tak heran jika aku tak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Masa belajar di SD aku sudah belajar mencari uang sendiri sebab ayahku dan ibuku sudah bercerai berai. Tentang masalah yang memicu perceraiannya aku tak tahu sebab masih terlalu dini untuk mengetahui tentang masalah orang tua. Beberapa tahun kemudian ibuku menikah lagi dengan seorang laki-laki yang baru saja dikenalnya. Ketika mendengar ibu mau menikah lagi aku punya cahaya dalam menjalani hidup, kalau nanti aku bisa sekolah dengan tinggi dan tak perlu lagi membanting tulang hanya untuk agar mempunyai uang jajan. Setelah kami utuh dalam sebuah keluarga sebab ibuku sudah mempunyai pendamping. Namun lama-kalaman rasa bahagia yang dulunya ada sekarang telah punah termakan waktu. Karena ayah yang aku idamkan tidak sebaik yang ada dalam pikiran anak ingusan seperti aku. Tak pernah aku diberikan uang jajan oleh ayah tiriku itu. Suasana dalam rumah tangga seperti kapal pecah. Konflik sering bermunculan tanpa alasan yang jelas aku dimarahi habis-habisan. Dan yang mengerankan lagi ketika makan tidak ada lauknya yang enak ayah tiriku itu marah-marah kayak kebakaran jenggot saja.
Sering kali ketika akan beranjak tidur aku menangis sendirian merindukan ayah kandungku yang sekarang entah berada dimana? Aku selalu berdoa agar suatu saat nanti ayah akan menjemputku dari keterkukungan batin yang menyiksa ini. Beberapa hari kemudian ayahku datang dan ingin membawaku pergi keJawa untuk sekolah. Dipesantren. Sebuah tempat yang asing bagiku, masak ayahku akan menermpatkan aku dipesantren atau pondok padahal podokkan mushola. Itu kalau disini mungkin disana mushola namanya beda lagi. Setelah mendapat izin dari ibuku aku pun pergi bersama ayahku untuk meniti jalan yang lebih indah dan damai. Sebelum aku dibawa pergi keJawa terlebih dahulu ke Kalimantan untuk dipertemukan dengan kakak dan adik-adiku. Sebab dulunya pada saat perpisahan yang diasauh oleh ibuku hanya aku. Di Kalimantan beberapa hari aku diterbangkan keJawa dan disowankan kepada seorang kiai dan berada di pesantrennya. Saat itu pula teka-teki yang dulunya bergelantungan di batok kepalaku terjawab sudah. Yang dinamanakan pesantren itu tempat mengaji dan untuk hal yang lain. Seperti sebuah asrama banyak kamar tidur dan aulanya. Bertingkat lagi. Dan desanya adalah Kajen. Aku berada di disini hingga sekarang dan belum pernah pulang kerumah. Itulah sekelumit tentang perjalanan hidup yang telah aku lalui hingga bisa bertemu dengan kalian semua yang unik-unik”.
Tenang tanpa ada suara sedikit pun yang bergema. Semua seakan takdim mendengarkan apa yang barusan diceritakan oleh Rai. Kisah perjalanan hidup yang sungguh memilukan, sungguh mengharukan tak jarang sekali ada orang yang mampu bertahan dengan keadaan yang demikian.
“Trus selanjutnya yang cerita siapa?”
“Kamu saja yang memilih orangnya” celetuk Mas Yanto
Dengan gaya yang serius seperti orang yang sedang memilih pasir diantara beras. Rai mulai menunjuk.
“Yang kelihatannya bahagia terus kamu saja On”.
“Lainya saja nanti aku belakangan”
“Sudah disepakati bersama tidak boleh mengelak, nanti dan sekarang tidak ada bedanya”.
Dengan gayanya yang bisa membakar emosi orang lain. Dia maju kedepan.
“Pasti kalian ketika melihat aku pertama kali sudah mempunyai anggapan kalau aku ini bukan daerah sini. Dari cara bicaranya, berjalannya saja sudah dapat ditebak. Aku adalah anak terakhir dari lima bersaudara, sudah dari kecil aku dimanja. Kalian tahu sendiri jika anak yang terakhir pasti mandapat perlakukan yang lebih dari ortunya. Setiap kali ingin sesuatu pasti dituruti. Lha dari didikan masa kecil itulah aku masih kelihatan anak manja atau anak mama, bapakku dan kakak-kakakku semuanya pernah belajar dipesantren. Maka dari itu aku pun mengikuti jejak bapakku yang dulu alumni pesantren dan yang sekarang telah menjadi guru dan orang yang disegani dimasyrakat. Jika aku pandai dalam berbicara itu suatu hal yang wajar karena semua dari keluargaku kebanyakan bisa berbicara dalam ruang public. Sebelum mondok disini aku sudah pernah mengenyam pondok di Tegal dekat daerahku. Maka semua kegiatan yang berada di pondok aku sudah merasa bosan. Hingga disini aku pun sering keluyuran kemana-mana hanya untuk mencari sesuatu hal yang baru, lebih seger dan inovatif, itu saja yang dapat aku ceritakan pada kalian semua”.
“O…ceritanya kamu ini Gus to” celetuk Roni dan dibarengi dengan tertawa bersama.
“Karena aku sudah selesai bercerita maka giliranku untuk memilih orang dan menggantikanya berada didepan sini”.
“Iya….ya..”
“ Kamu Amri maju sini, ini giliranmu untuk bercerita”.
Aku pun maju kedepan dengan sedikit keraguan yang ada dalam dada. Perasaan minder pun telah menyeruak dalam tubuh.
“Sebelum aku mulai bercerita ada satu permintaan bagaimana?”
Teman-teman semua saling adau pandang. Ketika aku selesai mengutarakan permintaanku itu.
“Permintaannya apa?”
“Cuma jangan diledekin kisahku nanti”.
“Ya nggak lah kita ini satu keluarga, yang menjadi rasamu juga menjadi rasa kita semua” seloroh Rai dengan nada yang menyakinkan.
Dengan mengambil nafas dalam-dalam aku pun memulai membuka kisah yang telah usang.
“Aku dilahirkan dalam keadaan bahagia tanpa ada sedikit pun kekurangan. Tepatnya di kota Pati. Meskipun keluargaku dapat dikatakan dari kalangan menengah kebawah, namun kebahagiaan itu selalu ada. Teryata bahagia yang aku alami dimasa kecilku telah sirna sepeninggal ayahku. Ketika itu umurku baru menginjak sepuluh tahun. Betapa kehilangannya aku pada waktu itu. Ayah yang selalu memanjakanku telah pergi untuk selama-lamanya dan tak mungkin kembali lagi. Aku pun sedih hingga air kesedihanku tak bisa aku keluarkan. Hanya diam membisu, layaknya patung. Barang tentu ketika dalam sebuah rumah tangga ada salah satu yang pergi maka akan mengalami kepincangan, maka akan menimbulkan banyak gejolak, entah ekonomi kurang stabil atau yang lainnya. Melihat keadaan yang seperti itu maka ibupun pergi merantau kenegara orang lain. Mengadu nasib dengan harapan hasil kerjanya bisa buat melanjutkan studiku hingga sukses. Akan tetapi sebelum pergi merantau ibu telah menikah lagi dengan seorang pria. Awalnya aku kurang setuju tapi bagaimana lagi. Kalau dengan perkawinan tersebut ibu bisa lebih bahagia. Lama aku hidup dengan keluarga yang tadinya dapat dikatakan pincang karena kurangnya kepala rumah tangga. Dengan berharap nantinya kondisi keluargaku akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Namun apa mau dikata harapan tidak seindah dengan kenyataan. Manusia hanya bisa berharap dan berdoa untuk selanjutnya urusan tuhan yang maha pencipta. Teryata ayah tiriku itu pemalas jarang mau berkerja mencari nafkah untuk keluarga, inginnya santai-santai. Maka tak heran jika uang hasil jerih payah ibu lenyap dan entah kemana perginya. Aku pun merasa sungkan jika ingin minta sesuatu, jika ingin apa-apa yang biasa dimiliki oleh banyak teman. Karena aku pun harus tahu diri siapa aku dan siapa ayahku itu. Aku hanya seorang anak tiri. Kalau orang melihat bahwa keluargaku itu bahagia, tentunya aku pun ikut bahagia. Namun orang lain hanya bisa memandang dari luarnya saja sedang didalamnya nggak tahu. Aku hidup seperti dalam penyiksaan batin. Bahagia tidak sedih sudah barang tentu. Makanya aku jarang pulang kerumah jika ada liburan lebih baik melalang buana dengan teman. Jika aku pulang maka pintu kesedihan telah aku masuki, telah aku lalui. Pernah aku berfikir hidup sendiri itu lebih baik dari pada hidup bersama tak pernah merasakan kebahgiaan meskipun hanya setetes”.
Banyak dari teman-teman yang merasa terharu mendengar kisah kehidupanku. Meskipun terharu mereka tidak akan melupakan tugas awalnya yaitu mencatat semua cerita yang nantinya akan dibuat sebuah buku.
“Ya cukup itu saja cerita dariku, sekarang yang bercerita selanjutanya aku serahkan kepada Shiro”.
Tanpa pikir panjang Shiro lansung maju kedepan. Awal mulanya dia sampai di panggil Shiro sebab Mbaknya wajahnya seperti Shincan tokoh kartun yang setiap hari Minggu di tayangkan di stasiun tv swasta RCTI. Sedangkan Shiro adalah anjingnya, yang kemana-mana selalu mengikuti majikannya.
“Tak perlu memperkenalkan diri, pasti kalian semua pasti sudah tahu namaku. Dalam keluarga aku anak terakhir dari tujuh bersaudara, sejak dari kecil sudah hidup dalam lingkungan pesantren dan bimbingan ketat agama. Karena bagaimana pun ayahku adalah pengasuh pondok pesantren. Karena terlalu ketatnya pendidikan agama maka mulai dari kecil aku sudah di pondokkan. Dengan harapan nanti setelah selesai dari pesantren bisa meneruskan pesantren milik ayah. Dalam kehidupan keluarga kami jarang bersinambungan dengan masyarakat setikar. Meski begitu jika dalam masyarkat telah terjadi suatu masalah maka yang menjadi rujukan adalah keluargaku. Tak heran kalau masyarakat sangat menghormati keluargaku. Karena dari kecil sudah dimanja, maka setiap apa yang aku kehendaki sebisa mungkin akan dituruti. Namun jeleknya aku uang yang seharusnya dipergunakan untuk membayar sahriyah sering aku perguanakan hal lain. Contoh bermain PS hingga berjam-jam malah pernah sampai 23 jam nonstop juga pernah tanpa tidur istirahatnya cuma makan dan sholat saja. Seringnya aku menggunakan penyelewengan uang ayahku pun mengetahuinya. Tapi tidak dimarahi, hanya di nasehati lewat sindiran-sindiran saja. Karena aku merasa sudah besar tidak sepantasnya lagi berbuat yang kayak dulu lagi. Penyakit kecanduan PS pun lama-lam telah hilang setelah bertemu kalian ini”.
“Ini ceritanya seorang Gus to… teman-teman harus mengubah nama pengilannya menjadi Gus Shiro..ha….ha….”ucap O2nd dan dibarengi tertawa serentak oleh teman-teman lain. Suasana pun menjadi ramai sekali.
“Untuk selanjutnya yang bercerita Roni, anak Jepara yang katanya lebih mementingkan penampilan luarnya”.
Meskipun ditakain begitu Roni tak tersingung sedikit pun. Dia hanya senyum sedikit dan lansung maju kedepan memulai bercerita layaknya seorang dalang.
“Aku adalah anak pertama dalam keluargaku, aku mempunyai dua ibu sebab ayah mempunyai dua istri. Dari kecil sudah dimanja oleh ayah. Karena ekonomi keluarga boleh dibilang menengah keatas. Sudah pasti jika semua keinginan dituruti. Dari segi ekonomi boleh dibilang berlebih ketimbang tetangga. Akan tetapi kebahagian dalam rumah tangga jarang aku mengetahuinya. Pertengkaran sudah menjadi hal biasa dalam keluarga. Satu bulan saja tidak ada pertengkaran maka adalah suatu hal yang sangat ajaib. Pertengkaran yang menurut sebagian keluarga adalah hal yang sangat langka maka bagi keluargaku adalah suatu yang biasa saja. Benar dengan pepatah usang jika kehidupan itu seperti roda yang berputar kadang dibawah kadang pula di atas. Begitu pula dengan kehidupan yang aku alami ada senangnya ada pula susahnya. Pola gaya hidupku yang tadinya serba wah dan glamour kini telah berubah total karena meninggalnya ayahku yang selama ini telah memanjakanku. Awalnya ada rasa kurang terima dengan apa yang terjadi namun bagaimana lagi. Takdir yang maha kuasa tidak dapat dipungkiri. Sedangkan manusia hanya bisa menjalankan yang sudah digariskan”.
Begitu berwarna-warni kehidupan yang telah ada didunia ini. Semuanya tak ada yang sama didalam menjalankan sebuah aktifitas keseharian.
“Karena aku sudah bercerita panjang lebar sekarang gantian teman kita yang selalu telat mengakses informasi, yang mempunyai adik yang sangat cantik sekali. Zakka.”
Zakka pun langsung maju kedepan dan mengambil alih situasi, berubung dia yang paling akhir maka teman-teman menyarankan kalau bisa ceritanya agak banyak dan lebih memukau dari yang sebelumnya.
“Sebelumnya terima kasih kepada kalian semua, sebab dari kalianlah aku mencoba belajar tentang perbedaan, dan memahami kalau perbedaan sebenarnya adalah keindahan. Secara tidak langsung kalian semua teman, sahabat dan juga guru bagiku. Begitu berwarna hari-hariku jika bersama kalian semua”.
“Tak usah terlalu memuji dan puitis langsung cerita saja” seloroh Roni dengan memotong pembicaraannya Zakka.
“Ya, ini baru aku mau mulai. Aku dilahirkan di kota Salatiga anak kedua dari keempat saudara. Yang satu perempuan dan sudah menikah dan yang ketiga perempuan sekarang mondok di kota santri. Kajen. Yang terakhir masih kecil laki-laki. Dalam kehidupan keluarga tidak ada yang layak untuk diceritakan. Semua berjalan lancar. Hidup bahagia bersama. Kalau orang Jawa bilang makan tidak makan yang penting kumpul. Itulah konsep yang selama ini di usung oleh keluargaku. Maka dari itu jarang sekali dalam keluargaku ada yang bertengkar, mungkin ada tapi aku tak mengetahuinya, seperti yang kalian bilang semua kalau aku ini orangnya selalu terlambat didalam mengakses informasi. Bawaan dari lahir kali. Namun dengan bertemunya kalian aku bisa sedikit intropeksi diri dan mencoba mengakses sebuah perbedaan, cukup hanya itu saja yang mampu aku ceritakan”.
“Belum cukup Zak..!!”celutuk O2nd
“Apalagi,..?”
“Tentang rencana siapa calon suami adik kamu Zair…. belum kamu beritahu, ha…ha…ha..”.
“Kalau urusan itu tanya sendiri sama orangnya”.
Semuanya kelihatanya lelah. Habis mendengarkan cerita dan sambil menulisnya dalam bentuk feature. Raut mukanya sangat kelihatan kelelahan. Sedangkan jam sudah menunjukan 00.30.wib meskipun sudah larut namun kami semua belum bisa terpejam. Mungkin juga karena setiap kali bergadang selalu ditemani oleh kopitulen yang menurut sebagian orang bisa menunda untuk tidak tidur. Sekarang yang bertugas untuk merangkum semua cerita tadi di pasrakah kepada O2nd dan Roni, sebab mereka tulisannya lebih bagus ketimbang yang lainnya.
“Rencananya kalian ini kembali kepondok atau menginap disini, besok sekolahnya libur, lebih baik menginap disini sambil diskusi yang lain”.tawar mas Yanto.
“Tergantung teman-teman sih mas”.
“Gimana?”
“Menginap saja disini, sambil mengumpulkan semua cerita tadi yang kalian semua tulis digabungkan menjadi satu”.
Atas kesepakan teman-teman semua akhirnya kami semua menginap di Sanggar Assalam. Hal ini tidak yang pertama kali melainkan sudah berkali-kali, jika malas kembali kepondok maka ujung-ujungnya adalah menginap nanti ketika subuh baru kembali kepondok. Itu pun mataharinya sudah rada meninggi. Ayam-ayam sudah pada pergi untuk mencari makan, sedangkan orang-orang yang sudah berkeluarga pergi berangkat kerja untuk mengais rejeki guna menyambung kebutuhan keluarga yang semakin melambung.
















DETIK-DETIK PERPISAHAN
Menjelang perpisahan banyak sekali yang harus dipersiapakan. Karena menjadi muthakhorijin perguruan Al-Falah sangatlah bergengsi sekali. Dan sudah menjadi rahasia umum dimasyarakat jika alumni perguruan tersebut kebanyakan pintar-pintar dalam masalah ilmu agama. Dari hal itulah sering aku merasa minder jika mengingat itu semua. Semua dari anggota Komed merasakan apabila nanti sudah jarang ketemu lagi. Dan harus bisa menerima itu. Maka dari itulah muncul sebuah pemikiran seperti yang kemaren dilakukan agar supaya mengenang maka semua dari anggota untuk bercerita dan dibukukan. Dan sekarang yang ini setiap orang menyuruh mencorat-coret agendanya yang ditulis khusus tentang pandangannya orang tersebut dari segi positif maupun negative. Mana saja yang perlu dibenahi tidak boleh ada yang menutup-nutupi rasa sungkan harus dihilangkan. Bilang sejujurnya meskipun itu pahit dirasakan.
Semua fase sudah dilewati. Pertama pembuatan Karya tulis Arab dan sebentar lagi akan diadakan testing alquran. Sebagian siswa perguruan Al-Falah bahwa tes alquran itu tidak sesulit seperti tes kitab. Disebabkan hanya membaca dengan tartil saja. Tes untuk kali ini dilaksanakan pada hari Jumat pada siang hari sehabis Jumatan.
Ada sedikit kekawatiran yang bergelantungan dalam perasaanku, takut, minder, keringat dingin keluar dari seluruh tubuh. Entah perasaan apa yang kurasakan aku sendiri kurang mengetahuinya. Intinya semuanya bercampur aduk menjadi satu.
Satu jam sebelum dimulainya tes alquran maka seluruh siswa diwajibkan untuk mengambil undian menentukan ruangnya dan siapa penyemaknya. Ketika waktu undian kebanyakan dari siswa masih ada yang bisa tertawa dengan bahagia tanpa memperlihatkan kesediahn apalagi ketakutan. Namun tak berselang kemudian suasananya telah berubah drastic. Ketika dari ruang panitia ada seorang guru yang mengumumkan bahwa tesnya akan segera dimulai. Dan para penyemaknya sudah siap. Para penyemak tidak hanya dari asatidz perguruan Al-Falah saja. Malahan kebanyakan diambil dari luar daerah ada yang dari Kudus, Jepara, Pati, Lasem pokoknya para alumni yang telah hafid alquran dan sudah diakui kemahirannya.
Urutan yang pertama sudah maju. Beberapa menit kemudian keluar dengan wajah berseri-seri. Sudah dapat ditebak kalau hasil tesnya lumanyan baik.
“Gimana tesnya, disuruh membaca berapa halaman yang menyemak galak nggak?”
Begitu banyak berondongan pertanyaan yang telah diajukan oleh teman-teman yang belum mendapat giliran untuk maju. Dengan informasi yang telah didapat dari yang maju pertama maka dapat diprediksikan agar bisa menyetabilkan emosi dan perasaan takut plus minder.
“Tergantung siapa yang menyemaknya dan cara membaca kamu bagaimana tartil nggak? Tapi aku pesen nanti ketika membaca jangan terlalu tergesa-gesa santai saja, yang terpenting itu tartil dan jelas”.
Ada sedikit cahaya yang terpancar dari siswa yang bertanya tadi. Akan tetapi cahaya yang terpancar tersebut tak lama kemudian telah sirna disaat ada salah satu siswa yang keluar dengan wajah yang ditekuk kebawah, kumal, kayak baju yang tak pernah disetrika. Dan dapat ditebak kalau tesnya banyak yang salah.
“Dok…..dok….dok….”
Suara ketukan yang terdengar nyaring tersebut, tak lain adalah suaranya palu yang dipukulkan kemeja. Menandai bahwa siswa yang maju banyak melakukan kesalahan. Ketukan pertama tidak dihitung salah. Dihitung salah itu ketika ketukan mencapai tiga dan sekaligus diberitahu oleh penyemanknya. Jika sudah begitu hitungannya salah. Suara ketukan itu membuat nyali semakin ciut padahal sebentar lagi aku maju. Sambil menunggu aku tak henti-hentinya membaca doa agar nggak takut dan membacanya lancar.
Panggilan namaku terdengar jelas dari speker yang sengaja dipersiapakan oleh panitian, untuk mempermudah proses memanggil nama-nama siswa yang akan ujian. Dengan jantung yang berdetak kencang dan nafas kurang stabil aku melangkahkan kakiku dengan rada minder menuju ruang esekusi. Bagaimana bacaan alquraanku baik atau buruk dapat dilihat dari tes sekarang ini.
Ketika memegang alquran nafasku belum stabil begitu pula dengan detak jantungku. Sepeti yang disarankan temanku yang maju pertama kali agar membacanya santai saja. Aku pun begitu. Aku mendapatkan disuruh untuk membaca juz 11 surat yang banyak terdapat ghorib nya. Aku hanya menemukan bacaanku ada yang salah dan diberitahu. Berarti satu poin kesalahan sudah aku kantongi. Yaitu pas ketemu ghorib. Untuk masalah mahroj dan tajwidnya aku tak mengalami kendala sedikit pun. Bisa juga dikatakan lumayan. Dari pada ketika sebelum pindah kepesantren.
Aku tak tahu yang apa yang telah kualami ketika selesai mengikuti tes alquran kalau dibilang berjalan mulus. Tidak bisa karena masih ada yang salah. Dan jika dikatakan gagal juga belum tahu sebab kesalahanku yang diberitahu cuma sekali. Rasa yakin yang terdapat dalam diriku bahwa aku akan lulus dalam tes kali ini. Hanya kemantapan yang menjadi penghibur dari semua rasaku dan sekaligus sebagai penenang rasa gelisah yang bergelantungan dalam dada.
Rasa lapar pun telah menunjukan tuntutannya. Sebab makan siang memang belum aku lakukan. Aku makan nanti ketika selesai dari tes alquran. Dengan begitu ketika membaca alquran tidak tersendat suaranya, karena sudah tercampur dengan minyak dan bahan-bahan makanan lain yang bisa menganggu perjalanan suara dengan lancar.
Aku pun harus adil dengan diriku sendiri. Ketika lapar sudah didepan mata, maka secepat mungkin harus mencari solusinya yaitu pergi kewarung makan. Karena tes membaca al qurannya aku dengan Ratna bersamaan maka selesai pun juga bersaamaan. Dari pada makan sendirian dan tidak nyaman. Lebih baik aku mengajak sahabatku itu. Mulanya dia tidak mau setelah aku sedikit mengeluarkan jurusku yaitu merayu. Akhirnya dia pun bertekuk lutut dan mau pergi bersamaku kewarung. Hanya menemani tak mau makan sebab katanya sih sudah makan.
Tak ada niatan jika pada hari ini. Diriku akan bertemu dengan seorang gadis yang telah membuatku sakau, yang telah memandang ampang cinta yang aku tawarkan. Ketika kakkiku masuk pada sebuah warung tak melihat sebelumnya dengan teliti asal nyelonong saja. Pada saat makanan sudah terpesan, aku baru melihat jika disatu warung ini ada Faiz berserta ibunya. Ya mungkin jatah bulanannya sudah habis maka ibunya pergi menjenguk.
“Gimana tesnya Am”.
“Insyallah gampil Bu..”.
Tanya ibunya Faiz ketika sedang membayar dan kelihatanya sudah mau pergi. Ketika aku ditanya maka jawabanku hanya sekenanya. Sedikit memberi senyum yang manis. Entah mengapa ketika aku bertemu dengan cinta pertamaku itu sering kali jantungku berdetak dengan keras kurang stabil. Meskipun aku berusaha bersifat wajar masih juga sulit.
“Duluan ya Am..!”
“Injih Bu, salam buat Faiz”.
Sudah tahu bisa dapat melihat Faiz dengan mata telanjang masak harus salam lewat ibunya. Lucu kan? Namun begitulah aku suka melakukan sesuatu yang bisa dilakukan namun harus minta bantuan pada orang lain. Namanya orang yang sedang jatuh cinta semua yang dilakukan pastinya ada-ada saja. Banyak cara untuk bertindak atas nama cinta.
Ada sedikit penyesalan dalam diriku mengapa tadi aku tidak menyapa Faiz malahan menyapa ibunya, itu pun yang menyapa duluan adalah ibunya. Bodohnya aku. Ah.. yang sudah biarlah berlalu yang penting bagiku sekarang adalah aku sudah bisa bertemu dengannya itu sudah cukup. Dan sebagai pengobat rasa rinduku dan sebagai penyemangat karena tadi habis tes Alquran pastinya banyak tenaga dan pikiran yang terkuras. Namun ketika bertemu denganya maka semuanya telah kembali lagi seperti sediakala.
Setelah Faiz dan ibunya pergi aku hanya bisa melihatnya. Lama. Hingga hilang dengan sendirinya. Mimpi apa aku semalam hingga bisa bertemu dengannya dan dia tersenyum kepadaku. Bukan main bahagianya aku ketika mendapatkan seulas senyum dari gadis yang begitu aku cintai. Yang begitu membuatku mati rasa atas segalanya.
Teryata rasa bahagia itu hanya sesaat saja. Dan pergi begitu saja. Tanpa membekas. Karena makan siang telah selesai maka aku pun dengan Rai kembali ke habitatnya. Yaitu pondok pesantren yang selama ini menjadi tempat mengadu dalam senang maupun duka. Dalam lapar dan dahaga. Lewat miniatur kehidupan pesantren aku mampu mempelajari tentang bagaimana bermasyarakat itu. Menyikapi setiap karakter manusia yang beraneka ragam bentuknya. Ada yang penurut, ada pula yang bandelnya bukan kepalang. Intinya seperti masyarakat dalam lingkup kecil.
Boleh dikatakan umurku di pondok pesantren ini tinggal sebentar saja. Ibarat orang yang mau meninggal nyawanya sudah berada di dada, tinggal naik ketenggorokan dan langsung mati. Namanya juga Muthakhorijin pasti banyak alasan untuk tidak mengikuti kegiatan mengaji dipondok yang membosankan dan membuat otak beku. Ada kegiatan itu, kegiatan ini. Semua alasan ditumpahkan agar bisa terhindar dari kegiatan pondok. Meskipun begitu semua pengurus pun menyadarinya tidak akan ditakjir dan memberi sangsi sebab mereka mengetahui kalau para Muthakhorijin sudah besar-besar dan bisa memikirkan dirinya sendiri dalam artian mengerti apa yang seharusnya dilakukan.
“ Capek juga ya tesnya”
“ Iya”
“ Tadi kamu dapat juz berapa Rai?”.
“Kalau aku sih dapat juz awal-awal yaitu surat Al-Baqoroh tidak ada yang ghorib dan penyemaknya pun santai tidak galak”.
Aku dengan sahabatku itu selalu bersama-sama jika mau kemana-mana. Mungkin karena pemikiran kita sama yang kurang setuju dengan adanya pendidikan pondok yang tidak memberikan kebebasan terhadap santri. Khususnya santri yang kreatif dan banyak ide. Padahal jika ditelusuri pondok pesantren itu tidak hanya mencetak calon kiai saja. Dari pondok pesantren banyak terlahir pemikir-pemikir yang handal dan para sastrawan yang terkenal dan politisi yang mumpuni. Sebut saja Gusdur, Caknun, Ulil Absor Abdalala semua tokoh tersebut lahir dari rahim pesantren.
“Kenapa ketika cinta sudah melekat melupakannya begitu sulit, menurutmu apa penyebabnya?”
Diantara kami berdua memang sering berdiskusi. Masalah apa saja kami musyawarahkan, agama, cinta dan keluarga. Akan kami carikan solusi yang dapat diterima oleh akal apabila diantara masalah tersebut telah menemukan problema yang siknifikan.
“Begitulah cinta Am, selalu membuat kita kebingungan dan tak dapat mengelaknya contohnya kamu sendiri kamu kelihatan begitu tergila-gilanya terhadap Faiz padahal kamu sendiri sering disakiti, dicuekin dirinya kok masih saja suka dan berlaku manis dengannya, apa cintanmu itu tidak buta? atau sudah membabi buta. Ingat pesenku jika kamu mencintai sesuatu jangan terlalu berlebihan nantinya akan berbalik menjadi sesuatu yang kamu benci”.
Bibirku hanya terkatup ketika mendengarkan petuah yang telah di suarakan oleh Rai. Ada benarnya perkataanya cintaku terhadap Faiz memang sudah bisa dikatakan over sebab semua yang aku lakukan seakan dipandang sebelah mata olehnya. Tak ada sedikit kemajuan yang terlihat dari perasaannya jika dirinya telah perhatian terhadapku.
“Ya memang benar perkataanmu tapi biar bagaimana pun cinta itu kan soal hati, jadi tak ada kata salah dalam bercinta. Karena orang yang bercinta itu semuanya terlihat berbunga-bunga. Dunia hanya milik orang yang sedang jatuh cinta, kata para pujangga seperti itu, kamu harus ingat”.
“Terserah apa komentarmu”.
Rai yang selama ini dimata teman-teman kelihatan sangat anti dengan namanya pacaran, apalagi bilang cinta dengan seorang wanita. Mungkin jika hal itu terjadi matahari akan berbalik arah dari Barat ke Timur bukan dari Timur ke Barat. Seprinsip apapun orang yang berprinsip maka akan kalah dengan keadaan dan terlena dengan rasa dan perasaanya sendiri. Begitu pula dengan dia. Belakangan ini dia sering curhat denganku, bercerita tentang sahabatnya yang perkenalan pertama di mulai dari surat bangku sejak kelas dua Tsanawiyah hingga sekarang masih berlajut. Dan dia ketemu dengan gadis yang biasa di panggil Asyiah baru setelah kelas tiga ini. Dari semua cerita yang dia lontarkan aku sedikit mencium jika dia jatuh cinta dengannya namun belum berani mengungkapkan secara langsung dengan orangnya, hanya dilewatkan pada sebuah bait puisi dan dikirimkan kepada Asyiah.
Aku tak mau berkomentar apa-apa tentang masalah cinta yang dialami oleh sahabatku itu. Sebab bagiku cintanya telah buta segalanya. Masak jatuh cinta pada orang yang belum tahu orangnya bagaimana wajahnya cantik apa nggak? hanya tahu lewat omongan orang dan goresan pena surat. Sangat lucu sekali bukan?
“ Kamu sudah belajar atau belum untuk persiapan tes kitab”.
“Ya belajar..!! emangnya kamu nggak usah belajar sudah bisa baca kitab kuning”.
“Sebetulnya kita sama-sama masih tahapan belajar belum ada yang bisa keseluruhan, yang terpenting adalah jika kita mau bersungguh-sungguh akan menemu hasilnya seperti dalam hadits manjdza wa jadz begitu pula kamu dalam menghadapi tes harus bersungguh-sungguh belajarnya maka nanti pada saat detik-detik tes akan diberi kemudahan oleh Allah”.
“Ya pak ustadz ngomong-ngomong tesnya tinggal berapa hari lagi?”.
“Aduh…..makanya dalam otak kamu itu jangan hanya cewek melulu, tesnya tinggal satu minggu lagi. Sudah sana pergi belajar”.
Karena dilantai dua gedung Al-Barqi ini yang besar hanya aku dan Rai maka aku sering berkumpul berdua dengannya. Sebab penghuni yang lain rata-rata kecil-kecil. Maklum aku dengan sahabatku itu dijadikan bapak kamar yang tugasnya menjaga, memberi nasehat mengarahkan anak-anak kecil agar pola hidup mereka ada yang mengontrol. Lebih beruntung aku sebab anak-anak yang berada dikamarku rata-rata penurut tidak bandel dan membantah jika aku tegur ketika berbuat salah dan selalu tepat waktu dalam hal apa pun entah tidur atau bangun tidur. Pada saat jam mengaji pun tidak harus memberitahu. Pada saat bel sudah berbunyi maka dengan sendirinya mereka mengambil kitab dan pergi ketempat halaqoh nya sendiri-sendiri.
Berbeda lagi dengan anak-anak yang berada di kamarnya Rai kebanyakan dari mereka adalah yang paling bandel di gedung lantai dua ini. Banyak melakukan pelanggaran, hampir setiap habis sholat magrib selalu ada panggilan dari seksi keamanan yang ditunjukan kepada kamar yang dibawahai oleh Rai. Jika ditegur ketika melakukan kesalahan selalu membantah mencari-cari alasan agar kesalahannya itu tidak terlihat.
Meskipun anak kamarnya begitu Rai tidak marah-marah dia selalu berlaku sabar dengan mereka semua. Mungkin dia juga belajar mengaplikasikan pelajaran tasawuf yang telah di pelajarinya pada saat kelas dua dulu. Namun bagaimanapun bentuknya orang yang bersabar pasti punya batasnya. Pernah kesabaran yang dimiliki oleh Rai pupus ketika itu ada anak kamarnya yang berteriak-teriak pada malam hari dan ketika ditegur olehnya anak tersebut dengan santai bilang disini aku bayar. Ketika mendengar lontaran tersebut bukan kepalang marahnya Rai. Saat itu juga dia membentak dengan mata seram memarahi habis-habisan anak tersebut.
Sedangkan anak itu hanya tertunduk lesu tak berdaya. Tidak berani mendongakkan kepala melihat wajahnya Rai. Setelah kejadian itu tak ada lagi anak yang berani membantah apalagi mengelak jika sudah ketangkap basah telah melakukan kesalahan.
Memang orang yang sabar itu sekali-kali harus bisa memberi gertakan agar supaya orang yang kita sabari itu tidak meremehkan kita. Ada benarnya juga bahwa orang yang sabar itu disayang tuhan namun sabarnya manusia ada batasnya. Sebab manusia masih punya nafsu.
Tak terasa bahwa pelaksanan tes kitab sudah tinggal beberapa jam saja. Seharian penuh yang aku pegang hanya kitab saja, setelah makan kitab pokoknya semuanya seakan ditinggalkan dan mencurahkan semua ke tes kitab. Mulai dari sebelum hari H aku sering mutholaah kitab Ghoyatul Ushul padahal kitab yang diujikan tidak hanya itu saja, ada tafsir jalalain, bulugul marom, tahrir empat kitab. Namun entah mengapa aku lebih suka membaca kitab usulnya mungkin saja banyak teman yang bilang bahwa usul adalah kitab yang berat untuk di ujikan sebab maknanya asing dan rujuk serta nahwunya agak rumit tidak seperti kitab yang lain. Mungkin karena itu aku sering membaca ulang agar hapal dan ingat dengan makna serta dhomir yang kembali.
Meski begitu bukan berarti aku melupakan kitab yang lain. Aku pun tetap membaca kita-kitab yang lainnya akan tetapi tidak sesering kitab usulnya sebab bagiku kitab seperti tahrir, hadist dan tafsir jalalain sudah di pelajari sejak kelas satu Tsanawiyah dengan begitu sedikit banyak maknanya sudah tidak asing lagi. Malahan mungkin sebagian ada yang sudah hafal karena seringnya mendengarkan.
Sore sang mentari sudah mau udzur dari tugasnya yang seharian penuh menerangi bumi. Dan mega merah yang memancar diufuk Barat telah memperlihatkan kelelahan dan mau pergi dengan di telan awan hitam. Kegiatan yang berada di semua pondok tidak ada yang berubah semuanya tetap sama. Sambil santai-santai menunggu adzan magrib berkumandang dengan lantang. Nada panggilan tersebut mengajak semua kaum muslimin untuk bertaqorub kepada tuhan semesta alam. Dan bersujud dengan meninggalkan semua yang berbau duniawi.
Mega merah yang terpancar dari ufuk Barat. Begitu indah bagi mata yang memandang. Begitu damai bagi mata yang meresapinya. Semua keindahan tersebut seakan sirna ketika mengingat sebentar lagi akan diadakan tes esekusi tentang antara bisa nggak membaca kitab kuning. Yang menurut sebagian orang membaca kitab kuning perlu keahlian tersendiri sebab banyak syarat yang diperlukan untuk membaca kitab yang tanpa syakal dan selalu dicetak dalam kertas berwarna kuning.
Biasanya orang yang akan membaca kitab tersebut harus mengusai alat-alatnya terlebih dahulu. Ilmu nahwu dan shorofnya sedikit banyak harus menguasai tanpa itu semua membaca kitab kuning akan amburadul tak karuan. Hanya ngawur saja.
Berbagai doa aku panjatkan agar supaya dalam proses tes kitab nanti di berikan selamat oleh tuhan. Kenapa doaku minta diselamatakan, sebab jika aku berdoa minta bisa membacanya dengan lancar tak mungkin sebab penguasaan ilmu alatku belum mahir betul. Namun jika aku berdoa selamat maka tuhan akan menyelamatkanku dari tes ini. Yang mengandung arti ketika membaca diberi kemudahan.
Tak terasa adzan magrib sudah berkumandang dari tadi. Dan ini sudah waktunya aku dengan teman-teman yang lain pergi kelokasi tes yang ditentukan. Jadwalnya setelah magrib ini adalah mengambil undian kitab dan untuk jadwal tes kitabnya setelah sholat isya’. Dan disarankan bagi setiap yang mengikuti tes harus memakai baju lengan panjang yang berwarna putih dan di anjurkan juga memakai songkok warna hitam tidak boleh memakai songkok yang berwarna lain.
Kakiku beranjak pergi meninggalkan pondok hatiku masih tenang seperti biasa tak ada perasaan apa-apa. Akan tetapi ketika kakiku menginjakkan bumi lokasi tes semuanya berubah drastic perasaan yang tadinya biasa-biasa saja telah menunjukkan was-was. Ada hawa lain yang terpancar dari lokasi ini. Aku melihat semua para muthakhorijin memakai pakaian serba putih hingga mampu mengingatkanku akan kematian kelak yang semua manusia tak bisa mengelaknya.
Pembukaan sebelum pengambilan undian dimulai ada sedikit petuah yang di lontarkan dari pembawa acara. Yang pertama adalah mengenai peraturan-peratuaran menyangkut pelaksanaan tes berlangsung. Dan semua yang mengikuti tes harus bisa mematuhinya tanpa terkecuali.
Proses pengambilan undian diawali dari urutan absent. Jadi bisa tertib serta pengordinirnya lebih mudah. Karena yang menyemak tesnya tidak hanya dari para asatidz perguruan melainkan juga dari para alumni yang menjadi kiai di daerahnya masing-masing. Ada yang dari Jepara, Kudus, Pati, Lasem dan masih banyak yang lain.
Sebelum tangan kananku mengambil bulatan kecil dari kertas yang ukurannya tidak seberapa. Terlebih dahulu aku membaca basmalah dan berdoa agar supaya nantinya gulungan kertas tersebut memberikan jalan kemudahan bagiku. Tidak hanya itu saja aku pun mendapatkan penyemak yang baik hati. Tidak galak seperti yang diceritakan para muthakhorijin sebelumnya.
Dengan keyakinan dan kemantapan yang sudah dipersiapkan maka aku pun mengambil gulungan kecil. Dan ketika aku buka dan ku baca dengan seksama bahwa aku telah mendapatkan ruang D dan penyemaknya dari Jepara yang sudah tersohor sekali penguasaan kitab kuningnya sudah diakui oleh kalangan pesantren. Ada sedikit keraguan dan ketakutan dalam diriku padahal kitab yang akan aku baca adalah hadist bulugul marom. Sudah ada syakalnya tidak gundulan seperti kitab lain. Namanya juga hadist sedikit banyak pasti maknanya sudah mendengarnya. Yang jadi permasalahanku adalah tentang terkibnya sebab penguasaan terkib didalam membaca kitab kuning aku masih kurang mahir.
Boleh di bilang bahwa dalam tes kitab ini. Semuanya tergantung dengan akhlak dari siswanya masing-masing. Apabila siswanya itu rajin dan tekun didalam persiapan menghadapi tes kitab maka pada saat tesnya akan dipermudah oleh Allah. Kenapa aku bisa bilang seperti itu sebab rata-rata diantara temanku yang rajin dan tekun menghadapi tes kitab malahan dapatnya kitab yang menurut kebanyakan orang nggak terlalu rumit. Hadist bulugul marom. Sedangkan yang jarang mempersiapakan tes kitab dapatnya kalau tidak tafsir ya usul fiqh.
Realitanya temankku Roni, dia jarang sekali mempersiapkan untuk menghadapi tes. Dalam satu minggu dia memegang salah satu dari keempat kitab yang di ujikan sudah bersukur. Dalam kesehariannya yang dibaca kalau nggak novel ya buku ilmiah lainnya.
“Kamu dapat apa Ron?”
“Tafsir”.
“Wah cocok sekali bahwa Allah menginginkan kamu itu segara bertobat jangan suka yang aneh-aneh”.
“Kamu itu bisa saja”.
Ketika nama pertama sudah di panngil untuk maju kedepan. Semua yang hadir dimajlis yang sangat membuat keringat bercucuran. Tak ada yang bisa santai-santai dan bercanda dengan temannya. Seluruh para muthahorijin telah sibuk dengan dunianya masing-masing. Yaitu tekun menghadapi nasib esekusinya di depan penyemak. Wajah para muthaorijin yang belum maju kedepan tertunduk dengan tekun mencermati dan menelanjangi setiap kata, kalimat, huruf yang tanpa makna tesebut. Dengan harapan nanti ketika maju yang disodorkan oleh penyemaknya, tanpa sengaja telah terbaca sebelum maju.
Ada sedikit ketakutan ketika melihat salah satu dari yang maju keluar ruangan dengan wajah tertunduk dan muka agak pucat dapat dipastikan bahwa hasil tesnya kurang memuaskan. Ada pula yang keluar dari ruangan dengan muka tersenyum dan langkah yang penuh kebahagiaan. Dari tingkah yang dilakukan dapat memberi isyarat kalau hasil tesnya memuaskan.
“Gimana hasilnya tadi kamu”
“Nggak tahulah Ro, mungkin baik mungkin juga buruk”
“Kok bisa begitu Am?”
Tanya Shiro dengan penuh penasaran. Tak sengaja dia dan aku penyemaknya sama dan kitab yang dibacanya pun sama Hadist. Diantara semua anggota Komed yang tidak dapat kitab Hadist hanya Roni saja.
“Ya bisa lah, kamu tahu sendiri bagaimana penguasaanku dalam membaca kitab kuning, meskipun kitab itu sudah banyak Syakal nya namun penguasaanku dalam ilmu alatnya kurang sekali”.
“Jangan di pikirkan Bro sekarang yang penting bahwa kita semua telah melewati rintangan ini. Dan rintangan yang belum kita lewati yaitu yang terakhir adalah tes cawu tiga. Bagaimanapun hasilnya nanti kita harus bisa menerimanya dengan hati yang lapang”.
Aku dengan teman-teman menikmati hidangan yang sudah dianggarkan dari iuran para muthakhorijin. Mungkin karena tadi banyak mengeluarkan tenaga serta pikiran sekarang semua para muthakhorijin makannya terlihat lahab sekali. Seperti orang yang nggak makan satu bulan.
“Setelah ini kita ngopi setuju nggak?”
“Boleh juga lagian ini baru pukul 22.00 wib. Masak anak mudah tidur sore-sore nggak zamannya”.
Semua anak Komed bersama-sama pergi ke warung kopi untuk melepas kepenatan yang bersarang diotak.



























PENGUMUMAN KELULUSAN
Hari yang begitu dinanti-nanti teryata telah hadir juga. Berbagai rintangan telah terlewati sekarang tinggal menunggu hasilnya. Banyak pertanyaan yang bergelantungan dalam benak semua muthakhorijin antara lulus dan GS (Guru Sukarela). Karena di perguruan Islam Al-Falah tidak ada yang namanya tidak lulus semuanya lulus akan tetapi harus memenuhi syarat terlebih dahulu. Sebab kebijakan yang diambil oleh para asatidz sangatlah jarang dilakukan oleh kebanyakan perguruan. Di perguruan ini semuanya mendapatkan solusi yang mendapatakan predikat lulus langsung bisa melalang buana kemana-mana. Sedangkan yang mendapatkan predikat GS mencari sekolaan untuk mengajar demi mengambil ijasah yang aslinya. Sebab yang diberikan cuma STTB nya (Surat Tanda Tamat Belajar) saja berserta legalisir. Jika ingin kuliah maka bisa dilakukan dengan mengunakan itu.
Acara penyerahan sertifikat kelulusan maupun yang GS dilakukan di audatorium yang tempatnya sebelah pondok putri As-Syifa’. Pondok yang membuat hatiku selalu bahagia karena didalamnya ada seorang santri yang sangat aku cintai hingga cintaku pun hanya bertepuk sebelah tangan. Meskipun begitu hatiku cukup berbahagia.
Namanya juga perguruan yang semua basicnya adalah agama maka acara pelepasannya pun harus menggunakan konsep-konsep yang berlaku dalam agama. Sebelum pengumuman terlebih dahulu adalah pembacaan manaqibnya Syeh Abdul Qodir Jailani dengan harapan para muhtakhorijin tahun ini ilmunya bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang yang di sekitarnya.
Aku masih ingat sambautan yang diberikan oleh wakil direktur. Bahwa semua keputusan yang telah diambil dan semua kebijakan untuk menentukan antara lulus dan GSnya dari salah satu muthakhorijin atas pertimbangan yang sangat matang. Tidak asal saja dan semua keputusan yang telah diambil tidak bisa di ubah-ubah. Yang terpenting adalah bisa mengambil hikmahnya.
Ruangan diaudatoriaum seakan pengap dan sepi ketika acara penyerahan ijasah sudah akan dimulai ada yang tegang dan ada yang santai-santai saja. Ada pula yang terus berdoa mungkin doanya semoga lulus kali. Sedangkan aku sendiri juga rada tegang antara lulus dan GS.
Jika lulus maka aku akan langsung melalang buana mencari pondok di luar kota santri. Sedangkan jika tuhan berkehendak lain aku mendapat predikat GS maka yang harus aku lakukan adalah mencari sekolahan yang mau menerimaku menjadi seorang guru. Padahal jika dilihat dari segi umur kelihatanya belum pantas akan tetapi apabila dilihat dari pengalaman maka sudah dapat dibilang rada cukup. Di sebabkan pelajaran yang diajarkan dalam perguruan Al-Falah rata-rata sudah melebihi standarnya anak SMA tentunya dalam bidang agama bukan didalam bidang ilmu umum.
“Kelihatannya kamu lulus nggak Am?”
“Aku nggak tahu Ro kita lihat hasilnya nanti bagaimana?”
Kami berdua memang sering bersaman ketika ada acara apapun. Entah diskusi bulanan yang diadakan pengurus Hisfa atau yang lain. Dan ketika ada undanagn diskusi anak Komed mendapatkan semuanya. Bukan main ramainya tempat diskusinya banyak yang berkomentar sana-sini, sebab anak Komed kebanyakan paling hobi jika disuruh berdiskusi ria sudah menjadi kebiasaan mungkin.
Jantungku berdebar tak karuan ketika melihat wajah para temanku yang setelah menerima pengumuman tersebut ada yang pucat pasi langsung pergi dan ada pula yang berpelukan karena bahagia dan juga sedih.
“Bagaimana aku nanti?”
Berselang beberapa waktu kemudian karena keasyikan melamun. Aku kurang memperhatikan panggilan yang ditunjukan kepadaku. Setelah di tegur oleh teman maka aku pun langsung maju kedepan menerima pengumuman yang dari tadi kunanti-nanti. Aku mencari tempat yang agak menyendiri untuk membukanya. Ketika aku buka betapa kagetnya karena aku mendapatkan predikat GS. Antara sedih, marah, tidak terima pengen menangis bercampur aduk jadi satu. Kepengen marah pada siapa? Dan pertanyaan yang selalu bergelantung dibenakku adalah ada apa denganku hingga harus mendapatkan predikat ini. Bagaimana nantinya menjelaskan terhadap orang tuaku apa mereka semua akan menerima tentang hasil pencapaian belajarku selama ini.
“Gimana Am hasilnya?”
“GS Rob”
“Masak nggak percaya aku”
“Nih lihat sendiri jika kamu tak percaya”.
Disaat sahabatku Roby melihat pengumumanku dia langsung memelukku berusaha menghibur hatiku jangan sampai bersedih. Dari raut wajahku dia dapat membaca bahwa saat ini hatiku sangat terpukul sekali membutuhkan sebuah hiburan yang sedikit banyak bisa mereda gejolak didada.
“Jangan sedih, semua ada hikmahnya”.
“Rob aku titip ini bawa ke pondok nanti aku ambil”.
“Trus kamu mau kemana?”.
“Nggak tahu mencari suasana baru biar lebih tenang”.
Shiro memanggilku agar segera mungkin aku menuju ketempatnya. Aku tahu jika dia sama-sama senasib dan seperjuangan sepertiku. GS. Tak tahu kanapa aku dengan sahabatku yang satu ini semuanya sering bersamaan. Tak punya uang kadang bersamaan, sedih juga begitu, jalan-jalan kemana-mana juga bersama-sama. Atau mungkin nanti ketika menjadi orang sukses juga sama-sama. Semoga saja.
Teryata banyak yang tidak percaya tentang pengumuman itu dan menetapkan diriku sebagai dan pemegang prediket GS. Teman-teman yang ada di pondok Al-Faruqi kurang percaya dengan berita yang tersebar. Mungkin mereka menganggap bahwa diriku ini tak mungkin GS. Tapi kenyataan bicara lain, yang sudah menjadi keputusan oleh para asatidz pergurauan Al-Falah tidak bisa diganggu gugat. Karena semuanya akan ada hikmahnya.
“Rencana GS kemana Am?”
“Nggak tahu aku masih kebingungan. Bingung bukan karena mencari tempat mengajar melainkan bingung bagaimana nanti bilang dengan ortu”.
Kami berdua pun diam. Tanpa ada kata yang terlontar dari mulut. Kelihatan sekali jika pikiran kami sedang kosong. Bingung dengan keadaan yang kurang bersahabat. Sesekali kami menyedot rokok dalam-dalam yang selama ini telah menjadi teman setia dikala gundah gulana.
“Gimana kalau kita sama-sama pergi ke Banten, karena di pondokku ada Gusnya yang sedang membutuhkan tenaga pengajar untuk sekolah yang telah dikelola Abah nya, kamu mau?”
“Kalau soal itu aku tidak bisa memberi keputusan sekarang. Permasalahannya aku harus minta izin dengan ortuku. Kamu sendiri tahu bahwa ridlo tuhan sama dengan ridlo ortu”. Jelasku dengan nada yang menyakinkannya.
Sebetulnya aku dengan Shiro yang lebih terpukul dan ketika pulang akan mendapatkan ceramah ilmiah panjang lebar adalah Shiro. Biar bagaimana pun dia adalah anak kiai dan dimasyarakat bapaknya sangat dihormati. Mungkin dalam sejarah keluarganya yang menuntut ilmu di perguruan Al-Falah yang menyandang prediket GS hanya dirinya seorang. Kakak dan Mbaknya dulu setiap akhir tahun selalu mendapat penghargaan sebagai murid teladan.
ఇఇఇ
Malam ini. Tetap sama dengan malam-malam sebelumnya tak ada yang beda. Setia dengan cahaya gelapnya. Yang terpancar hanya sekelebat putihnya bulan dan kemerlipnya bintang. Tak ada yang lain. Keduanya itu mempunyai panaroma tersendiri bagi keindahan malam.
Entah rasa apa yang mampu menuntunku hingga diri ini mampu menitikkan air kesedihan. Padahal jika dirasio sedihku ini karena apa? Dan penyebabnya apa? Hampir separuh dari malam aku merenungkan tentang pengumuman tadi. Tepatnya mengevaluasi diri dalam keheningan dan kesendirian.
Mataku sudah terasa lelah akan tetapi ketika akan dikatubkan susahnya bukan main. Badan kelelahan pikiran melayang-layang entah pergi kemana aku sendiri tak tahu. Yang pasti malam ini aku ingin sendiri menyendiri seorang diri.
Dengan kesedihan yang aku alami ini. Ada juga yang perhatian denganku dan mau menghiburku dengn setianya. Sahabatku Roby dia setia menemaniku dan mendengarkan semua keluh kesahku hingga dia sendiri mau mengesampingkan keinginannnya untuk pulang setelah pengumuman. Aku bangga punya sahabat seperti dia sebab dia bisa mengerti tentang perasaanku bagaimana?. Dan menjadi penyejuk dikala aku sedang gundah gulana.
Ketika subuh menyapa. Dan mentari pagi mengintip dibalik awan putih. Aku pun bangun dan mataku pun masih kelihatan sembab dan kelopak matanya pun memerah. Karena separuh dari malam telah aku habiskan untuk bergadang dan sesekali di iringi dengan tetesan air mata yang mampu membasahai pipi.
Paginya sudah janji untuk pulang bersama shabatku. Sedangkan aku sendiri tidak berani pulang kerumah. Takut atau gimana aku tak tahu yang pasti aku harus mencari suasana baru serta memformat bagaimana menjelasakan kepada ortuku.
“Kamu langsung pulang atau gimana?”
“Aku nggak langsung pulang Rob, nanti aku anter kerumahnya Yono”.
“Baik nanti aku anter”.
Tujuanku kerumahnya Yono tak lain untuk mencarikan solusi dan mengajariku bagaimana nantinya aku berbicara dengan ortuku. Karena selama ini dia yang telah banyak membantuku didalam menyelesaikan berbagai masalah. Aku kerumahnya dan menginap dirumahnya sudah tak terhitung. Dapat dibilang rumahnya sebagai rumah keduaku.
Seperti biasa ketika aku berada dirumahnya aku langsung masuk kekamarnya. Entah Yononya ada atau tak ada ortunya sudah memakluminya sebab ortunya sudah mengetahui dan hafal denganku.
“Bagaimana pengumumannya Am?”
“GS”.
Sedikit terkejut ketika Yono mendengar jawabanku. Di raut mukanya tersirat tak percaya. Akan tetapi setelah aku memperlihatkan pengumuman yang ada namaku serta mendapatkan pengesahan dari wali kelas. Setelah melihat itu dia baru percaya.
“Terus bagaimana rencanmu setelah ini?”
“Nggak tahu yang pasti sekarang aku lagi bingung tak karuan. Bagaimana aku menjelaskan terhadap ortuku”.
“Tak usah bingung kamu jelaskan apa adanya, mungkin dengan begitu ortumu akan menerima kenyataan tersebut”.
Aku seharian penuh berada dirumahnya Yono dan rencana untuk pulang nanti pada waktu sore hari. Dirumahnya aku mencoba untuk menenangkan diri. Dan siangnya tanpa dinyana Zahrotun dengan Faiz berkunjung kerumahnya Yono. Mereka berdua menghiburku layaknya anak kecil yang kehilanngan mainannya. Hatiku pun merasakan kebahagiaan sebab Faiz selama ini telah apatis denganku sekarang telah begitu perhatian terhadapku. Teryata antara Zah dan Faiz sudah bisa saling menerima dan memahami. Sebab mereka dulunya saling berselisih karena mencintai satu manusia yaitu Topik. Jika penyelesainnya pun dengan baik-baik maka dikemudian hari tidak akan menimbulkan masalah apa-apa.
Seperti yang sudah menjadi agendaku bahwa sore nanti pulang dan menjelaskan perihal semuanya yang telah menimpaku kepada ortu. Aku pun mengikuti apa yang disarankan oleh sahabatku untuk bilang terus terang berkata yang sebetulnya.
Ada sedikit ketakutan ketika akan berbicara dengan Ibuku. Namun ketakutan itu secepat mungkin akan aku hilangkan. Demi sebuah pertanggung jawaban. Dengan mimik muka yang mengiba dan nada minta maaf aku pun memulai pembicaraan tentang semua hal. Dalam pikiranku sebelumnya bahwa nantinya Ibuku akan marah besar terhadapku. Namun semua yang aku pikirkan itu bertolak belakang. Ibuku tak memarahiku malahan menasehati agar didalam menjalankan tugas mengajar ini bersungguh-sungguh.
Kasih sayang seorang Ibu tak akan pernah pupus oleh zaman, meskipun anaknya sudah mengecewakan. Rasa sayang yang melekat dalam diri Ibu akan selalu mengalir kepada darah dagingnya. Maka apa yang dikatakan para ulama dalam berbagai kitab jika ridlo tuhan sama halnya dengan ridlo ibu. Murka tuhan sama dengan murkannya seorang ibu. Maka ada sebuah pepatah yang bilang. Surga itu terletak dibawah kaki ibu.
Apabila ingin mendapatkan surga maka jangan pernah menyepelekan apa yang sudah di perintahkan oleh Ibumu dan jangan sampai menyakiti hati seorang Ibu dan jika Ibu sudah murka apa yang diucapkan akan dikabulkan oleh tuhan. Banyak kisah yang menceritakan tentang kasih sayang Ibu. Malin kundang dikutuk Ibunya menjadi batu dan tenggelam didasar lautan karena telah lupa dengan ibunya sendiri dia durhaka karena sudah melupakan Ibunya yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkannya kedunia ini.






PASCA KELULUSAN
Perjalanan waktu begitu singkat. Dan tak mungkin bisa kembali lagi. Layaknya sebuah air yang mengalir tak akan pernah mengalir lagi ketempat yang sama. Waktu hari ini untuk hari ini sedangkan untuk besok hari akan diberikan kepada orang lain. Sama juga dengan kesempatan yang tak akan datang untuk yang kedua kalinya. Jika kesempatan satu sudah terlewatkan maka yang tinggal hanya sebuah kenangan yang merajainya. Maka dari itu apabila ada kesempatan yang menghadang didepan mata maka sebisa mungkin di pergunakan dengan baik.
Waktu, kesempatan layaknya diriku yang kini telah meratapi apa yang sedang terjadi. Bukannya aku tidak terima dengan realita yang sudah menjadi takdirku. Mendapatkan ijasah harus mengabdi pada sebuah sekolahan untuk mengajar. Apabila tidak mengajar maka jangan harap ijasahnya bisa dalam genggaman.
Semuanya telah tinggal kenangan. Komunitasku, teman-teman seperjungan dalam mengarungi sedih dan bahagia kini telah menemukan jalannya masing-masing. Ada yang melanjutkan ke pondok pesantren dan ada pula yang pergi kursus untuk menunjang kejenjang yang lebih tinggi yaitu. Kuliah.
Sedangkan aku dalam satu tahun. Waktu yang aku punyai harus digadaikan dengan mengajar dalam kelas. Ah.. kembali lagi keruang formal padahal dulu ketika aku dengan komunitasku dengan keadaan formal sudah merasa muak sekali. Namun kini aku telah menyambangi ruang itu. Tanpa kompromi sedikit pun.
Mau bagaimana lagi. Karena GS adalah harga mati untuk dijalani. Entah bagaimana nanti keadaannya nanti senang atau pun sedih aku harus rela berjalan tertataih-tatih demi sebuah tanggung jawab kepada ortu dan kepada diriku sendiri.
Banyak yang bilang apabila belum pernah menjalani sebuah rutinitas yang baru dan belum pernah terjamah sama sekali. Kelihatannya terasa berat. Rasa malu, minder pun akan datang. Sedangkan jika sudah dijalani maka lama-kalamaan yang ada adalah perasaan yang amat biasa yaitu merasa bosan dengan rutinitas tersebut. Begitu manusia yang cepat bosan dan inginnya mencari sesuatu yang baru. Karena atas dasar manusia itu tidak ada yang merasa puas dengan sesuatu. Inginnya melalang buana ke mana saja. Tanpa mau berfikir yang realistic yang dikejar hanyalah kenikmatan dan kesenangan sesaat.
Dalam pendidikan formal di perguruan Al-Falah dapat dikatakan aku sudah keluar dengan resmi. Akan tetapi identitasku masih di tata rapi disana hingga untuk mengambilnya perlu perjuangan yang amat berat. Tak terpikirkan olehku jika aku akan menjadi seorang guru yang berceramah mengajari kebaikan yang mengajari bagaimana berakhlak yang baik terhadap yang lebih tua. Dan menerangkan beberapa materi pelajaran yang sudah tertata rapi tinggal mengembangkannya.
Bagiku untuk mentalitas menghadapi murid sudah mempunyai sedikit bekal. Berbicara didepan umum atau didengarkan oleh banyak orang sudah aku latih ketika menjadi seorang pemimpin redaksi dan berkencimpung dalam organisasi. Dari hal-hal itulah aku mulai belajar berbicara secara sistematis layaknya para orator-orator yang sedang berdemo.
Sekarang yang menjadi pertanyaanku adalah nantinnya mengabdikan diriku dimana? Didesahku ah.. rasa maluku telah merajai logika pikiranku. Didesanya orang agar lebih pengalaman dan memperbanyak jaringan. Aku masih ingat tentang nasehat guru PPKN jika ingin menjadi orang sukses dikemudian hari maka terlebih dahulu bangunlah jaringan yang luas dan kuat. Dengan begitu kesuksesan akan mudah didapat sebab dasarnya sudah kuat.
Dengan alasan yang mendasar tersebut aku pun mencari sekolahan yang tidak berada di desaku. Nggak jauh-jauh hanya tetangga desa itu sudah cukup. Dan rencana yang aku ambil adalah sekolahan yang tinggkatanya tidak terlalu tinggi Mi atau SD itu sudah cukup.
Karena jaringan atau jalan untuk menuju sekolah yang akan aku diami belum ada yang membantu dan membawanya. Maka aku meminta bantuan sahabatku Yono sebab dia kenalannya banyak terutama orang-orang yang terpandang dalam masyarakat. Dan para guru didesanya. Sebab keinginanku adalah mengabdikan tugasku didesanya Yono. Tak terlalu jauh dari tempat tinggalku namun dapat dikatakan sudah lintas kabupaten. Aku di Pati sedangkan Yono rumahnya di Jepara. Mungkin apabila ada yang mendengar kelihatanya sangat jauh. Tunggu dulu sebab desaku dengan desanya sahabatku itu letaknya adalah perbatasan kedua kabupaten.
Beberapa hari yang lalu aku sudah mengutarakan keinginanku terhadap sahabatku untuk mencarikan sekolah yang mau menerima posisiku sebagai seorang guru suka rela. Tanpa mengaharapkan gaji. Dikarenakan sahabatku itu sudah berjanji untuk membantuku. Sebelum aku menarik janji yang telah dia ikrarkan sendiri.
Pada suatu malam dia telah mengajakku untuk pergi kerumah seorang guru dan juga orang yang sangat di pandang dalam masyarakatnya. Mungkin jauh-jauh hari sahabatku tersebut sudah memberitahu perihal tentang keinginnaku yang ingin ikut serta dalam penasferan ilmu walaupun sedikit.
“Pak niki orang yang saya bicarakan kemaren…!!”
Yono kelihatanya santai berbicara dengan pemuka masyarakat ini. Mungkin karena sudah terbiasa dan kelihatannya pemuka masayarakat ini humoris.
“O….oo tapi alangkah baiknya jika perkenalan dulu agar lebih akrab”.
Atas permintaannya aku pun memperkenalkan diri dan pemuka masyarakat tersebut memperkanalkan namanya. Namanya lebih familiar dikalangan pemuda-pemuda karena dekatnya dengan generasi muda masyarakat dan biasanya di panggil dengan sebutan Pak Ridlo.
Meskipun aku baru saja kenal namun cara bicaranya begitu akrab layaknya sudah lama kenal.
“Trus tugas kamu ini berapa tahun?”
“Nggak lama pak hanya satu tahun, aku melakukan ini untuk mengambil ijasahku”.
“Kamu pengenya mengajar di MI atau di Mts”.
Ketika mendengar apa yang diucapkan oleh pak Ridlo aku diam sesaat ada rasa kebimbangan. Padahal dulu sebelum aku kerumahnya ingin rasanya mengajar di MI dengan alasan di MI pelajarannya tidak terlalu rumit. Mungkin juga anak-anaknya mudah diatur. Sedangkan jika di Mts kadang anaknya sulit diatur dikarenakan sudah rada besar dan berani melawan.
“Kalau menurut bapak aku ini enaknya dimana?”
“Lho kok malah tanya..? seharusnya kamu tahu memilih dan memilah karena yang nantinya menjalaninya kamu bukan bapak. Benar apa tidak?”
“Benar dengan apa yang bapak katakana. Di MI saja pak lama mikir malah tambah bingung”.
“Kenapa milih yang MI alasannya apa?”
Kenapa setiap aku mengajukan pilihan harus selalu ada alasan yang jelas kayak orang sedang diskusi saja. Tapi ada benarnya juga apa yang dikatakan olehnya bahwa ketika akan menentukan sebuah pilihan harus mengetahui alasanya dengan jelas. Dengan begitu apa yang menjadi pilhanya tidak akan menyesal d kemudian hari.
“Gini pak menurutku anak-anak Mi lebih mudah diatur ketimbang yang di Mts. Sebab anak kecil jika sudah di gertak sedikit saja pasti merinding”.
“Di Mts malah lebih asyik sebab ceweknya cantik-cantik nanti kamu tinggal milih mana yang kelihatnnya cocok denganmu”.
“Ah.. bapak ini bisa saja”.
Suasana dirumanhya pak Ridlo begitu sangat damai dan nyaman. Yang berada dirumahnya tidak hanya aku dan Yono saja melainkan banyak pemuda-pemuda yang rumahnya dekat dengan kediamannya pak Ridlo.
“Gini bapak memberi saran. Bukannya bapak menolak apa yang menjadi pilihanmu namun karena bapak juga memikirkan bagaimana nantinya kamu beradaptasi dengan anak kecil. Boleh kamu bilang jika anak Mi mudah diataur, bapak terima alasan yang kau punyai tapi karena kamu belum terjun langsung maka yang terucap dari mulutmu pun mungkin hanya meraba-raba. Karena bapak sudah terjun langsung maka bapak berani bilang seperti itu”.
“Jika begitu baiknya saya ini dimana pak?”
“Kamu masuk keMts nanti bapak yang merekomendasikan kepada kepala sekolahnya”.
Lama sekali aku berada dirumahnya pak Ridlo. Karena orangnya humoris maka setiap orang yang bertemu denganya pasti mempunyai kesan tak terkecuali diriku. Hingga kesanya tak bisa ditulis lewat pena dan tak mampu dibicarakan dengan kata-kata.
Hatiku begitu bahagia karena yang jadi persoalan selama ini telah terpecahkan semua. Aku sudah mendapatkan tempat mengajar. Dan yang lebih penting adalah persiapan mental maupun fisik harus ada. Aku tak mau mengecewakan pak Ridlo. Karena nantinya aku mengajar ditinggkatan Mts maka aku pun harus belajar lagi. Namanya anak yang dapat dikatakan sudah rada mikir. Mungkin sedikit banyak akan bermunculan berbagai pertanyaan yang akan dilontarkan.

GERBANG BARU
Hangatnya waktu dhuha masih terasa dengan jelas. Sayup-sayup udara yang berhembus sangat terasa dalam tubuh. Ada rasa yang berbeda dengan hari ini. Entah rasa apa yang pasti belum bisa dijelaskan dengan maksimal. Mungkin sebuah rasa yang tak mampu di untaikan dalam makna. Ada pula nestapa yang bisa di lanjutkan dengan rintihan yang memanjang. Entah dengan apa harus menebusnya yang pasti sekarang gerbang dunia yang ada adalah rayuan untuk berlanjut menjadi sebuah dilema.
Hari Minggu tak mampu aku berfikir sebelumnya jika akan berubah status. Beberapa hari yang lalu masih menenteng buku pergi kesekolah dan menaati segala peraturan yang ada. Namun sekarang aku telah menjadi seorang guru dan dipanggil bapak padahal masih muda pikirku. Ya tugas GSku berada di Mts Muria seperti yang disarankan oleh Pak Ridlo kemaren lalu. Ada rasa cangung dan perasaan kayak gimana ketika kakiku berlabuh dikantor serta ikut nimbrung dengan guru-guru lain.
Boleh dibilang disini yang muda namun sudah berani mengajar di ruang kelas mungkin saja aku. Sebab rata-rata guru yang aku lihat kelihatanya sudah berpengalaman didalam mengarungi lautan pengajaran. Meskipun awal mulanya masuk dan harus mampu beradaptasi dengan komunitas yang lain dari pada yang lain. Apabila tidak mau termarjinalkan maka harus mampu menyelami komunitas itu.
Selama setahun kedepan aku akan memegang status guru. Meskipun sukarela aku pun harus bisa jaga diri dalam artian mampu memahami apa yang aku pegang. Hari ini aku belum memasuki kelas. Karena menurut keterangan kepala sekolah aku terlebih dahulu mengakrabkan dengan semua guru dan belajar beradaptasi.
Keesokan harinya aku pun mengawali perjalananku didalam bahtera pengajaran. Kelas yang pertama aku masuki adalah sembilan B kelas terakhir. Dan pastinya sudah rada ABG. Ketika sudah berada didalam kelas tak disangka rasa minder pun mengerayangi sekujur tubuhku.
“Kenapa rasa ini datang? Padahal mereka cuma anak kemaren sore haruskah aku grogi?”
Masa bodoh dengan rasa itu. Sudah menjadi kebiasaan mungkin juga dapat apabila ada guru baru maka secara tidak langsung terkena hukum wajib untuk berkenalan. Dikarenakan desakan oleh murid-murid aku pun berkenalan panjang lebar dan setelah perkenalanku selesai gantian mereka memperkenalkan diri masing-masing berserta alamat rumahnya.
Berbagai serangan pertanyaan pun saling tumpah tindih. Terutama bagi murid cewek, ada yang bertannya pacaran berapa kali dan status sekarang bagaimana?. Disaat telingaku mendengar pertayaan tersebut aku tak bisa menjawab hanya mampu berkata itu rahasia tidak boleh dibocorkan. Ruangan kelas menjadi gaduh dengan jawabanku tadi.
Hampir satu jam lebih aku berada diruangan kelas akan tetapi tidak jadi pelajaran. Karena tadi waktunya habis untuk berkenalan dan bercerita ria. Aku pun sekarang telah terkukung dengan keformalan padahal dulunya ketika masih berada di perguruan Al-Falah yang namanya formal itu terasa bosan dan muak. Masak manusia jalan hidupnya layaknya sebuah robot yang selalu diatur dengan jadwal. Jadi ingat tentang sebuah buku yang pernah aku baca judulnya Belajar Nakal menjelaskan bahwa hidup teratur itu tidak nyaman hidup tertib tak enak dengan alasan orang yang dalam keseharian hidupnya seperti itu tak punya tantangan dan sudah di pola layaknya sebuah mesin. Tak ada inovasi dan kreatif untuk memunculkan sesuatu yang baru.
Aku pun harus bangun pagi-pagi layaknya anak sekolah dan pulang siang hari. Sudah nggak sekolah kok ritinitasnya seperti anak sekolahan. Beberapa hari kemudian aku mendengar kabar jika sahabatku Shiro mengajarnya juga di Mts sepertiku. Kok bisa senasib seperjuangan.
Perjalanan langkah baru saja dimulai. Dilingkungan rumah tinggalku ketika matahari sudah undzur dari tugasnya dan digantikan oleh bulan berserta pasukannya. Bintang. Pada saat itulah aku yang harus bertugas bertandar di mushola menunggu geduk ditabuh menandakan bahwa waktu untuk menyembah tuhan telah di buka. Dengan melakukan ritual sholat tiga rekaat. Magrib. Ketika selesai sholat maka aku harus dengan sabar mengajari anak-anak mengaji Alquran dengan baik. Begitulah ritual yang aku lakukan ketika berada dirumah. Paginya pergi ke sekolahan mengajari anak-anak tentang pendidikan yang baik itu bagaimana?. Awalnya sih terasa cangung dan kayak nggak nyaman. Akan tetapi lama-kelamaan nyaman dan aku bisa menikmatinya dengan nyaman.
Namanya juga guru baru di Mts Muria maka banyak dari murid yang kenal tidak kecuali guru-gurunya. Aku di sekolahan tersebut harus bisa berlaku dengan baik dalam artian akhlaknya harus dijaga. Karena kebanyakan muridnya sangat dekat denganku terutama yang kelas tiga. Mereka semua pun merasa sangat senang jika yang mengajar dikelasnya aku. Guru muda pastilah tahu selera anak muda karena juga pernah muda. Ada pula yang berkonstultasi tentang pacaran, persahabatan dan probem anak muda lainnya. Dengan santai aku pun menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
Jika boleh dibilang satu dua hari aku menjalani tugasku sebagai guru rasanya asing sekali. Ketika berkumpul dengan guru-guru yang lain apabila aku tidak memulai berbicara semuanya diam seribu bahasa.
“Apa mereka tidak mengetahui bagaimana menyapa seseorang?” pikirku
Aku pun harus menyadari itu semua sebab statusku disitu tidak jelas. Dalam artian hanya sebagai pengisi guru yang lagi tidak ada. Namun aku sedikit bangga dengan begitu wawasanku bisa berkembang dengan sendirinya dan jaringanku dengan yang lain pun bertambah luas. Mereka tak akrab denganku tak jadi soal yang terpenting adalah selama aku menjalankan tugas ini berjalan dengan lancar.
Setelah beberapa bulan mengajar disitu. Tak sedikit kaget dan ragu dengan semua yang aku dapatkan. Banyak jaringan, mengetahui bagaimana pendidikan pemerintah yang sebenarnya dan prilaku guru-gurunya dalam ruang kelas dan diluar kelas. Antara murid dengan guru penghormatannya pun jarang. Berbeda sekali dengan iklim yang berada di perguruan Al-Falah, guru adalah sosok manusia yang sangat dihormati jika ingin mendapatkan ilmu yang barokah dan manfaat. Tak heran disana murid tak ada yang membangkang perintah dari gurunya.
Pasca kelulusan dari perguruan Al-Falah memang sudah berjalan beberapa bulan. Sedangkan semua teman-temanku sudah memilih jalannya sendiri-sendiri. Ada yang berencana pergi kuliah ada pula yang hengkang pergi ke luar negeri dan melanjutkan estafet yaitu kepesantren.
Sedangkan anak-anak komed yang bertugas menjadi seorang guru hanya aku dan Shiro yang lainnya ada yang melanjutkan kepondok pesantren dan mencoba mengundi nasib dengan ikut biasiswa keperguruan tinggi. Meskipun perjalannku seakan terhambat aku tak menyesalinya dikarenakan semuanya pasti ada hikmahnya. Tak terkecuali dengan tugas yang aku diami ini.

RASA APA INI…..?
Ibarat orang yang dipenjara dulu ketika masih berada dipesantren banyak teman yang bisa diajak berdiskusi, bercerita tentang permasalahan yang ada. Meraba-raba masa depan nantinya bagaimana semuannya dibicarakan dengan santai dan penuh kepastian. Namun ketika aku sudah berada dirumah semunnya seakan tinggal kenangan. Aku terkukung dengan rasa kesendirianku. Jika dulu dalam satu kamar bayak teman bisa bercerita ria ketika mau beranjak tidur. Sekarang sepi. Hanya sendiri seorang diri.
Dalam sebuah kesendirian telah mampu membuatku berfikir dan kadang kalanya berontak dengan keadaan. Hingga sampai kapan akan bertahan seperti ini tak ada teman yang bisa diajak cerita bersama. Sedangkan cewek yang mampu membuatku mati rasa sudah melupakanku karena telah tergantikan oleh orang lain yang lebih dari aku. Ada benarnya bercinta membutuhkan pengorbanan hingga dalam jerih payahku selama ini hanya sebuah angin yang melintas setelah itu pergi terbang entah kemana.
Jika malam beranjak kegamangan pun selalu menyapa dalam kesendirianku. Mau berbuat apa sekarang ini? tidur diawal sulit sebab dulu ketika masih berada di pondok tidurku sering menjelang dini hari. Kebiasan tersebut masih terbawa hingga aku menyendiri dalam rumah dan sepi di kamar.
Lama-lama kelamaan kejenuhan pun menuntut agar bisa dicarikan solusi yang mampu membuat memori yang baru dan rasa yang baru pula. Mau menyegarkan pikiran kemana? Sebab kebannyakan temanku masih berada dipondok sedangkan main kerumah cewek temanku yang bisa diajak santai dan cuer hanya Zahrotun. Masak selalu main kerumahnya terasa tidak enak apabila dilihat oleh orang sekitar.
Sebetulnya yang lain ada yaitu sahabatnya Zahrotun rumahnya pun berdekatan. Akan tetapi aku dengannya belum begitu kenal. Setahuku namanya Ul entah lengkapnya aku nggak tahu sebab kelihatanya ceweknya gaul banget.
Hampir setiap malam Minggu aku melepas kepenatan yang menyambangi semua komponen pikiran dan otak. Sering aku mengenjawantahkan pergi main kerumahnya sahabatku itu. Sendirian. Tak ada rasa apa-apa ketika aku berada dirumahnya mungkin karena seringnya main hingga rasa takut dengan sekitar tak terlintas sedikit pun. Biasa dirumahnya hanya cerita sana-sini tak tahu arah kadang sesekali tertawa lepas bersama yang aku sendiri tak tahu apa yang aku tawakan itu.
Dengan melakukan hal yang seperti itu aku mampu melupakan semua kepenatan rasa sendiri meskipun hanya sesaat. Tak apalah dari pada lama-lama memendam rasa yang membuat kepala jadi pening tujuh keliling nanti bisa-bisa jadi linglung kayak orang yang bingung.
“Zah bagaimana kabarnya Nisa setelah acara pernikahan di rumahnya aku belum tahu kabarnya hingga sekarang sudah bunting atau belum?”
“Kok malah tanya aku tanya sendiri sama orangnya”.
“Kalau bisa ketemu tak mungkin aku tanya sama kamu”.
“Denger-denger sekarang badannya ada sedikit perubahan tambah kurus”.
“Kurang makan apa?”
“Ya enggak lah..”
“Trus apa dong….??”
“Nggak tahu…!!”
Kami bertiga tertawa bersama dengan penuh kegembiraan. Yang bicaranya rada ceplas ceplos yaitu tadi sahabatnya Zahrotun, Ul dalam mengucapkan semua kata tak perduli siapa yang ngedirinnya.
“Dah jam pukul 20.00 Wib aku pulang dulu ya..”
“Masih sore ngapain dirumah”. Selorohku mencoba untuk menghalanginya.
“Wah nanti ortuku bisa ceramah yang nggak-nggak panjang lebar”.
Gaya bicaranya yang membuat orang melihatnya akan tertawa terpingkal-pinkal sebab kecentilannya terlihat sekali. Apakah setiap cewek yang lagi kebelet mau berbuat apa selalu tingkahnya kayak gitu. Mungkin nggak semuanya ada yang lebih membingungkan apabila lagi kepengen sesuatu. Karena bagiku hingga saat ini seorang cewek sulit dimengerti tentang semua keinginannya. Dan apa yang akan dilakukannya sulit ditebak semuanya selalu serba dadakan.
“Emangnya disini ada yang kurang dalam anggota badanmu?” ledekku dengan senyum yang mengembang.
“Ya nggak ada yang kurang tapi ortu kawatir terhadap anaknya kan wajar …!”
“Kalau gitu sudah sana pergi nanti ortumu mencari kesini aku yang berabe sebab disini yang cowok cuma aku saja”.
“I…dih PD nya”. Sahutnya dengan melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan kami berdua.
Aku masih melihat pungung indahnya. Cara berjalannya yang jarang dilakukan oleh kaum Hawa sedikit berlari dan separuh tidak. Mungkin apabila ada parade lomba berjalan yang palik unik dia akan masuk didalam nominasi yang pertama.
Karena tinggal aku dan sahabatku maka pembicaraannya tidak seseru tadi sekarang yang dibicarakannya pun hanya yang perlu-perlu saja. Kadang pula dia menanyakan tentang kabarnya cewek yang sudah merebut cintanya yaitu Faiz jika mendengar pertanyaan tentannya ada sedikit rasa bahagia dan bercampur pula dengan rasa sedih menyayat-nyayat.
“Masa lalu biarlah berlalu sekarang yang terpenting adalah bisa menatap masa depan menjadi lebih carah dari sebelumnya”.
“Bagaimana tingkahmu terhadap Topik masih ada rasa cangung nggak?”
“Ya nggak lah aku dengannya sudah besar jadi sudah mengerti dengan keadaannya masing-masing. Buat apa mengunjingkan sesuatu yang sudah jelas nantinya bisa-bisa menimbulkan permasalahan baru dan membuat kepala jadi pusing tujuh keliling”.
“Gimana nanti ketika teman-teman pada pulang kita pergi kepantai untuk melepas kepenatan yang bersandang didada, setuju nggak?”
“Kalau aku sih ngikut saja sekarang yang jadi permasalahnya adalah apa kamu punya waktu sebab kerja dipasar kan tidak ada liburnya”.
“Kalau soal itu bisa di atur”
“Aku tunggu kabar selanjutnya, pokoknya yang menentukan hari nya kamu”.
“Ok”.
Jarum jam yang bertengger di dinding sudah menunjukkan kalau jadwal malam Mingguan sudah habis. Maka demi kemaslakatan bersama aku pun pulang. Ketika keluar dari rumahnya sahabatku dalam batok kepalaku ada sedikit hawa yang begitu segar semua kepenatan, yang selama ini menjadi penganggu telah lenyap dan menemukan Sesuatu yang baru dan lebih berasa. Dalam artian sudah menemukan injeksi yang mampu menyuplai melalui hari-hari selanjutnya lebih bersemangat. Dan menatap masa depan menjadi lebih mantap karena masa depan adalah segala-galanya.
Hari dari berapa hari yang lalu telah aku bicarakan dengan sahabatku Zahrotun teryata datang juga. Aku dengan teman-teman yang lain pergi kepantai Suweru salah satu wisata yang terjaring dengan kabupaten Jepara. Jumplahnya kurang lebihnya tujuh orang lebih. Ceweknya biasa Zahrotun, Ul, Yuni dan ketambahan Anim sama Ana sedangkan yang cowok aku Yono,Topik, Arif , Rando. Kami semua berteman mulai dari perguruan Ad-Darul hingga saat ini sudah pada selesai melanjutkan tingkatan atas. Kayak sebuah keluarga apabila sudah kumpul kayak begini.
Langit mendung awan hitam bergumpal dimana-mana. Matahari yang biasanya selalu setia menyinari bumi kini telah sembunyi dibalik gumpalan awan hitam yang tak ada kompromi sedikit pun. Meskipun begitu kami semua tak menyurutkan apa yang sudah disepakati bersama. Mungkin apabila hujan pun jadi mengguyur bumi yang elok ini maka kami semua akan tetap pergi.
Perlu perjunagn yang lebih untuk sampai di pantai Suweru yang menurut perkataan yang sudah pergi kesana suasana-tempat dan pemandangannya ada kemiripan dengan pantai di Bali. Ketika ada yang bilang begitu rasa penasaran pun bergelantungan di otakku.
Jalan menuju tempat lokasi sangat alami sekali. Belum diaspal batunya pun besar-besar mungkin apabila mengajak orang yang sedang hamil maka yang terjadi adalah melahirkan sebelum waktunya. Keguguran. Di setiap pinggir jalan berbaris pasukan hijau yaitu pohon karet sampai-sampai sinar matahari hanya mampu mengintip dibalik remumbunan daun. Hawa dingin selalu merasuk dalam pori-pori tubuh apabila sudah berada diantara barisan tersebut.
“Ah…. Sampai juga setelah melewati berbagai rintangan yang menghadang”.
Kami semua pun berlarian menuju bibir pantai mencoba bermain dengan air laut yang indah sesekali menulis diatas pasir. Bukan menulis melainkan hanya mencoret-coret. Dan teman-teman yang lain pada sibuk mempersiapkan kayu bakar untuk memanggang jagung.
Yono yang paling gesit apabila mempersiapkan semua yang dibutuhkan. Setelah kayunya siap satu persatu mengambil jagung dan membakarnya sendiri. Aku, Topik, Ul dan Zahrotun hanya duduk di bawah rumah kecil yang sengaja di persiapkan untuk tempat berteduh dan menghindari sengatan matahari.
“Kalian mau bakaran jagung nggak?”
Dengan serentak mereka menjawab.
“Tidak mau, kamu saja yang makan, masak disuruh makan bakaran jagung emangnya kami ini semua bukan manusia apa?”.
“Maksudku jagung bakaran..!”
“Kalau yang itu sih kami mau”.
Aku pun ikut bergabung dengan mereka yang sedang sibuk membakar jagung dari tadi. Ada yang sudah matang dan mau di makan. Yang sudah selesai duluan pun tidak bisa makan dengan sepenuhnya sebab banyak yang merebut untuk sekedar mencicipi.
Berselang kemudian, jagung yang dari tadi aku pangang di atas bara api yang panas telah selesai. Untuk matang atau nggaknya aku kurang tahu. Jika sudah kelihatan kuning kehitam hitaman pasti matang.
“Nih… jagungnya tapi di bagi dua ya..!!”
Jagung matang yang dengan susah payah dan bercucuran keringat untuk menghasilkan rasa yang sulit dilupakan dengan kerelaan hati aku pun memabagi dua dengan Ul. Entah mengapa aku mulai dari pergi hingga sekarang rasaku selalu ingin berada di dekatnya. Ataukah ini yang dinamakan …..ah tak mungkin. Sebab hingga saat ini hatiku masih tertawan dengan Faiz. Yang dilakukan Topik pun sama membagi jagung dengan Zahrotun yaitu cinta pertamanya dan sekarang sudah tidak lagi menjalin hubungan asmara melainkan hanya sebagai seorang sahabat.
Kami berempat memang mencari tempat sendiri tidak ikut dengan teman-teman. Aku berpasangan dengan Ul dan Topik berpasangan dengan Zahrotun. Kami tidak menyepi tapi berkumpul menjadi satu. Canda tawa kami lakukan ada bergaya sepeti seorang pangeran yang sedang merayu bidadari untuk dijadikan permaisuri.
“Kok sepi tidak seperti biasanya..?”
“Perasaanmu saja yang sepi ramai gini kok dibilang sepi”. Jawabku sekenanya.
Zahrotun berhadapan dengan Topik sedangkan aku berhadapan dengan Ul kami berempat layaknya remaja yang sedang pacaran. Namun tidak. Disela-sela perbincangan kami disengaja atau tidak aku sendiri kurang tahu Ul telah memegang pipiku pahahal yang dia pegang termasuk tempat yang pribadi buatku. Ketika tangannya menjamah pipiku dalam dadaku berdesir perasaan yang kayak gimana gitu dan aku sendiri kurang paham tentang perasaan tersebut. Aku hanya mampu bergumam dalam hati jika dia telah membuatku marah, tapi aku ini bisa menjaga diri dan melihat situasi meski hatiku berontak sebisa mungkin aku tak memperlihatkannya.
Di perasaanku muncul berbagai pertanyaan apa yang dirasakan olehnya ketika menjamah wajahku tanpa permisi terlebih dahulu. Bahagia. Biasa. Atau….. aku tak bisa menafsiri dengan apa yang dirasakannya sebab rahasia hati manusia tidak mampu mengetahui hanya tuhan yang mampu membukanya.
“Sudah sore nih…. Ayo kita pulang nanti aku dimarahin bapak lho..!!” ajak Ana dengan mimik muka merayu.
Perkataan Ana yang dilontarkan dari kejauhan terasa samar-samar ditelingaku. Aku masih tetap bercanda ria dengan Ul tak mau perduli dengan yang lain. Entah mengapa aku ketika dekat dengannya rasaku santai dan senang tak ada rasa sungkan sedikit pun. Padahal aku tahu kalau penampilannya sangat mengugah birahi.
“Pulang yuk kasihan yang cewek nanti kena semprot bapak ibunya”.
Ajakan yang telontar dari mulutya Topik mampu menyihir semuanya. Tanpa dikomando sudah bersiap-siap untuk kembali kehabitat asal.
“Wah kembali melalui rintangan yang berat nih..!” ucapku
Dengan nada yang datar dan jelas Ul menimpali ucapanku.
“Jika bersamaku akan terasa nyaman meskipun banyak rintangan yang mengahadang”.
Disaat telingaku mendengar perkataannya wajahku pun berpaling dan memandang wajah cantiknya dengan lekat. Dan perasaanku datar-datar saja ketika kedua mata kami bertatapan. Bagaimana perasaannya kau tak tahu mungkin bergetar atau bagaimana yang tahu cuma dia dan yang memberi kehidupan pada manusia. Tuhan.
“Beneran kamu mau berbocengan denganku..?”
“Ya iyalah masak aku berbohong denganmu.”
Aku berusaha menyelami apa yang dilakukan Ul terhadapku mulai dari pertama kali berada diatas pasir hitam Suweru dan hingga mau meninggalkan kenagan ditempat yang indah ini. Tapi semunya seakan gamang. Rasaku serta pikiranku tak mampu untuk menyelaminya. Yang ada cuma tanda tanya dan pertanyaan apa dia….??
Teryata dia menepati apa yang telah diucapkan. Dalam perjalanan pulang dia bersamaku. Bercanda ria diatas montor dengan penuh keakraban. Perasaanku kayak gimana gitu ketika dia memegang pahaku dengan merapatkan tubuhnya dengan tubuhku. Sedangkan aku hanya bisa pasrah dengan apa yang dilakukannya. Dan yang berbahagia adalaha nafsuku bukan rasaku. Kami berdaua bercanda ria hingga menyinggung hal-hal yang sangat pribadi. Meskipun begitu diantara kami tidak ada yang tersingung sedikit pun.
Apabila sedang bahagia maka perjalanan pun seakan terlihat singkat sekali. Yang awalnya pergi tadi terasa jauh sekali namun sekarang ketika pulang betapa singkatnya. Padahal tempatnya sama dan buminya pun tak mungkin membesar. Karena antara yang pergi dan kembali suasanyanya sudah beda. Yaitu senang dan senep.
“Kok cepat sampai ya padahal tadi perginya terasa lama sekali”.
Dengan sedikit merapatkan tubuhnya agar dekat dengan telingaku dia menjawab
“Sebenarnya sama, cuma yang sekarang perjalananya penuh bahagia hingga tak disangka cepat sampainya”.
“Mungkin”.
ఇఇఇ
Matahari mulai udzur di ufuk Barat. Cahaya kuning keemasan terlihat indah dilangit yang bersih dan tak ada bercak-bercak awan hitam. Hingga mampu menambah sketsa yang tak ternilai indahnya. banyak burung yang berhamburan mencari tempat berteduh yang aman dan nyaman guna melepaskan lelah. Orang-orang yang seharian pergi meninggalakan anak dan istrinya untuk mengais rejeki diluar rumah kini telah kembali lagi dan memberikan kabar bahagia kepada keluarga yang yang setia menanti. Dan aku pun sudah berada dirumahku karena sebentar lagi harus menjalani rutinitas mengajar anak-anak kecil belajar alquran dimusola dekat rumahku. meskipun badan terasa lelah aku pun harus siap siaga dengan apa yang sudah menjadi kewajibanku. Yaitu kewajiban orang yang mengerti mengajari orang yang belum mengerti agar tidak tersesat.
Mulai magrib dan isya’ aku harus berada dimushola dengan penuh kesabaran. Nanti setelah jam tersebut berakhir baru berganti dengan menjalankan aktifitas lain.
Mungkin karena kecapekan setelah sholat isya’aku langsung berada diatas tempat tidur sambil mengenang kejadian tadi siang. Mencoba mengumpulkan serpihan-serpihan yang masih tersisa dalam memori otakku agar tergabung menjadi kenangan.
Suweru….
pasir hitammu telah menunutunku
bertemu dengan bidadari
yang selama ini sudah kenal
namun tak dekat
Suweru….
deburan ombak yang melambai-lambai
telah mengingatkanku
tentang jemari indahnya
bidadari yang telah menyentuh pipiku
Seweru….
aku dekat dengannya
karna pasir hitammu dan dinginya angin berhembus
hingga aku mampu berdua dengannya
mampu berkeluh kesah terhadapya
Seweru….
karnamu hatiku terpasung
oleh seorang bidadari
yang biasa ku panggil Mami
dan punya nama asli
Ulfayani
karnamu ku bertemu denganya
dan punya rasa dalam suanya
Pasir hitammu
telah membuatku terkenang
indahnya deburan ombak yang menjadi lagu sunyi
Suweru....
panaroma yang ada
telah menemaniku dalam bahagia
aku bertemu dengan bidadari
yang dengan bangga menjamah wajahku
tanpa permisi
hingga mau membuatku lupa diri
dia memang cantik
namun terlalu agresif
tak apa...
karena dia mampu mengobati
rasa sunyiku
dengan canda tawanya
dan pesona cantiknya
yang selalu membuatku mengenang
Seweru...
kapan aku bisa mengulang
sejarah bahagia bersamanya.
Lampu dalam kamar masih menyala dengan terang benderang. Dan aku tertawa sendiri apabila mengingat kejadian siang tadi. Rasa apa ini? aku berusaha menepis apa yang sedang berkecamuk dalam dada. Ah...tak mungkin jika aku bisa naksir dan mencintainya masak mencintai cewek yang cara berpenampilannya selalu mengundag birahi bagi yang melihatnya. Apa aku sudah buta?. Entahlah hati manusia sering kali berbolak balik tergantung tuhan yang menghendakinya sedangkan manusia hanya mampu menerima apa yang di rencanakan yang memberi kehidupan. Begitu pula dengan rasa cinta datangnya pun tak bisa di paksa apalagi diminta. Cinta datang atas kehendak tuhan atau anugrah yang tak ternilai harganya. Bersyukur orang yang mampu mencinta dan dicinta. Bahagia cinta tak bisa diganti dengan harta.





CINTA MENYAPA KEMBALI
Peristiwa yang terjadi di pantai Suweru hingga kini masih membekas dengan jelas dalam memoriku. Rasa rindu ingin bertemu dengannya selalu mengusik ingatanku hingga dalam menjalani aktifitas terasa terganggu dengan bayang-banyang wajahnya, senyumnya serta canda tawanya. Tak mampu aku melupanya. Ingin rasanya aku mengulang kembali bersapa mesra dengannya. Hanya padanya.
“Kenapa aku ini kok jadi ingat sama Ul terus sih...!!!”
Diantara perasaan dan rasio yang berada di tubuhku berperang sendiri. mempertanyakan tentang realita yang ada dan juga perasaan yang sesungguhnya itu bagaimana?. Tapi bagaimana pun usahanya orang mengelak tentang perasaan yang sedang bersemi didada dan telah membayang-bayangi hanya bisa pasrah sebab semua yang terjadi sudah menjadi kehendak tuhan. Maka usahanya itu hanya sebuah omong kosong belaka.
Berkali-kali aku mencoba mengingkari tentang rasa itu dan hasilnya. Nihil. Aku telah kalah dengan dengan rasaku sendiri. Hp yang berada disampingku bersama buku-buku yang berantakan. Dengan tanpa gairah yang membuncah aku memungutnya dan menulis pesan singkat kepada Ul.
“Makasih untuk hari kemaren..!!”.
Hanya ucapan itu yang mampu aku tulis. Bukannya aku tak bisa merangkai kata-kata melainkan bingung mau menulis apa. Mungkin rasaku yang telah menutup segalanya. Hingga otakku pun ikut buntu tak bisa mengeluarkan kata-kata. Apakah begini keadaannya orang yang lagi sedang jatuh cinta yang dalam kesehariannya selalu berbeda-beda dan yang dilakukannya kadang masuk akal dan juga tak bisa diterima akal.
Aku kembali memungut Hpku membaca ulang item pesan keluar dan bertannya apa ada yang salah dengan tulisanku hingga tak ada balasan darinya. Dengan lesu aku meletakkan kembali benda mungil itu yang sering membuat orang lupa. Beberapa detik kemudian. Hp bertulalit ria dan kulihat nama panggilan dan teryata Ulayani yaitu Ul aku sekenanya memberikan nama terhadapnya sebab hingga saat ini aku belum tahu nama yang sebenarnya siapa tahunya cuma. Ul.
“Halo...Assalmualaikum... nganggu nggak?” suaranya dari seberang sana dengan kayak gimana gitu.
“Waalaikum salam, nggak nganggu kok ada apa..?” tanyaku seakan-akan tidak mengerti makna yang tersirat dari sapanya.
“Nggak ada apa-apa cuma mau nanya kabar saja boleh kan...?”
“Ya boleh dong...!!!”
Kenapa bekangan ini aku lebih dekat denganya? padahal dulu pandanganku terhadapnya hanya selayang pandang apabila tidak ada perlu maka tak ada sapa. Dulu kenapa aku tidak terlalu dekat terhadapnya. Bukan karena apa, sebab padangan yang terlintas dalam benakku tak lain dia adalah cewek yang gaul dan tidak mungkin bergaul dengan sembarang orang. Dari berpakaiannya pun sangat terlihat sekali kalau dia itu sangat mengikuti mode. Apa yang dia sekarang lagi jatuh hati terhadapku? ah... tak mungkin sebab dia pasti tahu kalau bercinta denganku sama juga membangun istana asmara dan setelah jadi akan tumbang ditengah jalan kecuali ada yang mengerti tentang kondisi dan cita-citaku dimasa depan.
“Eh.... gimana acara kemaren asyik nggak...?”
Ketika mendengar pertanyaanya aku tidak langsung menjawab akan tetapi termenung dahalu. Meraba-raba kok ada pertanyaan yang seperti itu, apa dia akan mengulang kembali acara yang seperti kemaren.
“Gimana ya.. acara kemaren..?dibilang asyik, dimana letak asyiknya dan dikatakan nggak? teryata berkesan juga. Acara kemaren tak bisa aku lupakan terutama ketika bersamamu dan yang lebih membekas dalam pikiranku yaitu tangan jailmu dengan santai menjawah wajahku. Ketika aku merasakan kehalusan tanganmu betapa terkagetnya aku sebab bagiku ada cewek yang berani tanpa permisi terlebih dahulu untuk menikmati wajahku cuman kamu saja. Dan dirimu termasuk yang pertama. Kapan-kapan kita pergi bersama lagi bisa nggak...?”
“Ha.....ha.... hi....hi... teryata yang kulakukan kemaren adalah hal yang tidak biasa ya...?”
“Ya..iyalah.”
“Maaf deh jika kemaren aku terlalu bersemangat nggak sengaja kok aku ngelakuin itu, reflek secara tiba-tiba.”
“Tiba-tiba atau memanfaatkan kesempatan..?”
“Ha..nggak tahu aku menurutmu bagaimana?”
“Yang melakukan kamu mana tahu dengan pikiran serta perasaanmu.”
Lebih dari satu jam aku denganya berbincang-bingcang yang tak begitu penting hanya membahas hal-hal yang kurang begitu berarti. Akan tetapi meskipun begitu hatiku seakan merasakan kebahagiaan yang aku sendiri belum mengetahui kebahagiaan apa yang aku alami ini. Pasca kejadian di Suweru itu dia sering sekali menelponku tanya tentang siang, malam, pagi bahkan makan pun dia pertanyakan. Begitu perhatiannya dia padaku, atau jangan-jangan di jatuh hati denganku?
Ada benarnya juga tentang perasaan yang aku rasakan atas kedekatanya denganku. Jarang sekali ada seorang cewek yang tidak menaruh hati harus di bela-belain untuk telpon segala kalau jarang itu tidak menimbulkan pertanyaan namun ini sering dilakukannya. Apabila nantinya terbukti jika dia benar-benar punya rasa denganku biarlah waktu dan keadaan yang menjadi penentu.
Sejak Ul dekat denganku dalam hari-hariku selaksa ada yang berbeda. Dan dia pernah minta satu permintaan yaitu setiap hari harus ada untaian puisi untuknya tanpa pikir panjang aku mengiyakan permintaannya itu. Padahal jika diruntut aku ini tak pandai dalam merangkai kata menjadi sebuah kalimat yang indah dan di bilang puisi.
Namun entah bagaimana tentang pola pikirku, sejak kedekatanku terhadapnya rasaku lamat-lamat berubah menjadi halus sehalus sutra. Dan tanpa aku sadari dan tak mengerti tentang apa yang menuntunku sering kali ketika aku bertemu denganya puisi pun tercipta.
Mata indahmu buatku merinding
karena indahnya
senyum manismu
buatku bergetar
karena pesonanya
paras cantik ayumu
buatku selalu bermimpi
berkhayal tentang bidadariku
yang akan bersama
merajut benang kehidupan
benang kebersamaan
duka maupun senang
menangis maupun tertawa
lapar maupun kenyang
dahaga maupun tidak
dan selalu bersama
untuk bermesraan
kepada yang Esa
tanpa lelah letih sedikit pun
karena nikmat bersamamu
seperti meneguk anggur
setelah kematian kelak
Begitu berharganya dirinya dalam lautan rasaku. Dalam mengarungi alam khayalku jika dirinya selalu menjadi inspirasi setiap jengkal kata yang aku punyai. Dia ibarat air yang mampu menyirami kegersangan hatiku. Kata-kata yang awalnya tidak mampu menjadi untaian indah namun ketika aku dekat dengannya semuanya berubah. Selalu ada sesuatu yang baru disaat bertatap muka denganya. Entah mengapa dia begitu punya harga yang lebih di bilik sanubari suciku.
ఇఇఇ
Hari berganti dengan rambahan yang pasti. Lajunya jarum waktu pelan akan tetapi penuh kepastian. Ibarat matahari yang selalu pasti memancarkan cahaya disiang hari. Dan menyembunyikan indahnya diwaktu malam menjelang. Roda perputaran telah berganti posisi yang awalnya diatas sekarang berubah menjadi dibawah. Ada pula pengulangan tentang hal yaitu hari. Tetap sama. Tujuh. Yang membedakan adalah kejadian-kejadian yang ada didalam hari tersebut. Hari Senin bisa bahagia tertawa lepas belum tentu Senin yang akan datang sama.
Begitu pula tentang kebahagiaan orang. Tak akan selamanya. Rasa bahagia ada sebab rasa sedih menyapa. Benci datang dikarenakan rasa cinta datang. Sama juga rasa yang aku alami saat ini. Sekarang Ul telah dekat dan penuh perhatian denganku entah besok? bisa berubah semuanya, pertanyaan tentang malam, siang, pagi dan makan bisa saja menjadi sebuah kenangan yang manis namun menyimpan luka yang memilukan. Ah.... semuanya hanya sebuah prakira sedangkan realitanya yang menetukan adalah tuhan yang Esa. Manusia hanya sebagai piranti menjalankan tugas yang diberikan dari yang maha pencipta.
Doa yang aku panjatkan setiap saat. Harapan yang selalu mengrayangi alam pikiranku selalu ada. Bermimpi yang berharap menjadi sebuah kenyataan tetap menjadi idaman dalam alam sadar atau pun tidak. Aku tahu setiap doa yang dipanjatkan hambanya terhadap tuhan pasti dikabulkan namun entah kapan? yang mengetahuinya hanya tuhan.
Yang menjadi doaku selama ini adalah bisa mengulang masa-masa indah bersama Ul selayaknya yang dilakukan di pantai Suweru tempo hari. Entah doa yang aku panjatkan itu terbalut nafsu atau nggak tak menjadi soal. Namun apabila ditinjau dengan kaca mata agama Islam yang aku lakukan telah menyalahi aturan yang ditetapkan dalam undang-undang agama. Sebab antara cowok dan cewek apabila bukan muhrimnya dilarang bersama atau berduaan nanti takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Meskipun aku tahu itu namun nafsuku lebih dominan mau gimana lagi. Hari Jumat saat langit menyimpan warna putihnya dan awan gelap menjadi panaroma yang jarang terjadi. Padahal paginya mentari yang bersinar dari ufuk Timur masih terlihat indah. Namun siangnya berubah drastis warna cerah di langit telah tersapu oleh gumpalan awan hitam yang tanpa ampun. Dengan keadaan yang begitu bisa tidak bisa aku dengan teman-teman harus bisa komit tentang rencana yang telah menjadi kesepakatan bersama. Jika kemaren lalu perginya ke pantai Suweru tanpa bekal dan hanya orang saja. Akan tetapi perginya hari ini membawa bekal yang sudah dipersiapkan jauh-jauh sebelum acaranya jadi.
Langit yang telah mengeluarkan air kehidupan kepada manusia diseluruh alam. Dan kedatangannya telah ditunggu-tunggu sekian banyak para petani. Karena guyuran dari langit adalah secercah cahaya kehidupan untuk padinya. Cuacanya seakan tidak bersahabat bukan bersahabat melainkan menguji tekat kami semua. Masih bersikeras untuk Pergi kepantai Benteng Portugis atau berdiam diri dirumah sambil melihat satu persatu tetesan air hujan dengan penuh rasa sesal karena tak jadi bersuka ria tertawa bersama penuh bahagia.
Bagi kami semua hujan yang ada adalah sebuah irama keindahan tersendiri. Badan basah sebab terguyur hujan, hati tenang karena ada yang menjadi teman. Kami semua pergi dengan badan yang basah kuyup oleh tebaran butiran kristal kecil-kecil yang bening. Jiwa butiran kristal itu jatuhnya cepat maka kami semua secepat kilat mencari tempat persembunyian yang aman. Agar badan tidak basah semuanya.
Mungkin karena ketekatan kami semua baju yang melekat dibadan tak tersadari ketika sampai ditempat tujuan sudah rada mengering. Namun masih terasa dingin. Apalagi ketika diterpa angin laut yang kencang.
“Akhirnya sampai juga kita ditempat tujuan”.
Banyak yang merasa lega hatinya disaat melihat deburan ombak yang kencang dan dinginya angin pantai serta pemandangan yang tersimpan rapi di pantai Benteng Portugis.
“Tempat yang nyaman dan asyik dimana?”
“Itu disana kelihatanya bagus sekali.”
Atas anjuran yang diberikan oleh Zahrotun kami semua berbondong-bondong menuju batu karang yang besar dan lapang. Tempat yang sangat pas untuk melakukan makan-makan dan melepas lelah bersama. Setiap satu orang mendapatkan satu porsi makan.
“Mi kita mencari tempat yang asyik yuk untuk kita berdua”.
“Ya Pi..”.
Aku tak tahu awalnya kapan gaya sapaku terhadap Ul berubah menjadi Papi dan Mami. Kami berdua mengganti kata ganti nama dengan sebutan seperti itu dari salah satu dari kami tidak ada yang keberatan malahan saling menikmati. sebetulnya yang mencentuskan kata ganti nama menjadi Papi dan Mami adalah sahabatku Zahrotun dia sering memanggilku dengan sebutan begitu. Hal itu sangatlah wajar dan biasa saja. Karena keakraban seorang sahabat. Sedangkan untuk memanggil teman yang lain tetap menggunakan nama asli.
Namun entahlah yang aku lakukan terhadap Ul aku kayak kelihatan akrab ketika memanngilnya dengan sebutan Mami dan dianya pun kelihatan biasa disaat memanggilkku dengan sebutan Papi.
“Di sana kelihatanya nyaman Mi..!”.
“Ya.. nyaman untuk kita berdua, Pi... Mami minta tolong mau nggak?”
“Minta tolong apa Mi...?”
“Bawain snak dan air minum”.
“Mi...Mami nggak minta tolong pun pasti Papi membawakannya”.
“Ayu...k”.
Kami berdua berjalan beriringan mencarai tempat tersendiri. Dan teman-teman yang lain pun sudah pada sibuk dengan dunianya masing-masing. Diatas karang yang lapang aku dengannya makan berdua saling suap-suapan layaknya seorang yang sedang pacaran dan menjalin kisah kasih bernama cinta. Canda, tawa, menjadi bumbu yang indah untuk kami. Deburan ombak yang seakan menjadi lagu yang tak terkira syahdunya. Aku dengannya bercerita tentang rasa, tentang rumah tangga dan tentang masa depan harus mengarungi hidup bersama siapa? tanpa rasa ragu dan ditutup-tutupi kami bercerita dengan santai dan saling menikmati.
“Suwi....i..it ...Swi....tt”.
Teman-teman yang lain berusaha menggoda kami dengan irama yang kayak gimana? akan tetapi kami tidak menghiraukan hal itu.
“Pi....kelihatannya ada yang kepengen seperti kita ya..”.
“Kelihatannya sih begitu Mi..!”
“Di cuekin saja Pi..”.
Banyak ganguan yang datang tapi kami berdua mengangapnya sebagai angin lewat. Namanya juga angin apabila sudah tidak menempati posisinya maka akan pergi juga.
“Pi.. Mami punya satu permintaan, Papi keberatan nggak?”
“Apa itu Mi…??”
“Mami pengen sekali Papi buatin puisi sekarang dan agar Mami bisa dengerin dan meresapinya. Bisa nggak?”
“Ya.. bisa dong Mi.., karena Mami sumber inspirasi Papi dengerin ya..”.
Percikan air laut
menjadi saksi
hembusan angin
telah menjadi piranti
diatas karang
disaksikan derburan ombak
dibawah tangisan langit
kita berdua mencoba
kita berusaha memahami
tentang rasa
tentang cinta dan semua
bahwa kita sekarang bahagia
bahwa kita sekarang berdua
penuh irama keindahan
hari ini…
semua yang ada disini
menjadi prasasti
jika kita pernah mengukir jejak
dengan penuh bahagia
di sini…
Benteng Portugis.
“Gimana puisinya Mi…?”
“Puitis benget Pi… Mami bahagia bangee….t hingga Mami bingung harus bilang apa?”.
Lama sekali aku berduaan dengannya mungkin lebih dari separuh dari acara. Aku habiskan hanya untuk Mamiku seorang. Padahal kedekatanku dengannya hanya sebatas seorang sahabat entah kemudian hari akan menjadi apa tentang kedekatanku terhadapnya. Pacaran, kekasih atau istri tak tahu yang pasti sekarang yang lebih penting adalah menjalani yang sudah didepan mata. Hari ini ada apa harus dijalankan sedangkan untuk besoknya dipasrahkan kepada yang menganugrahi cinta kepada manusia dan alam seisinya. Tuhan.




BAHAGIA
Orang bilang jika telah mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan jangan mudah dilupa. Dan jika mendapatkan kesedihan sebisa mungkin cepat dikandaskan. Karena rasa sedih yang melekat dengan berlarut-larut dalam otak manusia bisa berdampak yang tidak baik. Sebagai contoh orang yang telah terkukung dengan rasa sedih dalam kesehariannya apabila mau melakukan sesuatu selalu malas. Yang dilakukan hanya melamun dan merenung sedangkan untuk pengaplikasikan yang nyata tak pernah terwujud.
Berbeda apabila orang selalu mengingat-ngingat tentang kebahagiaan. Sebab dengan rasa bahagia yang selalu melekat didalam jiwa hidup ini seakan berbunga-bunga. Penuh optimis rasa putus asa telah terleburkan jadi sebuah semangat yang mengebu-ngebu.
Bahagia terus dan sedih terus juga tak baik. Rasa bahagia ada sebab adanya rasa sedih begitu pula sebaliknya. Intinya semua yang ada didunia ini alam nyata maupun alam maya semuanya harus seimbang. Saling menopang dan memahami perbedaan.
Sama halnya kedekatanku terhadap Ul hari-hariku kini telah menemu sebuah cahaya yang baru. Setelah sekian lama aku meratap sedih mengeluh kisah asmara terhadap cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Kini rasanya hatiku sudah terisi oleh sejuknya air cinta yang terpancar dari Ul. Meskipun begitu rasa yang ada didalam dada tentang kedekatanku terhadapnya masih diselimuti rasa bimbang. Apa benar sekarang aku jatuh cinta dengannya? Atau hanya sebuah naksir belaka karena melihat paras cantiknya?
Haruskah ada bimbang
tentang kedekatan kita
semakin hari rasa kita tak menemu
haruskah ada bingung
jika kita sejujurnya memiliki sua yang sama
yaitu cinta, kasih sayang, perasaan
yang setiap manusia membutuhkannya
haruskah kita ragu
dengan hubungan kita
kita bertemu, kita bersua
sudah ada yang membuat sekenarionya
tinggal apakah kita percaya akan hal itu
haruskah kita bercinta
tak lama lagi perpisahan pun akan datang
yang tersisa hanya nestapa
derita yang tak menemu ujung
tertekan karena rindu
yang mengharu biru
Satu alasan yang membuatku merasa takut bercinta dengannya bukanya diantara aku denganya tak sepadan melainkan cinta yang aku berikan hanya bisa membuatnya merana. Sebab tidak lama lagi aku akan melunjutkan studiku bisa tak bisa perpisahan harus datang. Bagiku masa depan adalah yang sangat berharga dari segalanya. Terutama hanya untuk mempertahankan cinta.
Jika orang sudah mempunyai rasa dan diantaranya telah sama-sama merasakan hal yang serupa. Apabila lama dipendam akan menjadi hal yang sangat manyakitkan sekali. Aku termasuk orang yang sulit sekali memendam rasa cinta, apabila aku cinta dengan seorang cewek sebisa mungkin dapat terungkap. Karena aku orangnya sulit jatuh cinta maka dari itu ketika cinta menyapa dengan lela aku pun berusaha menyambutnya.
Membutuhkan waktu yang lama untuk mengungkapkan rasaku terhadapnya. Perlu evaluasi, berfikir panjang nanti setelah pengungkapan rasa tersebut apa yang harus dilakukan hanya sekedar biasa atau ada inovasi yang baru. Rasa yang berada dalam dada semakin hari telah membuncah maka aku pun dengan tekat yang bulat meluapkan rasa cintaku terhadap yang punya nama Ulfa.
Malam itu….
ditempat yang sederhana dan tak biasa
aku berusaha jujur dengan jiwaku
aku berusaha bahagia dengan semua rasaku
malam itu….
ditemani derunya suara bising
kendaraan yang berlalu lalang
aku berusaha menawarkan cinta
aku mencoba memberikan rasa yang beda
malam itu….
di pinggir jalan yang ramai
aku telah mengungkap semua yang ada
semua yang berkecamuk dalam jiwa
yaitu rasa cinta
kepada seorang wanita
yaitu rasa sayang
terhadap bidadari
malam itu…
aku tak akan pernah melupa
bahwa aku mencintainya
dan tak pernah melupa
hanya dirimu permata hatiku
Ulfa…
adalah lilin penerang jiwa layuku
akan aku simpan rasaku terhadapmu
hingga waktu tak bersahabat lagi
Ulfa…
adalah cahaya hatiku
dia yang slalu membuatku ada
dia yang slalu membuat hari-hariku bahagia
Ulfa cintaku
Ulfa jantung hatiku
Ulfa permata jiwaku
Ulfa kekasih ragaku
Ulfa mahadewiku
kaulah satu-satunya dalam mangkuk cintaku
hanya dirimu…
tak ada yang lain
cintaku ada karna adamu
rasaku terlahir sebab adamu
namamu akan slalu menjadi prasasti
dalam jiwaku yang layu
dan mengabadi dalam sejarah cintaku….
hanya kamu cintaku……..
Malam itu meskipun aku tidak mendengar langsung dari bibirnya tentang balasan ungkapan perasaanku. Akan tetapi hatiku yang tadinya gersang kini telah tersirami dengan air cintanya. Betapa bahagianya rasaku ketika itu. Semua keluarga Komed telah aku kabari tentang hal ini. Dan mereka para keluarga Edanku memberi selamat karena aku telah menemukan pautan hati yang baru setelah sekian lama tergantung dengan cinta yang di punyai Faiz dan kini cinta pertamaku itu akan melepas keperawanannya dengan seorang Gus dari Rembang. Karena orang punya jalan sendiri-sendiri.
Sekarang bagiku adalah menjaga cinta yang telah diberikan oleh Ulfa agar cinta diantara aku dengannya akan langeng hingga menuju kekhalalan dan menjadi rajutan benang jingga bernama rumah tangga. Ya aku hanya mampu untuk bermimpi dan berdoa dengan semua yang aku jalani dengan semua yang aku ucapkan karena manusia hanya mampu berdoa sedangkan yang menentukan jalan dan tidaknya hanya yang mempunyi cinta abadi. Tuhan.
Kabar yang lain adalah sahabatku Zahrotun yang secara tidak langsung menuntutku bertemu dengan cintaku saat ini. Ulfa. Telah menikah dengan pilihan hatinya. Awalnya aku merasa kebingungan disaat hari bahagianya aku mau kasih kado apa? Beli ditoko sudah hal yang sangat lumprah. Aku kepengen memberikan kado yang indah hingga dia tak bisa melupakannya. Lama aku memikirkan akan hal itu maka inspirasiku hadir. Kenapa nggak dikasih puisi saja? Puisi…ini baru bagus.
Sepasang burung hantu bercumbu mesra
di bawah sinar merah bulan dan dibawah sinar putih bintang
dingin hangat bercampur kenikmatan agung
dua pasang mata tajam bertatapan
dua tubuh telanjang tanpa sehelai benang
dan jemari jantan mengelilingi lekuk tubuh betina
meliwati gunung kembar yang berkuncup
dua kaki telentang keatas
satu jemari menari didalam gua kenikmatan
betina menangis penuh kebahagiaan
merah darah suci meleleh
laksana lahar memuncrat bersatu dengan kabut putih
terdengar suara sayup sakit kenikmatan
rambut melambai keatas kebawah
bibir kebuanya saling menggigit
sampai diujung fajar mereka lelah
permainan telah usai
keduanya sudah kenyang meminum madu
lalu mereka mandi
dan sholat bersama
sampai datang sang mentari pagi
mereka masih bersatu diatas ranjang
hingga senja telur-telur suci berpesta.
Jika ada orang yang membaca puisi ini maka akan bilang jorok, porno tak senonoh pokoknya banyak umpatan yang akan keluar. Tapi jika yang memandang adalah seorang seniman maka akan menganggapnya suatu hal yang lumprah. Dikarena jiwa, rasa seorang seniman sering kali berubah-ubah layaknya seperti angin, kadang kencang tak jarang pula semilir. Maka semuanya karya yang tercipta tak pantas di cemooh melainkan harus diberi aplos.
Dan sekarang aku tak bisa bilang jika jiwa rasaku bahagia karena sudah menemukan puatan hati yang baru lebih agresif dan lebih… namun sebuah kebahagiaan itu tak lain sebuah balokan es jika tidak pandai-pandai menyimpannya. Sudah tahu hal yang akan terjadi. Mencair.
Aku pun sadar apabila jalanku masih panjang. Yang aku lakukan selama ini hanya sekedar petakan kaki sejengkal untuk memulai perjuangan yang lebih berat dan penuh pertangung jawaban. Aku tak bisa meniti jalan kehidupan hanya mengalir saja. Harus ada sejarah yang bermakna, cinta, derita, bahagia, adalah pelengkap kehidupan.
Menjelang sore
13.55. 26 Juni ‘08